Kulihat Elon merebahkan punggungnya pada kursi. Pria mundur sejenak, lalu melakukan sedikit diskusi dengan beberapa stafsus di belakangnya.
“Saya khawatir itu terlalu besar, nona.” Elon menghela napas. “Persentase itu artinya saya menyerahkan perusahaan saya pada Anda dan saya harus tunduk terhadap segala arahan dari Anda. Permintaan itu tidak masuk akal.”
“Itu harga kecil terhadap taruhan Anda saat ini.” Posisi duduk Rena terlihat kian tegap. Jelas sekali ia memiliki beberapa argumentasi balik. “Sebagai contoh, Anda sudah kehabisan modal. Ini adalah peluncuran terakhir Anda untuk roket Falcon 9. Jika Anda gagal di sini, maka perusahaan ini akan dinyatakan bangkrut.”
“Dan data desain serta telemetri dari Anda akan menaikkan persentase keberhasilan peluncuran ini secara drastis. Benar. Namun tetap saja, menurut saya itu tidak cukup.”
“Ini adalah desain Anda sendiri. Di masa depan Anda sudah melakukan ratusan peluncuran satelit hingga membukukan keuntungan miliaran dolar.”
“Itu hanyalah spekulasi.”
“Spekulasi yang benar-benar terjadi,” Rena balas memberikan tekanan, “Tuan Elon, jika Anda meragukan desain dan data-data ini, kenapa sejak awal Anda menunjukkan ketertarikan besar? Anda bahkan membatalkan pertemuan dengan Gubernur California. Anda lebih memilih ‘spekulasi’ ini dari pada lobi penting untuk mengamankan titik peluncuran.”
“Bagaimana, kau..?” Salah seorang pegawai di belakang Elon terlihat hilang ketenangan. Namun sinyal tangan dari sang pemimpin Space X seketika meredakan tensi pembicaraan.
Dari mana Rena tahu jadwal pribadi dari CEO di hadapannya ini?
“Nona Rena, bagaimana caranya agar saya bisa tahu semua klaim Anda adalah sebuah kebenaran?”
Dia malah meminta sebuah bukti. Setelah seluruh pembicaraan serius ini, sekarang dia baru meragukan seluruh data-data itu.
Telunjuk jemari Rena lantas mengacung sebatas wajah, seakan meminta perhatian dari semua orang yang ada di sana.
Berikutnya, kulihat mata Elon sedikit membelalak kala ia menyadari perubahan pada layar laptop di sampingnya.
Sedikit banyak aku bisa ikut mengintip. Sudut layar laptop Elon tak sepenuhnya tersembunyi dari sudut pandangku.
Di sana hanya ada beberapa jendela dengan tampilan video, serta beberapa baris tulisan di terminal yang tak kumengerti.
“Ini…”
“Akses terhadap seluruh kamera yang terhubung ke internet. Termasuk video terenkripsi langsung dari secret service, sampai ke level militer,” jawab Rena mantap.
“Anda meretas keamanan cyber seisi Negara?” Elon masih terkesiap tak percaya. Beberapa kali ia bolak-balik memerhatikan isi laptop yang bergerak sendiri. Mungkin ia masih belum paham, bagaimana Rena melakukan itu semua tanpa melakukan interaksi fisik apa pun. Gadis itu hanya mengukir sebuah senyum penuh percaya diri di hadapannya.
“Grapene Batery dan desain motor listrik yang lebih efisien untuk meningkatkan daya jelajah pada mobil Tesla,” ucap Rena dengan sorot mata tajam. “Anda tak perlu lagi bergantung pada tambang Cobalt. Elemen itu sangat merusak alam.”
Lawan bicara Rena masih belum bisa memproses hantaman dari pernyataan-pernyataan tadi.
“Aku memiliki seluruh data-data penelitian dari masa depan. Ini akan menghemat anggaran penelitian dan pengembangan secara signifikan.” Rena kembali menunjukkan beragam dokumen dengan kop surat bertuliskan perusahaan Tesla. “Penelitian selama satu dekade akan bisa rampung hanya dalam beberapa bulan.”
Elon berusaha menerka motif sesungguhnya di balik seluruh tindakan Rena. “Kenapa?”
“Dalam satu dekade ke depan, d******i ekonomi dan militer Negara Anda akan disalip oleh Tiongkok.”
“Lalu?”
“Anda tak ingin bukan, seluruh informasi ini bocor ke tangan mereka?”
Nada bicara Rena itu terdengar seperti sebuah ancaman.
Salah seorang pengawal Elon kemudian ikut buka suara. “Anda akan mengikuti penawar tertinggi, tak peduli siapa pun itu?”
Artinya Rena bisa saja menjual seluruh hasil penelitian Tesla di masa depan ke pihak mana pun sesuai keinginannya.
“Saya berasal dari Indonesia, negara mana saja tidak menjadi masalah selama mereka bisa memberikan keuntungan yang setimpal.” Bahu Rena menyandar kembali pada kursi. Kurasa dia sedang melakukan strategi tarik ulur. “Itu sebabnya saya mengatakan, 51% saham perusahaan Anda adalah harga kecil bagi potensi keamanan Negeri ini.”
Elon mengurut keningnya. Mungkin mulai terasa pusing.
Menurutku pria itu sedikit banyak paham atas situasi ini. Gagal mengambil Rena ke dalam sisinya akan berakibat pada berpihaknya gadis itu kepada negeri Tiongkok.
Masalah celah keamanan siber yang berhasil dibobol bukanlah hal sepele. Bagi seorang IT Nerd seperti Elon, aku yakin dia paham kapabilitas serta bahaya yang mengancam dari kemampuan intrusi Rena.
Jika Rena mau, dia bisa saja menghancurkan seluruh infrastruktur, bahkan mereset seluruh data penelitian dan pengembangan di seluruh perusahaanya. Itu sama saja dengan meledakkan bom nuklir di tengah kota.
Segalanya akan hilang, lenyap, menjadi ketiadaan. Data digital dari Amerika Serikat akan dijatuhkan kembali seperti ke zaman batu.
Sejak awal ini bukanlah diskusi. Rena datang ke sini hanya untuk merampok.
“Kau tahu, aku bisa saja berusaha membungkammu di sini, sekarang juga. FBI pasti akan mengerti justifikasi atas perbuatanku ini. Anda adalah ancaman berskala Nasional.”
Lenganku mengepal keras. Oh, apa ini? Jadi sekarang dia balas mengancam?
Rena sepertinya mengerti kekesalanku. Ia menggenggam lenganku di bawah meja, seakan menjadi isyarat agar aku tetap menjaga ketenangan.
Sorot wajah gadis itu kemudian balik menatap intimidasi dari lawan, “Saya akan berharap Anda berani melakukan itu.”
Lampu penerangan sedikit berkedap-kedip tanda adanya gangguan kelistrikan.
Petugas khusus di belakang Elon terlihat panik setelah mendengar sebuah kabar dari headset di telinga. Buru-buru ia mengabarkan sang CEO di meja diskusi.
“Anda menguci server kami?” Elon terlihat tak senang.
“Maksudnya sembilan server redundan, termasuk dua cloud untuk backup?” balas Rena dengan nada sarkastik.
Gadis itu balik mengancam. Ia bisa menghapus seluruh data digital seluruh perusahaan Space X hanya dengan sebuah kehendak saja.
“Anda ini apa?”
Rena menjawab dengan senyum tak simetris.
Semua orang dibuat terperangah tatkala menyaksikan bagaimana lengan kanan Rena berubah wujud menjadi sebuah s*****a futuristik.
Semacam pistol, atau meriam?
Kabel dan pipa kecil yang berseliweran mengindikasikan bahwa s*****a yang menempel di tangan itu tidak mengeluarkan projektil tradisional seperti timah panas didorong oleh ledakan bubuk mesiu.
“Bukankah saya sudah menyatakan, bahwa saya datang dari masa depan?”
Wajah Elon menunjukkan semacam shock bercampur kagum. Bahunya jatuh, lalu menyandar kembali pada kursi seakan menunjukkan kekalahan.
“Kenapa?” ucapnya gamang. “Kenapa perusahaanku? Ada raksasa lainnya yang bisa kau akusisi dengan cara ini.”
Aku ikut setuju dengan itu. Ucapan Elon ada benarnya. Kenapa Rena tidak mengancam Bil Gates sekalian? Pendiri dari Intel? Atau Federal Reserve, misalnya? Memeras pemerintah secara langsung pasti akan membuahkan hasil yang jauh lebih signifikan.
Senjata di lengan Rena kemudian berubah kembali menjadi sebuah lengan normal.
“Karena mereka adalah kaum Boomer tua yang tak mau percaya, kecuali aku melakukan hal ekstrem untuk membuktikan seluruh kemampuanku,” jawab Rena. “Aku tak menginginkan itu.”
“Benar,” tambah Elon menyetujui. “Kau bisa saja meluncurkan satu rudal ICBM, lalu memulai perang nuklir untuk kemudian mengakhiri peradaban. Kau memiliki kemampuan untuk melakukan itu.”
Rena tersenyum mendengarnya. “Anda memiliki visi misi sama dengan saya,” lanjutnya pragmatis. “Sebagai pengelana waktu dari neraka di masa depan, saya harus bisa bekerjasama dengan orang berpengaruh untuk bisa mengendalikan arah perkembangan peradaban.”
Butuh beberapa saat bagi Elon untuk kembali menata ekspresi wajahnya. Wajah pria itu memanggut sejenak seakan larut dalam pemikiran dalam.
“Jadi, apakah kita memiliki sebuah kesepakatan?”
“Deal,” jawab Elon pragmatis.