Lomba Memasak (Eps Batu Menangis)

1287 Kata
"Menjadi---" "Acara masak." "..….........." Seluruh warga yang hadir sekilas terkejut mendengar keputusan pria tadi. Menimbulkan kericuhan dengan mereka saling berbisik mengenai perubahan keputusan, "Hadiah juga akan ditambah, bukan hanya beras. Tapi pemenang akan mendapat 1 kantung koin emas!" "Akan ada 2 pemenang lain yang nantinya mendapat hadiah berupa bahan masakan untuk 3 bulan penuh."  "Jika kalian setuju, untuk yang sudah mendaftar. Bisa langsung mengambil tempat! Dan yang lain masih bisa mendaftarkan diri," Ucapan itu membuat para warga kembali bergumam ria, memikirkan tawaran acara baru dengan hadiah yang semakin besar. Beberapa peserta mulai mengambil tempat, serta warga lain berlari untuk mendaftar diri. "Apa sih. Tiba tiba main ganti acara! Sok berkuasa banget," oceh Sekar mengerutkan alis. "Darmi.." panggil suara wanita yang berdiri di sisi lain. Suara keras namun terdengar halus membuat gadis itu menoleh, mendapati sebuah lambaian tangan yang dilontarkan untuknya. Tanpa ragu melangkah maju dan menghampiri, "Ada apa bu?" "Sebaiknya kamu jangan berdebat lagi dengannya. Ibu baru ingat! Dia itu Sanja, anak kepala desa." seru Sulli dengan raut antusias. "Oh pantesan aja. Baru jadi anak kades, udah songong!" ocehnya lirih, "Udah. Ibu tenang aja, aku ga akan ngajak ribut kalo dia ga nyari masalah." Gadis itu tersenyum berusaha membujuk ibunya, lalu berbalik segera mengisi tempat yang tersisa. Berdiri di sisi paling ujung, Meja yang sebelumnya ada di depan peserta dirubah menjadi beberapa jejer tungku api. Bahkan tersedia beberapa alat masak terbuat dari gerabah juga kayu, serta bahan masakan seperti minyak kelapa,dan bumbu dapur lainnya. "Untung aku ngeliat cara ibu ngidupin tungku ini!" benak Sekar menghela nafas lega, hampir saja dia mengalami masalah. "Heh, bukankah itu Darmi?" celetuk salah satu warga pasar yang sering melihat gadis di sebelahnya, "Iya. Dia kan anak saudagar kaya, ngapain ikutan acara kayak gini?" "Aku juga tidak tau. Emangnya putri orang kaya sepertinya, bisa menghidupkan tungku?" "Sudahlah. Mungkin saja para orang kaya memang suka mengikuti acara seperti ini untuk bersenang senang," Entah apa yang mereka ocehkan, berkat jarak serta kebisingan dari warga lain membuat Sekar tak mendengar bahkan mengetahui bahwa ada orang yang baru saja membicarakan dirinya. Sedangkan para warga menetapkan sorot mata pada pria yang berdiri di depan mereka dengan bakul berisi nasi di tangan, "Aku akan membagikan nasi ke setiap piring kalian. Setelah itu, kalian bisa memasak apa saja dengan bahan nasi dan bumbu dapur itu!" ucap Sanja, perlahan berjalan. Membagikan nasi sesuai takaran yang sama rata untuk para peserta. Naasnya sebelum Sekar mendapat bagian, bakul yang pria itu bawa telah kosong tanpa sisa nasi sedikitpun. "Maaf, sepertinya kami kekurangan nasi." ujarnya, menatap gadis tadi seraya menerbitkan senyum puas. "Dasar. Dia pasti sengaja! Eurhg!" gerutu Sekar dalam hati, menggertakkan gigi. "Aku akan ambil-" "Tidak! Tidak usah, akan lama jika menunggu nasi yang lain dimasak!" tolak Sanja menoleh dengan tatapan tajam, menghalangi pria yang sebelumnya ditugaskan untuk menghandle acara. Pria itu berusaha berisyarat agar tidak ada bantuan untuk Sekar. Sebenarnya dia hanya ingin melihat reaksi seorang gadis yang telah berani menghinanya tadi, "Tenang saja, kau tetap bisa ikut lomba." cicit Sanja melangkah ke arah lain, Mengambil beberapa kepal beras lalu memindahkan ke piring Sekar, "Pakailah beras ini." "Hah? Bagaimana bisa, apakah dia harus menanak nasi dulu?" "Lebih baik kau menyerah saja. Waktumu akan habis sebelum nasi itu matang," oceh peserta lain. "Smirk," gadis itu tersenyum, menatap remeh Sanja. "Baiklah. Aku akan memasak beras ini," "Kau yakin? Waktunya hanya sampai nyanyian itu berhenti." seru Sanja, menunjuk ke arah tenda tempat orang menggelar pentas seni. "Jika kau ragu, silahkan mengundurkan diri. Sebelum kau merasa malu!" "Siap siap saja, kau yang akan malu." timpal Sekar berbisik, "Hh, menarik sekali." merasa senang dengan reaksi gadis tadi, "Kita lihat saja. Jika kau berhasil memasak beras ini sebelum waktu berakhir. Aku akan turuti semua keinginanmu," "Oh benarkah? Aku menyukai tantangan, kalau begitu. Persiapkan dirimu, untuk menjadi simpananku!" gumam Sekar, mengedipkan salah satu matanya. Perlahan menatap punggung lebar yang berjalan menjauh, "Aku hanya bercanda. Jangan sampai dia salah paham," benaknya hampir terbelalak. Segera mengalihkan pandangan, mulai menyesali sikap sombongnya yang mudah menerima tantangan. "Aduh. Bego banget, aku harus masak apa pake beras ini!" "Mikir Sekar! Kira kira ni beras bisa diapain?" pikirnya berpikir keras, menatap bahan bahan yang tersedia. Peserta lain mulai memotong beberapa sayur untuk memulai masakannya, sedangkan gadis itu masih berdiam diri. Tak sengaja dia beralih ke arah wanita tua yang tengah melambaikan tangan ke arahnya, "Goreng." ucap Sulli tanpa bersuara, "Ha?" mengernyit, berusaha membaca gerak bibir ibunya. "Go---reng? Maksudnya ni beras bisa digoreng-"  "Oh ya!" sontak Sekar mengangkat alis. Seketika mendapat sebuah ide, dengan cepat membuat api lalu meletakkan penggorengan ke atas tungku. Menuang minyak, sambil menunggu panas tangannya meraih beberapa cabe kering dan mulai menumbuk halus kemudian mencampur sesendok garam ke dalam cabe yang telah berubah menjadi bubuk halus. "Hey lihat! Dia menyiapkan minyak panas." "Apa yang dia lakukan?" "Minyaknya banyak sekali!" "Lihatlah. Cabe keringnya ditumbuk!" Para warga mulai memusatkan perhatian pada gadis yang tengah melakukan hal yang jarang diketahui.  "Heh.." pria itu hanya bisa tertawa remeh, beranggapan bahwa Sekar hanya melakukan sesuatu untuk menutupi rasa malunya. "Ng, kayaknya ini udah cukup panas." bergumam sambil meletakkan telapak tangan untuk mengecek suhu dari atas penggoreng. Dia mulai meraih sepiring beras tadi dan menuangkan ke dalam minyak panas. Seluruh mata terkejut, melihat butiran nasi mentah berubah menjadi kumpulan gorengan yang mengembang. "Wah, itu berubah. Seperti kerupuk!" pekik salah satu warga, Dengan cepat dia menyelesaikan kerjanya. Meniriskan beras tadi, lalu mengeluarkan semua minyak dan mengganti dengan sedikit air serta gula merah batangan. Mereka mencair dengan cepat, perlahan mulai mengental. Sekar menuangkan setengah hasil gorengan beras ke dalamnya dan mencampur kedua bahan tadi, "Nah, kalo gini jadi kayak karamel!" benaknya tersenyum bangga. Semua orang merasa takjub, gadis yang mendapat bahan paling mustahil. Justru menyelesaikan semuanya dengan cepat dibanding peserta lain, Dia menyajikan sepiring besar gorengan, satu sisi tercampur gula merah dengan cita rasa manis. Dan disisi lain ada gorengan bercampur bubuk cabe yang bercita rasa asin, "Hh, gadis ini semakin membuatku tertarik. Menggoreng beras? Benar benar unik," pikir Sanja, melangkah mendekat. Mereka saling menatap satu sama lain, gadis yang merasa puas dan di depannya ada pria yang tak merasa kesal meski mengalami kekalahan. "Lihatlah. Peserta lain masih belum selesai," tersenyum bangga, "Iya aku tahu. Ternyata kau begitu semangat untuk menjadikanku simpanan," sahut Sanja, "Hah? Jangan narsis. Dari awal aku memang ingin memenangkan acara ini! Tidak ada hubungannya denganmu,"  Kedua alis bertaut saat melihat pria yang mulai menunduk sambil mengulurkan tangan. Dengan tatapan teduh serta raut yang berubah drastis, dia mengusap lembut noda hitam pada kutikula wajah Sekar. Gadis itu terdiam melihat keanehan sikap yang ia terima, Bruk. Terdengar suara dari arah lain, beberapa warga mulai berkerumun setelah seorang wanita tua terhuyung tak sadarkan diri. Sorot mata Sekar beralih, seketika tersentak kaget mendapati wanita yang tak lain adalah ibu dari tokoh utama, "Ibu!" beranjak bangun, "Apa yang terjadi?" pikir Sekar mengerutkan alis. Raut panik yang terpampang jelas di wajah, dengan sigap ia berlari pergi menghampiri. Melewati sela kerumunan guna mendekati tubuh wanita tua itu, "Ibu! Ibu,ada apa? Bangunlah." seru Sekar, merangkul dan membawa tubuh wanita tua tadi ke dalam pelukannya. "Cepat bawa dia ke Kai Menteng," tegas Sanja antusias. Dengan sigap para warga mengangguk, membopong tubuh Sulli ke gubuk milik Kai Menteng. Seorang pria tua yang terkenal akan pengobatan tradisionalnya yang begitu manjur, "Ibu," gumam Sekar,  "Aku memang tidak memiliki hubungan apapun, jadi wajar aku tidak terlalu sedih. Tapi bagaimanapun juga, dia ibuku di cerita ini!" "Aku harus bisa menyembuhkannya." menegaskan dalam hati, "Tenanglah, aku akan mengurus semuanya. Kau tidak perlu khawatir."  Pria itu mengusap pundak Sekar, perlahan membantunya untuk berjalan menyusul para warga. "Kenapa sikapnya berubah? Aneh sekali," "Perasaan dia semakin baik kepadaku--" "Hah! Jangan bilang, dia yang menyebabkan ini semua?" benaknya, "Awas saja jika ini memang karena ulahnya. Aku akan menampar wajah sombong itu dengan sangat keras," ***Bersambung.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN