Bara begitu gelisah ketika pintu ruang operasi masih belum terbuka sama sekali dari tadi, ia bahkan sudah merasakan keringat dingin saking merasa khawatirnya kepada Oma nya yang ia paling sayang. Bara penasaran, apa yang sebenarnya terjadi kepada Oma dan ia pun berniat untuk mencari tahu kepada supir yang membawa Oma nya menuju ke rumah sakit. Namun, Jamal mengatakan supir tersebut sudah meninggal beberapa menit yang lalu akibat terjadinya pendarahan yang cukup hebat sehingga sulit di atasi.
"Jamal, apa kamu sempat menanyakan kenapa Oma bisa kecelakaan?" tanya Bara.
"Sebelum supir meninggal, sang supir sempat mengatakan ketika mengantar nyonya menyebrangi jalan karena ingin membelikan kado untuk Tuan, tiba-tiba saja ada sebuah mobil yang sangat laju hingga menabrak supir dan nyonya," jelas Jamal. Bara hanya bisa mengusap wajahnya dengan sangat kasar, rasanya ia ingin memaki orang yang sudah menabrak Oma nya itu.
"Apa supir itu sempat mengatakan, siapa yang melakukan itu?"
"Mobil tersebut kabur Tuan dan tidak ingin bertanggung jawab," jelas Jamal dan Bara pun seketika mengepalkan kedua tangannya dengan sangat erat karena merasa geram dengan semuanya.
"Berapa plat mobilnya?"
"Sayangnya, supir telah meninggal dunia sebelum mengatakan hal itu Tuan dan orang-orang yang berada di sana juga tidak sempat melihatnya karena mobil tersebut sudah buru-buru masuk gang," jelas Jamal. Ia terus menanyakan semua informasi kepada orang-orang yang telah mengantarkan nyonya nya ke rumah sakit, sehingga ia mendapatkan sedikit informasi tentang kecelakaan tersebut.
"Kamu cari semua informasinya dengan jelas tentang orang yang sudah membuat oma kecelakaan sampai seperti ini!" perintah Bara dengan dingin.
"Baik, Tuan." Saat Jamal ingin berangkat keluar, tiba-tiba saja suara pintu ruang operasi terdengar terbuka dan Jamal langsung menatap ke arah tuan nya yang terlihat sangat menyedihkan. Ia tahu, betapa terlukanya tuan nya itu saat ini. Ia juga tidak bisa berbuat apa-apa selain hanya bisa ikut berdoa supaya nyonya berhasil melewati operasi nya.
"Dok, bagaimana keadaan oma saya?" tanya Bara tanpa basa-basi lagi.
"Maaf ... kami benar-benar tidak dapat berbuat apa-apa ..." Dokter hampir tidak mampu untuk mengatakan apa yang sebenarnya terjadi saat ini.
"Katakan, Dok!" ucap Bara sambil memegang kedua bahu dokter tersebut karena jantungnya hampir saja merasa ingin copot dari tempatnya, saking merasa khawatir kepada oma nya itu dari tadi.
"Pasien ... mengalami kerusakan otak yang sangat parah sehingga kami tidak bisa menolong pasien lagi dan menyebabkan pasien meninggal dunia," ucap dokter itu dan Bara langsung terduduk di lantai dengan lemas, air matanya pun mengalir. Ia berulang kali mengacak-ngacak rambutnya dengan sangat kasar, seluruh wajahnya memerah. Ia tidak bisa menerima apa yang telah menimpa oma nya.
"Oma ... oma kenapa terlalu secepat ini pergi?!" Rasanya Bara ingin berteriak sekuat tenaga.
"Dok!" Bara mencoba untuk bangkit berdiri.
"Apa kalian benar-benar tidak dapat menyelamatkan oma saya?!"
"Maaf ..." Hanya kalimat itu yang dapat dokter bedah itu katakan sekarang.
Bara pun pasrah, lalu melangkah perlahan-lahan menuju ke arah ruang operasi untuk melihat keadaan oma nya yang sedang ingin di keluarkan, supaya bisa secepatnya melakukan pemakaman. Sedangkan kedua orang tua Bara masih dalam perjalanan menuju ke Indonesia karena sebelumnya kedua orang tua Bara juga memang hari ini pulang dan sekarang pesawat sudah berada lapangan pesawat Jakarta.
Mendengar kabar duka dari Jamal, membuat kedua orang tua Bara terus menangis di sepanjang perjalanan. Mereka tidak menyangka musibah bisa menimpa keluarga mereka saat ini.
***
Sekarang jenazah sudah berada di rumah untuk melakukan doa sebentar dan terutama sambil menunggu semua keluarga Bara berkumpul semua. Namun, ketika Bara menelpon Aileen supaya gadis itu datang ke pemakaman oma nya tiba-tiba gadis itu sangat sulit di hubungi dari tadi. Padahal Bara sangat berharap akan kehadiran gadis itu, di saat dirinya sedang dalam masa-masa yang begitu sulit untuk menghadapi cobaan.
"Kenapa di saat-saat seperti ini, kamu tidak berasa di samping ku, Aileen? Aku sangat membutuhkan mu ..." Bara semakin bersedih ketika orang yang ia cintai sulit di hubungi.
"Bara!" Tiba-tiba terdengar suara seseorang memanggil namanya dan Bara langsung berbalik untuk menghadap melihatnya yang ternyata itu adalah kedua orang tua nya yang baru tiba di rumah. Bara langsung memeluk kedua orang tuanya, ia bukan berarti sangat cengeng namun siapa yang tidak meneteskan air mata jika orang yang paling di sayangi dan paling berharga di hidupnya meninggal secara tiba-tiba.
"Mami ... maafkan Bara ...."
"Bara, kenapa kamu tidak becus menjaga Oma kamu, hah?!" ucap Indra Wijaya yang langsung memberikan sebuah pukulan di wajah Bara, hingga Bara mengalami pipinya terasa sangat sakit namun, Bara tidak ingin membalasbya sama sekali karena ia akui dirinya juga bersalah dengan semua kejadian ini. Seharusnya lebih mementingkan oma nya ketimbang mengurusi pekerjaannya itu, kini Bara benar-benar merasa sangat bersalah dan menyesali semuanya.
"Papi, maafkan Bara ... Bara juga sangat terpukul atas kehilangan Oma. Bara juga tidak menginginkan hal ini ..." ucap Bara dengan lemah, semua orang yang berada di rumah itu menatap keluarga itu yang sedang melakukan perdebatan kecil.
"Bara ... Bara ... apa yang harus kita lakukan kepada Oma mu? Kini kita hanya bisa meneteskan air mata melihatnya terbaring di sana," ucap ayah Bara yang langsung memeluk anaknya dengan sangat erat.
"Maafkan Bara ... maafkan Bara ...."
Semua orang mulai berdoa dan setelah itu berangkat menuju ke pamakaman untuk segera mengubur jenazah. Jamal dan Jamil, menatap sedih melihat keluarga itu atas kehilangan salah satu keluarga tersebut.
Sekarang Bara benar-benar merasa sangat kehilangan Oma tersayangnya, kini sudah tidak ada lagi orang yang akan mendengarkan keluh kesahnya, tidak ada lagi yang akan memarahinya karena pulang terlambat, kini orang yang senantiasa menasehatinya telah tiada. Orang yang bisa menemani hari-hari nya yang kesepian telah pergi meninggalkan dirinya selamanya, orang yang ingin menantikan dirinya segera menikah sudah tidak ada lagi.
Tidak terasa upacara pemakaman telah usai, semua orang perlahan-lahan pulang ke rumah nya masing-masing. Sekarang hanya ada beberapa orang saja yang berada di sana karena merasa masih tidak percaya akan terjadi seperti saat ini.
"Bara, ayo pulanglah, Nak!" ajak ibu Rani.
"Tidak, Mi. Bara ingin menemani oma disini sebentar."
"Bara, Oma kini sudah hidup bahagia di atas sana. Kamu harus mengikhlaskan nya, Nak." Bara hanya bisa diam dan tidak ingin lagi berbicara.
"Baiklah jika kamu masih belum ingin pergi, kami berdua Papi kamu akan pulang terlebih dahulu, Jamal dan Jamil akan menemani mu disini," ucap Rani lagi dan Bara tetap tidak merespon apa yang di katakan oleh ibunya. Bara hanya fokus menatap tulisan yang terukir di batu nisan itu sambil mengelusnya dengan lembut.