Acara TV (Eps Batu Menangis)

1195 Kata
Dari arah lain, terlihat seorang pria berbadan tinggi tengah berjalan mendampingi seorang gadis yang tak lain adalah tokoh baru dalam cerita ini. Langkah mereka berjalan melewati pekarangan rumah yang terpenuhi berbagai macam tumbuhan obat di kedua sisi jalan. Kedua sorot mata Sekar mengarah pada pembatas kayu yang perlahan terbuka. Terlihat beberapa warga yang sebelumnya telah membawa tubuh wanita tua tadi, Mereka berjalan semakin mendekat sampai bertukar pandangan. "Kami sudah membawanya ke dalam. Sekarang Kai Menteng sedang memeriksa ibumu," ujar salah satu pria paruh baya, "Kalau begitu kami permisi," pamitnya mengalihkan pandangan ke arah Sanja, "Baiklah. Terima kasih karena telah membantu,"  "Tidak apa apa, itu sudah tugas kami." sanggah pria itu lalu berjalan melewati mereka berdua. Beberapa detik setelah para warga pergi, dia menoleh ke arah lain. Menatap Sanja yang masih berdiri tegak di sampingnya, "Kau juga bisa pergi." gumam Sekar, bergegas berjalan ke arah kursi yang ada di depan pintu rumah. Namun tanpa ragu, pria tadi bergerak menyusul dan menempati kursi kayu yang tersisa. Menambah rasa curiga dalam benak gadis itu, "Kenapa dia masih disini?" "Aku akan menemanimu!" seru Sanja, tak mendapat sahutan. Gadis itu terdiam berusaha tak acuh dengan perlakuan yang didapat. Membiarkan Sanja melakukan semuanya dengan sesuka hati, Menit pun berlalu, tanpa adanya kepastian. Mereka berdua masih sibuk menunggu Kai Menteng menyelesaikan tugasnya sebagaimana dokter di dunia normal, "Sebenarnya ini kenapa sih?" "Aku udah ngubah seluruh alur cerita. Kenapa tiba tiba ada ginian? Mimpi ini kapan selesainya!" oceh Sekar dalam hati, merasa sedikit cemas. "Tenanglah, ibumu akan baik baik saja." ucap pria itu berusaha memberi simpati, Dia mengira kalau Sekar tengah berduka dan meratapi kesedihan karena kondisi ibunya yang tak kunjung sadarkan diri. Kriet, Pembatas bambu itu terbuka, seorang pria tua baru saja keluar dan menghampiri mereka. Tubuh kurus dengan setelan kuno, raut datar itu berdiri tepat di depan Sekar. "Bagaimana kondisinya?" sontak Sanja, mengangkat alis. "Penyakitnya sudah sangat parah. Kenapa kalian baru membawanya sekarang?" "Parah? Tapi ibu sebelumnya tidak pernah sakit," gumam Sekar, merendahkan suara. Tak mudah untuk percaya, setelah tinggal beberapa hari di dunia ini. Tak pernah sedikitpun dia melihat Sulli dalam kondisi buruk atau semacamnya. "Seluruh organ tubuhnya hampir rusak. Tidak ada cara untuk menyelamatkan hidup ibumu," "Kenapa kau mengatakan hal itu? Bukankah kau memiliki banyak sekali tanaman obat, serta ramuan." sanggah Sanja mengerutkan alis, "Dan kau tidak bisa menentukan hidup mati seseorang, yang seharusnya hanya boleh menjadi urusan Sang Maha Kuasa." "Tapi Nak, ini sudah terlambat. Tidak ada yang bisa ku lakukan," "Kita hanya bisa menghitung hari," Dep. Seketika seluruh tempat terasa hening, hanya terdengar dengung nyaring yang memenuhi benak gadis itu. Entah apa yang terjadi, meski sedikit terkejut dengan kejadian yang telah melenceng jauh dari kisah asli, Apa penyebab dari rasa sakit bak disayat dalam lubuk hati yang tengah Sekar rasakan? Tubuhnya terhuyung tak mampu menjaga keseimbangan, Perlahan pandangannya mulai kabur, sekeliling terlihat samar sampai berubah menjadi gelap. "........" "Ha!" Manik hitam itu membulat sempurna, mendapati diri telah terbaring di atas ranjang empuk serta langit langit kamar yang tak terlihat asing. "Huft. Syukurlah, aku masih bisa kembali!" gumamnya menghela nafas lega, Rasa hangat dari selimut tebal yang menutupi setengah tubuh, serta aroma menenangkan di seluruh sudut kamar. Membuat gadis itu merasa yakin bahwa dia telah berada di tempat yang tepat, Tersenyum singkat, mulai menggerakkan kedua telapak tangan. Meraba tubuh serta tempat di sekelilingnya, Srek, Jari jemari Sekar menemukan beberapa lembar kertas. Dengan sigap menoleh untuk memastikan, "B-beneran muncul uang!" sontaknya terbelalak, menatap tajam tumpukan kertas yang tak tertata rapi,  Segera Sekar beranjak bangun lalu mengatur posisi duduk bersila, menghadap ke arah bantal. Mengutip satu persatu lembar uang yang ada di depannya, "Oh my God! Gila banget. Beneran dapet duit?" ujar Sekar dengan tatapan kosong, Seluruh sel dalam otaknya tengah berputar keras untuk mempercayai semua ini. Lembar uang yang muncul hanya karena mimpi di negeri dongeng? "Satu, dua, tiga----" Gerakan tangan mulai sibuk menghitung jumlah kertas yang ia dapat.  "Hah!" Betapa terkejutnya gadis itu, saat mengetahui bahwa hasil yang didapat berubah menjadi 3 kali lipat dari sebelumnya. "Kok bisa sih?" benak Sekar mengerutkan alis, Pandangannya beralih menatap benda tipis yang ada di atas laci. Dengan sigap meraih dan melihat angka penunjuk waktu, "Jam 2 pagi? Tadi aku tidur sekitar jam 8," "Apa mungkin beda waktu, beda duit?" gumamnya, tengah berpikir keras. "Tapi kalo dipikir secara akal sehat. Ga mungkin banget, uang tiba tiba muncul!" "Apa jangan jangan aku lagi di prank ikut acara TV?" sontaknya dengan kedua manik membulat sempurna. Bergegas melangkah turun lalu menoleh ke sekeliling, berusaha mencari letak alat perekam atau hal semacamnya. "Pasti ada kamera tersembunyi!" "........" "Iya. Pasti nenek tua tadi adalah artis atau salah satu kru,"  Setelah berspekulasi sendiri, gadis itu berlarian ke seluruh kamar sembari meneliti sudut serta sela benda di dalam ruangan. Namun waktunya terbuang sia sia karena tak menemukan apapun, "Kok ga ada?" menekuk bibir dan kembali menempati ranjang, Hanyut ke dalam lamunan ingatan tentang seluruh kisah yang ia jalani di dunia mimpi, "Berarti akhir cerita berubah jadi kematian ibu sang tokoh utama?" "Kok kasian..." "Itu berarti selama ini dia menanggung sakit serta sikap buruk putrinya!" ********* "Semuanya jadi 50 ribu," seru seorang kasir wanita. Menyodorkan satu kresek berukuran sedang yang berisi minuman serta snack yang baru saja Sekar beli. Disodorkannya satu lembar kertas merah, sambil bergumam dalam hati. "Moga aja bukan uang palsu," pikir Sekar menggigit bibir bawah. "Ini kembaliannya. Terima kasih," tambah wanita tadi dengan kedua tangan mengatup sambil tersenyum ramah, Sedikit terkejut melihat reaksi pegawai toko. Sekar tersenyum kikuk perlahan melangkah keluar ruangan, mematung sejenak di bagian parkir kendaraan. "I-ini beneran bisa dipake?" pikirnya, menatap kantong plastik yang menggantung di sela jari. Mulai berbalik menghadap kaca dua arah, mendapati pegawai kasir yang tengah sibuk melayani pelanggan lain.  Sekar masih berdiam diri, namun tak terjadi hal seperti salah mengira atau rasa marah karena uang palsu. Sruk. "Beneran bisa dipake jajan," menggaruk ujung kepala yang tak terasa gatal lalu berbalik, Tak sengaja sorot mata Sekar menatap ke seberang jalan. Melihat sebuah mesin atm kecil yang biasa orang gunakan untuk menarik atau mentransfer uang. Kaos putih longgar serta celana kulot hitam yang ia pakai. Gadis itu menoleh ke sisi kanan kiri, mendapati rantai jalan yang tak terlalu ramai. Dengan sigap berjalan cepat menyebrangi aspal, "Hh, aku akan coba transfer uangnya ke rekening bank." "Kalo palsu, ga bakal bisa dimasukin ke mesin atm!" lugasnya membuka pembatas kaca, lalu melangkah masuk. Tanpa tunggu lama, dirogohnya dompet dari tas selempang yang ia bawa. Terlihat bertumpuk lembar kertas yang tadi sempat Sekar sesalkan ke dalam tas, Meraih kartu tipis dan dimasukkannya ke dalam mesin, mulai menekan beberapa angka untuk mengakses. Dengan lihai menatap layar sembari menekan tombol menu yang tersedia, Drt. Salah satu bagian benda tabung itu terbuka, tempat dimana Sekar harus meletakkan uang miliknya. "Oke. Ayo kita coba!" seru Sekar, menghela nafas. Dengan rasa cemas yang memenuhi pikiran, tak ada pilihan lain lagi. Mau tidak mau gadis itu harus memastikan, Meletakkan semua lembar kertas yang telah ia tata rapi ke dalam mesin. Tumpukan kertas berwarna merah yang ia dapat dengan cara yang tidak masuk akal, Drt.. Drt.. Drt.. Terdengar suara dari dalam mesin, tak lama setelahnya layar memunculkan sebuah notif. Dan terlihat kertas kecil berisi nota keluar dari dalam benda tabung tadi, "Hah!" ***Bersambung.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN