Azura sempat berpikir, betapa beruntungnya dirinya jika apa yang ia alami kini benar-benar nyata. Maksudnya, jika apa yang Fean katakan tidak sekadar sandiwara, tentu hidup Azura tak ubahnya drama Korea romantis dengan kisah cinta yang begitu manis dan selalu bisa membuat penikmatnya hanyut, baper. Sayangnya, otak Azura sudah terkontaminasi karena Azura justru yakin, Fean merupakan seorang gayy yang begitu terobsesi pada Danian. Kenyataan tersebut terjadi karena pengakuan Fean pagi tadi, mengenai Fean yang mengaku sebagai fans Danian.
“Oke, aku terima permainan kamu! Astaga, hanya karena kamu sangat terobsesi pada CEO kami, kamu cemburu padaku? Kamu cemburu padaku hanya karena aku digosipkan sebagai wanita yang ada di surat kabar bersama Danian?” Azura berbisik sambil tersenyum geli, tepat di sebelah telinga Fean hingga karyawati yang masih berkerumun di sekitar sana dan menjelma menjadi penonton setia, makin ketar-ketir dan sibuk menjerit iri pada Azura. Azura berpikir, mereka semua percaya bahwa Azura dan Fean benar-benar sepasang kekasih.
“Permainan, bagaimana maksudnya?” balas Fean dengan berbisik juga pada Azura.
Azura yang sudah meraih ayam bakar di piringnya kembali berbisik-bisik pada Fean, “Kamu mengakuiku sebagai pasangan karena kamu takut orang-orang mengetahui perasaan kamu pada Danian, kan?”
Fean mengeryit tidak mengerti. “Kok gitu?”
Azura tersenyum ceria sambil menatap lawan bicaranya sebelum akhirnya ia kembali berbisik, “Fans. Kamu bilang, kamu fans-nya Danian, kan? Aku yakin, maksudmu lebih dari itu. Buktinya saja kamu rela kejar dia sejauh ini, bahkan kamu sampai bekerja di sini.”
Fean makin tak mengerti dengan cara pikir Azura. Kenapa Azura berpikir begitu? Kenapa Azura mengira aku menyukai Danian? Azura mengira aku gayy, padahal aku sungguh tertarik pada wanita seperti Azura! batinnya.
“Azura beruntung banget, ya? Tampang pas-pasan, kalau makan juga rakus kayak kesurupan, tapi kok punya pacar sementereng itu!”
“Sumpahlah ... punya pacar setampan sekaligus seromantis itu, langsung aku bawa ke penghulu biar bisa dikekepin setiap waktu!”
“Regina, Regina, bagaimana? Masa iya kamu kalah dari Azura? Lihat, enggak dapat Danian, dapat yang sementereng itu bahkan perhatian romantis gitu, ya lebih hoki, kan?”
Ketika Fean hanya tersenyum mendengar setiap bisikan dari wanita yang masih ada di sana, tidak dengan Azura yang menanggapinga dengan serius sekalipun Azura memilih bungkam sekaligus abai.
Beruntung kepala kalian! Pria di sebelahku ini gayy! Mana mungkin dia doyan wanita apalagi wanita sepertiku yang rakus kalau makan dan lengannya saja bisa bikin para preman pingsan! Azura menghabiskan makanannya meski karyawati di sana masih sibuk bergunjing di sekitar meja makan Azura. Di beberapa kesempatan, Azura mendengar namanya disebut oleh mereka, selain mereka dan dipimpin oleh Regina yang menjadi sibuk melirik sebal sekaligus iri pada Azura.
Si Azura beneran beda. Yang lain pada baper, dia tetap berpikir realistis, pikir Fean yang memindahkan lauk-lauk di piringnya untuk Azura. Melihat Azura yang begitu lahap makan, ia merasa sangat bahagia.
Azura terdiam bingung melirik Fean yang lagi-lagi memberinya alunan senyuman. Senyum yang benar-benar tulus tapi yang Azura tahu, Fean mencintai Danian. Fean seorang gay!
“Kalau kamu suka makan, nanti aku akan masak banyak untuk kamu.” Fean mengatakannya dengan tulus.
Para penonton di sana makin heboh, meleleh.
“Si Azura, bangkke saja dimakan!” ujar Regina dan membuat wanita di sekitarnya kompak mengangguk. Regina yang bersedekap terus melirik sinis Azura kemudian menatap iri pada Fean. “Dia itu, sepupunya CEO kita, kan? Dia anak mantan top model Rosmaria itu?” lirihnya.
Kini, mereka yang jumlahnya ada delapan dan masih ada di belakang Azura tak lagi kompak. Ada yang tahu, satu pemahaman dengan Regina tapi ada juga yang benar-benar terkejut.
****
“Kakak, hotel tempat Kakak bekerja benar-benar besar, ya. Indah, megah, fasilitasnya juga keren, kasurnya pun, seempuk ini.” Suara Andra terdengar kegirangan dari seberang.
Mendengar itu, Azura yang sedang memastikan isi dokumen di tangan kanannya, refleks tersenyum.
“Jangankan kasur, sofanya saja seempuk ini. Bisa buat loncat-loncat!” seru Arman dari seberang sana.
Azura yang masih menyimak suara dari ponsel yang ia letakan di pundak kanan dan ditahan menggunakan sisi kepala refleks mengernyit dan kehilangan senyumnya. Kenapa mereka seolah tahu keadaan hotel di sini? pikir Azura.
“Ayah, Ayah ... lihat. Pemandangan di sini sangat indah!”
“Benarkah? Bentar, Ayah juga ingin lihat!”
“Cepat, yah, sini. Lihat, mobil-mobilnya kelihatan kecil banget kalau dari sini!”
Azura menegakkan punggungnya, merasa makin yakin bahwa adik dan ayahnya ada di hotel tempatnya bekerja. Arman dan Andra ada di salah satu kamar yang ada di Luxury hotel! Pertanyaannya, kenapa mereka bisa ada di hotel?
“Sebenarnya kalian di mana?” sergah Azura.
“Pak Dan Bos Kakak, tadi dia yang menjemput kami. Pak Dan bilang, untuk sementara kami tinggal di sini sebelum Kakak setuju dan memilih rumah yang direkomendasikan oleh perusahaan untuk kita, Kak! Bos Kakak baik banget kan, itu si Pak Dan?”
Bertepatan dengan Andra yang langsung menjawab, dari sebelah, seseorang membuka pintu ruang kerja Azura dari luar. Azura mendapati pelakunya merupakan Danian. Danian datang bersama seorang pengawal yang Danian tinggalkan di luar. Danian langsung menatap Azura hingga tatapan mereka bertemu. Segera Azura mengakhiri sambungan teleponnya dengan sang adik. Ia meletakan ponselnya di meja dan menatap pria itu dengan tatapan murka.
“Dari caramu menatapku dengan tatapan sekesal itu, sepertinya kamu sudah tahu bahwa ayah dan adikmu ada di sini,” ucap Danian santai dan memang sedang tidak ingin berdebat.
Mendengar itu, kedua tangan Azura yang ada di sisi tubuh refleks mengepal. “Danian, aku sudah menandatangani surat perjanjian itu, aku bahkan tidak menuntut apa pun dari kamu, aku sungguh ingin fokus bekerja tanpa membutuhkan ganti rugi apa pun, tapi kenapa kamu melakukan ini kepadaku? Kenapa kamu menyentuh adik dan ayahku?!” Susah payah Azura mengontrol suaranya agar tidak sampai berteriak sekaligus meledak-ledak.
“Please, Zur, aku sedang tidak ingin berdebat. Aku sedang sangat pusing. Keputusan ini merupakan antisipasi terbaik agar kamu dan ayah maupun adik kamu, tidak diserang wartawan. Setidaknya, tunggu sampai pernikahanku dan Velery benar-benar digelar!” tegas Danian dengan suara lirih juga meski emosi sudah menguasainya. “Biarkan aku menyelesaikan pernikahanku, setelah itu kalian mau pergi ke mana pun, terserah kalian! Situasi sekarang benar-benar sedang tidak aman. Memangnya surat kabar hari ini belum cukup?”
Kali ini Azura tak memiliki pilihan lain. Seperti yang Danian katakan, situasi memang sedang pelik. Azura melepas kepergian Danian. Untuk kali pertama, Azura melihat Danian sangat lesu, tersiksa seolah pria itu menanggung beban seluruh penghuni kehidupan.
Kok jadi begini, sih? Rasa tidak nyaman pun menjadi Azura rasakan.
****
Ketika Azura pulang dan itu ke kamar hotel keberadaan adik dan ayahnya, Azura melihat kebahagiaan yang membuncah dari keduanya. Senyum lepas terus menyertai wajah Arman dan Andra. Tempat dan fasilitas hotel yang begitu nyaman, juga makanan yang semuanya terasa lezat, semua itu menjadi bahan pujian keduanya.
“Yah, makannnya cepat, Yah. Habis ini kita renang lagi!” sergah Andra bersemangat.
Danian memang menempatkan Arman dan Andra di kamar hotel dengan fasilitas terbaik, sama seperti kamar hotel yang Fean tempati.
Azura yang masih menjadi penyimak sekaligus penonton baik dan duduk di pinggir kasur, masih diam. Sekarang mereka bisa tertawa sebahagia ini, entah nanti jika aku membuat kesalahan atau malah Danian sengaja menjadikan ayah dan Andra sebagai pelampiassan. Tiba-tiba saja, Azura merasa gamang, merasakan kecemasan tak berakhir. Dua minggu lagi, ... dua minggu lagi Danian akan menikah. Semoga semuanya berjalan dengan lancar agar ayah dan Andra juga baik-baik saja. Azura merasa, dirinya harus menemui Danian untuk membahas beberapa poin yang membuat Danian tidak bisa seenaknya apalagi melukai Andra dan Arman.
Tanpa membenahi penampilannya, Azura yang meninggalkan tas kerjanya di kamar, sengaja mendatangi Danian ke kamar pria itu. Yang Azura tahu, Danian kembali menginap di hotel. Namun, Azura baru tahu jika Fean sudah mengunjungi kamar Danian lebih dulu. Penuh senyum hangat, Fean menatap Danian yang sepertinya baru membuka pintu. Dan di luar dugaan, Danian yang terlihat sangat terkejut juga langsung tersenyum lepas. Danian bahkan langsung memeluk erat Fean.
“Fean, astaga ... ini benar-benar kamu. Ah ... rasanya seperti mimpi! Aku pikir, aku akan menangis sendiri hanya karena aku merindukanmu!” raung Danian sambil terus mempererat pelukannya pada Fean.
Azura tak bisa berkata-kata, merasa geli dan lama-lama mual. Ternyata mereka berdua sama-sama gay. Merasa miris, Azura refleks mengelus dadda menggunakan kedua tangan. Azura teringat kedatangan Ibrahim beberapa hari lalu dan mengatakan bahwa laki-laki dari pihak keluarga Danian mengalami kesulitan dalam memiliki momongan. Apakah karena masalah itu, Danian jadi gayy? Namun, kenapa Danian akan menikahi Velery? Jangan-jangan pernikahan mereka hanya settingan biar mereka sama-sama untung. Danian biar kelainannya tertutupi, sedanglan Velery biar makin berkibar? Azura refleks menelan salivanya. Astaga ... lebih baik aku pergi saja! Dengan kedua tangan yang menjadi sibuk saling memilin di depan perut, Azura yang menjadi sibuk menggigit bibir bawahnya memutuskan berlaru dari lorong keberadaannya.
Di waktu yang sama, Danian melepaskan Fean, mereka mengakhiri agenda pelukan merela karena Danian mendapatkan telepon dari Velery. Sedangkan Faean yang Danian tinggalkan tak sengaja mendapati kepergian Azura. Fean langsung terkejut dan larut dengan pemikirannya sendiri. Sedangkan di dalam, Danian seolah diterbangkan ke awan di antara luapan kebahagiaan hanya karena Velery mengatakan wanita itu sudah menyelesaikan pekerjaannya. Velery sedang menjalani perjalanan pulang!
Bersambung ....