Episode 10 : Wanita Di Surat Kabar

2126 Kata
Azura masih terpaku menatap wajah Fean ketika akhirnya pria itu juga balas menatapnya. Senyum Fean yang begitu hangat seolah langsung bisa melelehkan bongkahan es di kutub utara. Azura sengaja menunduk agar ia tidak hanyut, terbius pada pesona seorang Fean. Enggak boleh jatuh cinta, nanti kalau kamu jatuh cinta, kamu jadi wanita lemah, Ra! Dalam hati, Azura terus mengingatkan sekaligus menyemangati dirinya sendiri. Ada Andra dan Arman yang sangat membutuhkannya. Andra dan Arman hanya bergantung pada Azura! “Lanjutkan.” Fean bertutur lirih di tengah kenyataannya yang terlihat sangat tenang. Azura yang tak mengerti maksud Fean, refleks mengerling dan perlahan melongok Fean. Lagi, pria itu tersenyum hangat padanya di tengah wajah tampannya yang bersih hingga tampang pria itu benar-benar seperti wanita. “Meski terlahir menjadi wanita, kalian harus tetap menjadi sosok pemberani. Sosok yang tangguh dan tidak mudah ditindas. Memang tidak mudah, tapi dengan prinsip itu, kalian akan jauh dihargai,” ucap Fean masih bertutur lirih. “Aku tumbuh bersama mamah. Dia wanita tangguh, dan karena itu juga, aku mengagumi wanita tangguh.” Fean yang masih menatap lurus kedua manik mata cokelat Azura, mengangkat ragu tangan kanannya kemudian meletakkannya di kepala Azura. “Sebut namaku jika Dan kembali melukaimu.” Dengan cepat, Azura membalas pria yang sampai menepuk pelan kepalanya sarat perhatian. “Jika aku mengandalkan namamu untuk melawan Danian, berarti aku bukan wanita tangguh lagi. Berarti aku berlindung bahkan bergantung padamu!” Balasan Azura yang terdengar jengkel membuat Fean menahan tawa, ia mengangguk-angguk sambil menatap Azura. “Aku yakin, alasan Dan begitu karena dia sedang sangat pusing. Apalagi dalam waktu dekat dia akan menikah.” Fean menarik tangannya dari kepala Azura. “Jangankan hidup, mati pun masih harus pusing. Kita harus menghadapi pembalasan dari apa yang kita lakukan selama kita hidup.” Azura masih bertutur ketus sambil mengeringkan wajahnya menggunakan sapu tangan milik Fean. Ia melakukannya menggunakan kedua tangan. “Omong-omong, kenapa Anda bisa di sini, dan kenapa juga Anda mengenal Danian? Tadi pagi, kita sempat bertemu di depan, kan?” Azura menatap penasaran pria di hadapannya. Fean yang awalnya masih menahan tawa, menjadi mengullum senyumnya, menyikapi Azura dengan jauh lebih serius. “Aku fans-nya Dan.” Azura mengernyit tak habis pikir. “Kamu fans-nya Danian, tapi kamu minta aku menyebutkan namamu ketika dia menyakitiku. Aneh, di mana-mana kan, harusnya idola yang ditakuti, bukan fans?” “Tanpa fans, idola bukan siapa-siapa, kan?” balas Fean. Azura terdiam, membenarkan balasan Fean tapi ia juga mendadak menyadari satu hal. Astaga, Fean mengaku sebagai fans-nya Danian yang dengan kata lain, Fean menyukai Danian? Ya Tuhan, setampan sekaligus selembut ini justru gay? Azura bergidik ngeri dan refleks menarik diri, sengaja menjaga jarak. Sebegitu kuat kah pesona seorang Danian, sampai-sampai laki-laki pun nekat mengejar? Azura refleks menelan salivanya sambil sesekali melirik takut Fean. Namun, melihat sosok Fean yang begitu penuh perhatian, Fean yang selalu tersenyum hangat padanya bahkan pada beberapa karyawan yang berpapasan Fean di luar, Azura yang melepas kepergian Fean menjadi prihatin kepada pria yang bahkan belum ia ketahui namanya. “Bahkan aku enggak tahu namanya padahal kami sempat mengobrol?” Azura sadar, alasannya tidak sampai menanyakan nama Fean karena Azura langsung merasa sangat nyaman dekat dengan pria itu. Tak lama kemudian, Azura menyadari ada yang lain dalam dekapannya. Dan