4. PoV Sekar

1042 Kata
PoV Sekar Namaku Sekar Ayu Citraloka, yang berarti bunga indah di setiap catatan sejarah. Mungkin beberapa orang yang mendengar akan tahu bahwa namaku dipadu dari nama sunda ningrat dan juga jawa keraton. Tidak salah lagi karena ayahku adalah lelaki sederhana dari suku jawa, yang menikahi seorang gadis dari keturunan sunda ningrat. Keluarga ibuku, menganut budaya yang begitu kental dan juga tradisi turun temurun. Mereka mempercayai bahwa pernikahan suku sunda dengan suku jawa akan membawa musibah atau malapetaka ke dalam kehidupan rumah tangga. Setiap pasangan ini, akan ditimpa banyak sekali musibah dan kehidupan rumah tangganya tidak akan pernah bahagia. "Apa yang kau lakukan?" "Kau yakin akan menikah dengan pria itu?" "Sepertinya gadis ini tengah menentang apa kata leluhur," "Rumah tangga mereka tidak akan berjalan lama." "Jika bisa sampai akhir, pasti akan banyak musibah yang mereka hadapi!" "Aku tidak bisa membayangkan bagaimana nasibmu nanti," Satu persatu celoteh yang selalu pihak keluarga lontarkan setiap bertemu dengan orang tuaku. Entah ini karena nasib atau banyak doa agar runtuhnya hubungan mereka, itu semua terwujud dan kedua orang tuaku bercerai. Adik laki laki tinggal bersama ibu, sedangkan aku harus tinggal dan mengurus ayahku yang pemalas. 7 tahun telah berjalan, sejak keluarga ini terbelah menjadi dua kubu. Aku hampir tidak pernah bertemu dengan ibu, dan sangat jarang bertegur sapa dengan Gema adikku. Namun dibalik duka, aku juga memiliki sedikit hal yang berharga. Eat with Arse, 3 kata terhubung menjadi satu kalimat dan itu adalah channel youtube yang kubuat sekitar 3 tahun yang lalu. Dengan 2 juta subsc yang kudapatkan dengan kerja keras, Ratusan konten mukbang dengan menunjukkan wajah sempurnaku. Lebih tepatnya itu berkat Bakti, "Beri aku bayaran kalau mau kubantu!" ucap Bakti yang waktu itu masih berusia 18 tahun. Teman sekolahku sejak bangku SMA, pria yang begitu pandai mengedit dan memoles bahkan menutupi semua keburukan yang selalu terlihat dari kamera. Kemampuannya lebih baik dari semua teman wanitaku, "Lihatlah hasil tangan ajaibku!" "Sekarang mereka akan fokus pada bidadari yang sedang makan." Melukis alis dan contour, mengatur banyaknya foundation, warna pemakaian blush on lipstik serta eyes shadow. Fisik serta kepribadiannya sama dengan pria lain, hanya saja dia memiliki jari jemari yang begitu lihai mengukir atau merias wajah. Semuanya berjalan lancar, sampai suatu malam si b******n itu tengah mabuk berat. Tanpa sadar, dia mengambil foto yang memuat seluruh tubuhku saat tengah sibuk menata meja makan. Dia bahkan mengetag akun mukbangku, "Anak anjeng! anak b*****t!" "Jari lo mau gua potong?!" teriakku di pagi hari setelah kejadian. "Tenang, tenang! gua kan ga sengaja. Semalam gua mabuk berat!" "Gimana, kalo kita beri klarifikasi kalau gua lagi ngedit foto lo?" sanggah Bakti, namun semuanya telah terlambat. Hal ini mengundang banyak spekulasi, menjadi sasaran empuk bagi para pihak yang tidak menyukaiku. "Babi gendut yang menyamar menjadi kelinci cantik," "Lihatlah. Betapa buruknya gumpalan lemak itu!" "Wajahnya 10 kali lebih besar dari punyaku!" Banyak sekali cibiran yang muncul, singkat cerita semua orang mulai menganggapku sebagai penipu. Dengan cepat mereka meninggalkan channelku, bahkan hanya tersisa 200 ribu subsc. Penurunan yang begitu pesat, dan ini semua ulah si b******n tengik Bakti. "Sudahlah jangan menangis.." "Ayo kita buat channel baru, akan ku hias wajah ini agar mereka tidak mengenalimu." "Sejauh mana kau bisa membuat dua wajah yang berbeda!" bentakku merasa putus asa. Beberapa bulan terakhir, hidup ini dipenuhi dengan banyak rintangan. Biaya hidup di kota, sewa apartemen, uang kuliah, pengeluaran makan dan juga barang barang rumah. Aku juga harus mengurus ocehan Bakti, yang selalu mengeluh karena selama ini dia memiliki penghasilan karena bekerja bersamaku. ********** Brak.. Pintu terbuka, reflek kedua mataku membulat sempurna. Sosok pria paruh baya dengan tubuh berisi baru saja berdiri dan menengok ke dalam kamar. "Sekar. Kau sudah bangun?"sontaknya, mengangkat alis. Dengan cepat aku beralih posisi, menarik selimut tebal demi menutupi beberapa lembar kertas yang entah muncul dari mana. Ku duduki area tadi seraya menatap langkah ayah yang berhenti di pintu kamar, "Apa sih Ayah! kan Sekar udah bilang, kalo mau masuk ketuk pintu dulu!" ocehku dengan raut sinis, berusaha keras untuk bertingkah sewajarnya. "Iya maaf. Ayah lupa," Pria tinggi dengan kumis tipis serta kulit sawo matang yang membuatnya sedikit terlihat menawan. Aku mendapat kulit gelap dari ayah, entah kenapa itu sering membuatku merasa kesal. Kenapa tidak gen kulit putih mulus seperti ibu yang kudapat? Dia adalah pria pengangguran yang selalu mengandalkan uang kiriman dari nenekku. Namun sejak mengetahui anaknya berpenghasilan, dia semakin semena mena. "......" "Tapi uangnya mana? udah seminggu kamu ga ngasih uang." ujar Bayu dengan raut polos. "Aduh, mankanya ayah kerja dong!" "Jadi kalo tiba tiba Sekar ga ngasih uang. Ayah ga bingung kayak gini," bentakku, "Kan kamu tau sendiri, cari kerja di kota sangat sulit." "....." Setelah merendahkan suara, ayah kembali tersenyum sambil menyodorkan telapak tangan. "Ngemis aja di jalanan, nanti juga dapat uang." ketusku menggertakkan gigi. "Ayah sendiri yang bilang kalo Sekar ga boleh nyerah sebelum bertempur!" "Tapi apa? Ayah sendiri bahkan belum mencoba untuk mencari pekerjaan,tapi sud--" "Sudahlah! Ayah keluar saja." "Sekar mengantuk!" timpalku berusaha menahan emosi, jangan sampai aku menjadi anak durhaka karena telah memarahi ayah. Rasa benci sekaligus muak yang selalu ku tahan, entah kenapa hari ini tiba dimana pertama kalinya aku membentak ayah, padahal sebelumnya aku selalu berusaha menahan dan memberikan yang terbaik. Tapi meski dia seorang pemalas, ayah adalah pendengar yang baik dan juga teman yang sangat perhatian disaat aku sedang merasa sendiri. Bahkan ayah selalu memberi banyak masukan serta motivasi, itu cukup untuk membuatku mengingat bahwa ayah adalah pahlawan bagiku. Hari ini aku melihat raut ayah yang berubah, lengkungan bibirnya menghilang. Dengan sorot mata iba, perlahan dia berjalan masuk ke dalam kamar. "Apa terjadi sesuatu? Kenapa kamu terlihat sangat marah," tambahnya. "Sudahlah ayah. Aku hanya ingin sendiri," tegasku mengalihkan pandangan, "Ceritakan saja pad-" "Keluarlah, aku mohon.." timpalku menoleh dengan raut dingin. Perlahan ayah mengangguk, dengan berat hati mengundur niatnya lalu berbalik pergi. Dap. Pasti pria tadi begitu mencemaskanku dan aku berharap dia tidak terlalu memikirkan hal yang baru saja terjadi, Pintu tertutup rapat dan semuanya kembali hening. Dengan segera ku melangkah turun memastikan pintu kamarnya terkunci. "Hah.." "Sebenarnya, uang itu dateng dari mana?" gumamku mulai mengecek kembali. Menghitung jumlah kertas yang aku dapat, "100," "200.." "300. 400," "650 ribu." "Lumayan anjir!" sontakku membulatkan mata, "Apa ada tuyul nyasar kesini?" menoleh cepat ke segala arah, "Tu-tunggu dulu! Jangan jangan, ini muncul gara gara buku itu?" "Tapi mana mungkin," ***Bersambung.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN