Dinda menumpang mandi, ganti baju, dan make up di rumah Evan. Setelah semua siap, Dinda berangkat bekerja seperti biasa. Karena sedari tadi malam ia di rumah Evan dan pagi ini juga masih di rumah Evan, Dinda berangkat ke rumah sakit agak siangan tepatnya sekitar pukul 11 siang.
Lola merasa sedikit lega saat kedua pacar Evan, Mayang dan Dinda tidak bertemu meskipun mereka berada di tempat yang sama. Lola berhasil membantu menjaga hubungan Evan tetap berjalan sebagaimana mestinya. Namun, bukan berarti semua selesai begitu saja. Lola masih harus mengawal hubungan Evan sampai ia menemukan wanita mana yang akan ia pilih.
Kelihatannya jahat bukan? Ya, memang tidak sepatutnya Lola membela yang salah sekalipun kakaknya sendiri. Apalagi Lola juga perempuan, seharusnya ia dapat berpikir dan membayangkan bagaimana jika ia berada di posisi pacar-pacar Evan. Pasti marah, kecewa, dan benci yang akan terjadi padanya.
Akan tetapi, Lola tak punya pilihan lain. Jika ia tak mendukung kakaknya, Lola akan kehilangan semua fasilitas yang kakaknya berikan kepadanya. Belum lagi, uang jajannya juga akan dipangkas. Jika Lola mendukung Evan, ia tak akan kehilangan fasilitasnya serta bisa mendapatkan uang jajan tambahan jika ia membantu Evan.
“Akhirnya kak Dinda pulang juga. Capek banget aku dari tadi pagi udah ngurus kak Mayang sama kak Dinda,” ucap Lola.
“Cuma gitu doang apanya yang capek sih La,” ucap Evan.
“Enak bener kakak ngomongnya. Tadi aku sampai mikirin cara supaya kak Dinda sama kak Mayang gak ketemu. Kalau sampai mereka ketemu, bukan cuma kakak yang kena tapi aku juga. Harusnya kakak apresiasi dong usaha aku,” ucap Lola.
“Iya deh. Makasih ya adikku yang paling baik hati dan cerdas,” ucap Evan.
“Jangan cuma terima kasih aja. Buruan transfer uang sebagai bentuk apresiasi buat aku,” ucap Lola.
“Kamu gak lihat tangan kanan kakak lagi sakit? Nanti pasti kakak transfer kok,” ucap Evan.
Lola berkata, “Kalau tangan kanan sakit, kan bisa pakai tangan kiri kak.”
“Susah kalau pakai tangan kiri. Lagian kamu kenapa gugup banget sih toh kamu juga gak butuh uang cepet-cepet kan,” ucap Evan.
Saat mereka berbicara, Lola mendengar nada dering notifikasi w******p yang masuk. Ternyata pesan itu dari Haykal dan Andre yang kompak mengatakan tidak bisa ke rumah Evan. Hal ini karena mereka memiliki pekerjaan yang harus diselesaikan di tempat kerjanya masing-masing.
“Kak Andre sama kak Haykal gak bisa kesini hari ini,” ucap Lola pada Evan.
“Tau dari mana kamu?” tanya Evan.
“Ini barusan mereka WA aku katanya gak bisa kesini karena mereka punya kerjaan yang harus diselesaikan,” ucap Lola.
“Tumben banget sih mereka sibuknya bareng-bareng. Kalau mereka gak kesini terus siapa yang bakal bantuin kakak,” ucap Evan.
Lola mengatakan, “Tenang kak, kan udah ada aku yang siap membantu menjaga hubungan kakak sama pacar-pacar kakak tetap aman terkendali.”
“Kalau sama kamu bisa tekor terus kakak,” ucap Evan.
“Yang penting kan hubungan kakak aman,” ucap Lola.
Beberapa saat kemudian, Lola dan Evan mendengar bell pintu rumahnya berbunyi.
“La, itu siapa yang dateng?” tanya Evan.
“Mana aku tahu kak aku kan belum buka pintunya,” ucap Lola.
“Ya udah kamu buka dulu gih pintunya,” ucap Evan.
*****
Lola membuka pintu rumahnya dan melihat Zen datang ke rumahnya. Rupanya, Zen datang untuk menjenguk kakak Lola yang sakit akibat kecelakaan. Zen juga membawakan buah-buahan dan madu untuk Evan. Bukannya senang, Lola malah marah karena tak suka Zen ke rumahnya.
“Hay,” ucap Zen menyapa Lola baik-baik.
“Ngapain kamu kesini?” tanya Lola.
“Gitu banget sih La. Ada tamu bukannya disambut malah disambit dengan kata-kata gak mengenakkan,” ucap Zen.
“Kalau tamu lain aku sambut dengan baik. Kalau kamu kayaknya gak perlu deh,” ucap Lola.
“Emang segitu bencinya ya La kamu sama aku? Kamu masih marah gara-gara masalah waktu itu?” tanya Zen.
“Enggak,” jawab Lola singkat.
“Kalau emang enggak terus kenapa kamu selalu marah sama aku? Cara ngomong kamu gak pernah baik sama aku, dan kamu gak pernah anggep aku ada kayak dulu lagi. Padahal dulu kita kan sahabat La tapi kenapa hubungan kita sekarang jadi renggang,” ucap Zen.
“Yang bikin hubungan persahabatan kita renggang itu kan kamu. Makannya kamu introspeksi diri dong salah kamu apa,” ucap Lola.
“Gimana aku tahu salahku apa kalau kamu gak ngasih tahu aku? Gak cuma sekali bahkan berkali-kali aku minta maaf sama kamu tapi kenapa sih kamu gak pernah maafin aku,” ucap Zen.
“Siapa bilang aku gak maafin kamu? Aku udah maafin kamu kok,” ucap Lola.
“Kalau kamu udah maafin aku tapi kenapa sikap kamu gak balik kayak dulu lagi? Aku kangen sama Lola yang dulu. Lola yang selalu baik sama aku dan Lola yang gak pernah marah-marah kayak gini,” ucap Zen.
“Aku udah maafin kamu tapi bukan berarti aku harus berubah kayak dulu lagi kan? Lagian aku juga males baikin orang yang gak baik sama aku,” ucap Lola.
“Kapan sih aku gak baik sama kamu? Emang aku pernah jahat apa sama kamu?” tanya Zen.
“Kamu selalu menganggap diri kamu benar, kamu selalu ikut campur urusan aku, dan kamu juga gak pernah sadar akan kesalahan kamu. Kamu tuh nyebelin!” ucap Lola.
“Oke. Mulai sekarang aku gak akan menganggap diriku benar lagi, aku gak akan mencampuri urusan kamu termasuk dengan pacar kamu, dan aku akan selalu introspeksi diri atas kesalahan aku. Tolong kamu balik lagi kayak dulu lagi, seperti Lola yang pertama kali aku kenal. Kita kan sahabatan masa sikap kita kayak musuhan,” ucap Zen.
“Baik. Aku bakal berubah. Aku minta maaf ya kalau juga punya salah sama kamu,” ucap Lola.
“Iya. Kita saling memaafkan aja ya,” ucap Zen.
“Btw, kamu ke rumah mau ngapain?” tanya Lola.
“Aku mau jengukin kakak kamu,” ucap Zen.
“Kamu tahu dari mana kalau kakakku sakit?” tanya Lola.
Zen menjawab, “Semalam aku lihat story kamu, jadi aku tahu.”
“Ya udah yuk masuk. Kakakku lagi ada di kamarnya,” ucap Lola.
Di Kamar Evan
Lola mengajak Zen ke kamar Evan. Zen adalah satu-satunya teman lelaki yang Evan kenal. Hal ini karena dulu Zen sering main ke rumahnya, sehingga ia sangat mengenal Zen. Evan menilai Zen adalah lelaki yang baik hati, tidak sombong, dan tentunya cerdas. Ini menjadi pertemuan pertama antara Zen dan Evan setelah 2 tahun tidak bertemu.
“Kak Evan ada yang dateng nih,” ucap Lola sembari mengajak Zen masuk.
“Eh.. Ada Zen.. Apa kabar Zen?” tanya Evan.
“Alhamdulilah aku baik-baik aja bang Evan,” ucap Zen.
“Kamu kemana aja kok gak pernah main ke rumah lagi?” tanya Evan.
“Aku sibuk belajar bang hehehe..,” ucap Zen.
“Kalau belajar ajakin Lola juga ya biar ketularan pinter kayak kamu,” ucap Evan dan Zen hanya menanggapinya dengan senyuman.
“Aku juga pinter kali kak tapi gak diasah aja,” ucap Lola.
Setelah itu, Zen memberikan buah dan madu yang ia bawa untuk Evan. Orang tua Zen mengenal baik Evan dan senang berkenalan dengan pria muda nan sukses seperti dirinya. Dulu, Evan sering membeli buah-buahan dan madu dari orang tua Zen untuk menjadi salah satu bahan masakan di restorannya.
Namun, karena satu dan lain hal, Evan terpaksa mengurangi pembelian buah dan madu dari orang tua Zen. Dan seiring berjalannya waktu, Evan sudah tak pernah lagi membeli buah dan madu dari orang tuanya.
“Oh iya bang. Ini aku bawain buah-buahan sama madu buat bang Evan. Ini buah aku petik langsung dari kebun orang tuaku. Nah kalau madunya ini madu murni yang dikasih bapakku buat bang Evan. Kebetulan tadi bapak habis panen madu terus ngasih sebotol madu katanya suruh kasih bang Evan,” ucap Zen.
Evan mengatakan, “Makasih ya Zen udah repot-repot bawain ini semua buat abang. Titip salam buat bapak dan ibumu ya. Nanti kalau abang udah sembuh, abang pasti main ke rumah kamu.”
“Iya sama-sama bang. Nanti pasti aku sampaikan kok sama bapak dan ibuku,” ucap Zen.
“Makasih ya Zen,” ucap Lola yang mulai baik dengan Zen.
“Sama-sama,” jawab Zen.
Zen, Lola, dan Evan mengobrol bersama dengan penuh canda tawa. Mereka tampak begitu menikmati pembicaraan mereka. Sangking asyiknya mengobrol, mereka sampai tak mendengar ada bel yang berbunyi berulang kali. Orang yang membunyikan bel pintu rumah itu adalah Sela, pacar kedua Evan.
Sela sudah berkali-kali memencet bel pintu rumah Evan tetapi tak ada balasan juga. Karena pada dasarnya, Sela sudah sering ke rumah Evan dan juga sudah mendapatkan izin dari Evan dan Lola, Sela pun masuk ke rumah mereka. Saat mendengar orang berbincang-bincang dalam sebuah kamar, Sela pun mengetuk pintu kamar itu.
Tok.. Tok..
“Kak kok kayak ada suara ketukan pintu?” tanya Lola.
“Emang ada tapi kok ngetuk pintunya kayak didepan kamar kakak ya,” ucap Evan.
“Evan, Lola. Aku disini nih,” ucap Sela dari luar kamar Evan.
“Kayak kenal sama suara itu,” ucap Lola.
“Itu mah suara Sela. Buruan kamu buka pintunya La,” ucap Evan.
Lola membuka pintu kamar Evan, “Eh ada kak Sela. Ayo masuk kak.”
Sela masuk ke kamar Evan, “Ya ampun beb tadi aku mencet bel rumah kamu berkali-kali loh. Ada sampai seratus kali deh aku mencet bel rumah kamu.”
“Maaf ya aku lagi ngobrol sama Lola dan Zen, jadi gak denger deh kalau ada bel bunyi. Untung kamu mau masuk ke rumahku tanpa dibukakan pintu,” ucap Evan.
“Iyalah. Kalau gak gitu bisa pegel deh aku berdiri sambil mencet-mencet bel terus,” ucap Sela.
“Oh iya kenalin ini Zen, temennya Lola. Dia udah aku anggep kayak adek sendiri sih karena kita kenal udah lama dan aku juga kenal orang tuanya,” ucap Evan mengenalkan Zen pada Sela.
“Halo kak,” ucap Zen.
“Haiii.. Zen.. Kenalin namaku Sela,” ucap Sela bersalaman dengan Zen.
“Salam kenal juga kak. Senang bisa kenal sama kak Sela,” ucap Zen.
Karena Sela sudah datang, Zen pun pamit pulang “Bang Evan, kak Sela, Lola. Aku pamit pulang ya.”
“Kok buru-buru amat sih Zen. Nanti aja Zen,” ucap Evan.
“Aku mau bantuin bapak panen madu bang. Nanti kapan-kapan aku pasti maen ke rumah abang lagi. Aku doain semoga abang cepet sembuh dan bisa beraktivitas seperti sedia kala,” ucap Zen mendoakan Evan.
Evan berterima kasih kepada Zen, “Aamiin.. Sekali lagi makasih ya Zen. Kamu udah bawain abang buah, madu, dan udah doain kesembuhan buat abang.”
“Sama-sama bang,” ucap Zen kemudian meninggalkan mereka.
Setelah Zen pergi, Sela memberikan roti untuk Evan. “Aku bawain roti buat kamu nih. Kamu makan ya,”
“Aku masih kenyang nih. Tadi pagi habis makan 2 mangkok bubur,” ucap Evan.
“Kalau kamu gak mau makan roti, kamu makan buah ya. Kamu mau buah yang mana?” tanya Sela.
“Enggak soalnya aku masih kenyang sayang.. Aku belum mau makan apa-apa,” ucap Evan.
“Ya udah kalau kamu gak mau makan apa-apa. Aku temenin kamu ya. Kalau kamu butuh apa-apa kamu bilang aja sama aku,” ucap Sela.
“Kak Sela gak ada jadwal terbang hari ini?” tanya Lola.
“Ada tapi masih nanti sore La. Makannya aku kesini sekarang,” ucap Sela pada Lola.
“By the way. Gimana badan kamu masih sakit?” tanya Sela pada Evan.
“Aku cuma lecet-lecet dikit aja. Palingan besok sembuh,” ucap Evan.
“Lecet-lecet kok sampai tangan, kaki, dan kepala diperban. Ini mah udah lebih dari lecet lecet yangg,” ucap Sela.
“Tangan, kaki, sama kepalaku cuma baret-baret aja sama luka dikit. Selama aku gak patah tulang dan gagar otak, aku baik-baik aja. Aku yakin bentar lagi aku sembuh,” ucap Evan.
“Sayang.. Ngomongnya jangan kayak gitu dong.. Aku gak mau kamu sampai patah tulang atau bahkan gagar otak itu kan bahaya,” ucap Sela.
Evan mengatakan, “Doain ya biar aku cepet sembuh. Nanti kalau udah sembuh, aku pasti lebih hati-hati biar gak kecelakaan lagi.”