ketika Azura memastikan, benar memang ada yang lain. Ada sapu tangan pemberian Fean dan Azura dapati sampai disertai nama di salah satu sudutnya dalam sulaman yang sangat rapi. Fean. Apakah namanya Fean? **** Sekitar satu jam kemudian, mobil yang membawa Danian memasuki sebuah kediaman megah dan sampai disertai tiga satpam di depan gerbang untuk berjaga secara khusus. Sementara seorang pengawal yang berdiri di depan teras menuju pintu masuk, langsung bergegas membukakan pintu penumpang untuk Danian. Danian langsung melangkah tergesa tanpa mengakhiri kemarahannya. Ia memasuki rumah dikawal oleh pengawal yang tadi membukakan pintu mobil untuknya. “Semuanya sudah berkumpul?” tanya Danian dengan nada terbilang dingin. “Benar, Bos. Semuanya sudah berkumpul dan sepertinya, mereka tidak baik-baik saja,” balas si pengawal bertutur sopan. Pria yang mengenakan setelan lengan panjang warna hitam tersebut melangkah di belakang Danian. Setelah melewati beberapa ruangan yang dihiasi patung besar melebihi ukuran tubuh Danian di beberapa sudutnya, sampailah Danian di sebuah ruang tertutup yang biasa digunakan untuk berunding, membahas hal-hal penting khususnya yang menyangkut masa depan keluarga sekaligus perusahaan. Baik mengenai urusan pekerjaan, maupun urusan pribadi tanpa terkecuali tingkah laku sekaligus hal-hal yang berkaitan dengan asmara dan harusnya sangat privasi. Danian sudah terbiasa mengalaminya karena sudah terlalu sering disidang oleh keluarganya sendiri, terlebih setelah hubungan asmaranya dan Velery diketahui. Keluarga besar Danian memang tidak menyukai Velery yang merupakan seorang publik figur. Mereka mengharapkan Danian memilih pasangan yang tidak sampai berdampak fatal pada mereka karena keluarga Danian tidak mau kehidupan pribadi apalagi urusan perusahaan mereka tersorot, terusik ketenangannya jika mereka berurusan dengan publik figur. Bahkan karena itu juga, mereka sengaja mendesak Danian untuk segera menikahi Velery, mereka ingin membuktikan pada Danian, bahwa wanita sekelas Velery paling tidak bisa diajak berkomitmen karena wanita seperti Velery akan lebih memilih kebebasan sekaligus kepopuleran dalam karier. Di depan sana, di meja kaca tebal berbentuk oval, tak hanya dihuni Ibrahim Nurdianto Handoko, kakek Danian. Karena orang tua Danian yang duduk bersebelahan, membiarkan Ibrahim memimpin di tempat duduk ujung, juga turut serta. Aeny Marwah Handoko, wanita berusia empat puluh tujuh tahun dan merupakan anak pertama Ibrahim Nurdianto Handoko, mamah Danian, menatap Danian penuh kekhawatiran. Wanita pendiam yang selalu tampil anggun dengan sanggul modern itu mengedipkan sendu kedua matanya, memberi Danian kode agar sang putra tetap bisa mengontrol diri. Lain halnya dengan Zaenal Adibin Santoso selaku papah Danian yang langsung menunduk berat dan seolah marah sekaligus pasrah pada apa yang akan menimpa sang putra. “Bawa wanita itu ke sini hari ini juga!” seru Ibrahim yang sampai berdiri dari duduknya, dengan suara lantang. Danian refleks menghela napas kasar dan memfokuskan tatapannya pada Ibrahim. “Velery masih di luar negeri, Kek. Namu dalam waktu dekat, aku akan membawanya untuk menemui Kakek. Aku akan membawa Velery menemui kalian semua sambil terus melangsungkan persiapan pernikahan kami.” “Bukan dia, tapi wanita yang ada di surat kabar hari ini!” Ibrahim melempar salah satu surat kabar di hadapannya ke tengah-tengah meja berukuran luas sekaligus panjang di hadapannya. Danian tercengang, tak percaya dengan apa yang tengah ia alami. “Lupakan Velery dan nikahi wanita di surat kabar itu! Dia jauh lebih bisa menjaga rahasia keluarga kita ketimbang artis itu!” Ibrahim masih meledak-ledak dan mendadak sempoyongan. Aeny yang duduk paling dekat dengan Ibrahim langsung bergegas mengamankan Ibrahim. “Jangan sampai kejadian di masa lalu terulang lagi,” keluh Ibrahim terengah-engah. Tangan kanannya refleks menahan dadda. “Pah, sabar, Pah.” Aeny berusaha merengkuh sang papah, memperlakukannya penuh kasih. Ibrahim melirik Aeny kemudian mengalihkannya pada Zaenal yang makin menunduk dalam di tempat duduk sana. “Didik anakmu. Kamu tahu bagaimana rasanya kehancuran itu, jangan sampai tragedi memalukan itu kembali menimpa keluarga ini!” Keresahan tampak nyata dari Aeny maupun Zaenal atas apa yang baru saja Ibrahim tegaskan. Karena itu juga Danian nekat menghampiri Ibrahim sambil berkata, “Kek, hubunganku dan Velery baik-baik saja. Bagaimana mungkin aku menikahi wanita lain, sedangkan aku hanya akan menikah dengan Velery? Ayolah, Kek. Velery sangat berbeda. Sementara wanita di surat kabar itu hanya kebetulan. Kami tidak saling kenal, dia hanya tiba-tiba datang dan menyerangku karena salah paham.” “Velery ada di luar negeri dan kamu kehilangan jejaknya, kamu pikir Kakek tidak tahu itu?” tegas Ibrahim lantang, menggelegar tak ubahnya gemuruh guntur. Danian tak hanya tercengang karena kenyataan Ibrahim yang sampai kesakitan sambil memegangi kepala menggunakan tangan kanan, juga menjadi memperkeruh keadaan. Kakek tahu Velery ke luar negeri dan aku juga sampai kehilangan jejak Azura? Jangan-jangan, alasan Kakek memintaku untuk membawa Azura dan menikahinya juga karena Kakek sudah mengetahui apa yang terjadi pada kami? Danian masih terdiam, membiarkan orang tuanya memboyong Ibrahim dibantu oleh beberapa pengawal di sana. Yang ada, Danian terduduk lemas pada salah satu kursi di sana. “Velery, Velery, Velery, ... aku harus secepatnya menemukan Velery dan membawanya datang ke sini!” racau Danian sambil memijat-mijat pelipisnya. Tiba-tiba saja Danian berpikir untuk segera mengamankan Azura sekeluarga. Iya, aku harus mengamankan mereka dari kontrakan sana. Jangan sampai wartawan siallan itu justru sengaja mencari tahu pada Azura dan keluarganya, ke kontrakan. Aku harus melakukannya paling tidak sampai aku dan Velery benar-benar menikah! **** Hari ini, wanita di surat kabar yang bersama Danian benar-benar menggegerkan sejagad Luxury Hotel khususnya di hotel bagian pusat tempat Azura bernaung. “Namun jika dilihat dari tampangnya, sepertinya dari kalangan biasa.” Mika si Ratu gosip menatap suray kabar sambil menghabiskan salad di piringnya. “Foto-fotonya memang di dalam mobil, tapi lihat deh, di beberapa foto ada yang mengambil lokasi. Lokasinya biasa banget. Masa iya, CEO kita ngelayab ke tempat biasa apalagi buat kencan?” Regina, si wanita yang selalu tampil seksi dan paling hobi memakai pakaian yang membuat bagian dadda dan bokkongnya terlihat menonjol, melirik Azura yang sedang makan lahap di hadapannya. Seperti biasa, wanita dengan penampilan paling biasa bahkan bagi mereka buruk rupa tanpa ada sedikit pun yang istimewa kecuali ide sekaligus pemikiran berliannya untuk perusahaan, tengah makan berat, makan nasi padang yang membuat piring penuh. Azura, wanita itu makan tanpa beban padahal wanita-wanita di sana yang semuanya berpenampilan menarik, sampai mual melihat cara Azura makan dan bagi mereka harusnya jauh lebih menjaga penampilan. “Azura?” Regina segera memanggil Azura. Azura yang sengaja makan dengan cepat hingga mulutnya penuh makanan, sengaja memelankan kunyahannya, dan langsung menatap Regina yang beda meja dengannya. Azura makan sendiri di kantin, di belakang lawan duduk Regina yaitu Mika. “Wanita itu bukan kamu, kan?” tuding Regina. Azura refleks tersedak dan menyemprotkan isi di mulutnya ke depan. Membuat Mika yang rambutnya menjadi sarang makanan di mulut Azura geger, merasa jijikk. Mika sibuk membersihkan rambutnya. “Ya ampun, maaf-maaf.” Azura menarik beberapa helai tisu dari kotak tisu yang menghiasi mejanya kemudian memberikannya pada Mika. Mika memang menerima tisu pemberian Azura, tapi Azura tetap harus menghadapi Regina yang siaalnya menggiring para karyawati lain mengerumuni Azura. “Kata siapa wanita di surat kabar itu aku?” omel Azura sambil menatap kesal wanita-wanita yang mengelilinginya. “Karena dari semuanya, kamu yang paling memungkinkan. Lihat, perhatikan baik-baik, ini dia, wanita di surat kabar ini Azura. Pertanyaannya, kenapa CEO kita yang seleranya sangat tinggi sekelas Velery, sampai bisa bersama Azura? Pasti Azura main kemeyan bakar!” Regina meyakinkan semuanya. Azura yang masih duduk menjadi ketar-ketir. Kedua tangannya yang ada di pangkuan menjadi mengepal kencang. “Ngaku, enggak? Kamu ada hubungan apa sama Pak Danian?” tuntut Regina kesal. “Memangnya apa hubungannya sama kamu? Iri, wanita sesempurna kamu kalah saing sama aku yang kalian samakan dengan tahu isi?! Sudah, ah. Aku lapar. Jangan ganggu aku!” balas Azura berusaha abai. Regina yang sangat terobsesi pada Danian, bahkan Regina terang-terangan berdalih akan melakukan apa pun asal bisa mencuri perhatian sekaligus berkencan dengan Danian meski hanya kencan sesaat, nekat menggebrak meja Azura hingga suasana di sana menjadi memanas. Karyawati yang awalnya mengerumuni Azura berangsur menepi, menjadi merasa ngeri dengan cara Regina menyudutkan Azura. “Pak Danian bukan barang yang harus diperebutkan Miss Regina. Kalaupun Miss mau iri, irilah ke Velery sama wanita di surat kabar itu yang entah beruntung atau malah buntung!” balas Azura dengan santainya dan bersiap melanjutkan makannya. “Namun wanita di surat kabar itu kamu!” tegas Regina sambil menatap sengit Azura dengan jarak yang lebih dekat. “Masalahnya sama kamu apa? Gini-gini, meski aku cenderung diam, kalau aku sudah ngamuk, bancci sama wariaa lewat, ya.” Azura sengaja memberikan senyum terbaiknya pada Regina yang wajahnya hanya terpaut sekitar satu jengkal dari wajah Azura. Regina seolah akan menerkamnya hidup-hidup. “Dia tidak mungkin memiliki waktu untuk hal lain apalagi jika menyangkut laki-laki lain karena aku tidak akan mengizinkannya.” Kedatangan Fean yang begitu tenang dengan senyum hangatnya yang khas, langsung membuat suasana di sana menjadi berbeda. Suasana yang awalnya mencekam akibat ulah Regina menjadi dihiasi kedamaian. Semua mata di sana termasuk Regina, menatap tak percaya sosok Fean yang langsung duduk di sebelah Azura sambil membawa nampan berisi nasi padang. Setelah menatap Azura penuh sayang dan sampai mengelus kening Azura, Fean sengaja menyapa wajah-wajah di sana dengan senyum terbaiknya. “Nama saya Fean. Fean Mahen Handoko.” Detik itu juga, suasana di sana menjadi riuh karena mereka tanpa terkecuali Regina langsung sibuk berbisik, mengenali siapa Fean. “Saya karyawan baru di sini, mohon kerja samanya.” Kemudian Fean menatap Azura. “Dia kekasih saya. Mustahil dia bersama laki-laki lain bahkan meski itu CEO kita karena aku tidak akan pernah membiarkannya.” Seperti mimpi, Azura sampai lupa bernapas, menatap tak percaya Fean yang tetap menatapnya dengan senyuman yang begitu memukau. Senyuman penuh rasa sayang, cinta, hingga semua wanita di sana tanpa terkecuali Regina, langsung iri bahkan gigit jari. Bersambung ....
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN