Terbaring Lemah

2008 Kata
Sudah 3 hari ini Bara masih berada di dalam rumah karena merasa masih terpukul atas kehilangan oma kesayangannya itu, begitu juga dengan kedua orang tua Bara mereka juga sangat bersedih namun, mereka tidak ingin seperti Bara yang terlalu terhanyut bersedih di dalam kamar terus-menerus. Hari ini Bara mencoba untuk keluar rumah menemui Aileen karena beberapa hari ini gadis itu sangat sulit untuk di hubungi, ia sangat berharap Aileen orang yang satu-satunya bisa membuat dirinya tersenyum lagi. "Kamu ingin kemana, Nak?" tanya ibu Rani yang melihat anaknya seperti ingin pergi keluar. "Pergi sebentar ke rumah teman, Mi," jawab Bara dengan singkat, lalu ia pun menghampiri kedua orang tuanya dan langsung mencium punggung tangan kedua orang tuanya secara bergantian. "Apa kau tidak akan pergi ke tempat yang aneh-aneh, Bara?" tanya Indra, ayah Bara yang merasa takut anaknya akan pergi ke tempat hiburan untuk membuang rasa sedih yang tidak kunjung hilang itu "Tidak akan, Pi." "Baiklah, kamu berhati-hati lah saat berada di jalan." Bara hanya menganggukkan kepala saja menjawab ucapan ayahnya. Ia pun pergi keluar rumah menuju ke arah mobilnya yang sudah berada di depan rumah. "Selamat pagi, Tuan. Apa Anda ingin pergi?" tanya Jamil. "Hem." "Tuan ... ingin kami menemani pergi?" "Tidak, kalian berdua fokuslah untuk mencari semua informasi tentang kecelakaan oma dan segera tangkap orang itu!" ucap Bara. "Baik, Tuan." Jamal dan Jamil hanya bisa menatap kepergian tuan mereka mengunakan mobilnya. Mereka berdua juga masih merasa bersedih ketika melihat tuan mereka beberapa hari ini tidak pernah sama sekali tersenyum, setelah kehilangan nyonya rumah itu. Jamal dan Jamil sebelumnya juga sudah seperti orang gila untuk mencari tahu pelaku tabrak lari itu, hingga sampai sekarang mereka berdua masih belum memilliki tanda-tanda kabar baik untuk menyampaikan kepada Bara tentang kasus tersebut. Bara terus membawa mobilnya dengan kecepatan normal, kepalanya terasa sedikit pusing akibat terlalu banyak pikiran beberapa hari ini. Belum lagi memikirkan Aileen yang tidak pernah memberikan kabar kepadanya, membuat dirinya merasa frustasi dan hampir saja seperti orang gila. Untungnya Bara masih bisa menahan dirinya dengan cara berolahraga di tempat ruang khusus yang sudah di sediakan di rumahnya. Sesampai di halaman parkiran apartemen, Bara melihat mobil masih berada di parkiran. Ia mengira gadis itu akan berangkat bekerja pagi ini namun ternyata, di luar dugaannya dan Bara tentu saja merasa sangat senang jika gadis itu masih belum berangkat sama sekali, sehingga ia bisa melihat bagaimana kabar gadis itu saat ini. Bara masuk kedalam lif menuju ke lantai atas, hingga tiba di lantai di mana apartemen Aileen berada laki-laki itu langsung membunyikan bel apartemen itu. "Apa dia sedang sibuk?" gumam Bara dalam hatinya karena merasa Aileen cukup lama membuka kan pintu untuk dirinya. "Sebaiknya aku mencoba untuk menelponya saja," gumam Bara lagi dan ketika dirinya ingin menelpon, ia mendengar suara pintu terbuka yang ternyata itu adalah sahabat Aileen, sedang berkunjung ke apartemennya. "Aileen, ada dimana?" tanya Bara yang tidak ingin siapa gadis yang berada di hadapannya saat ini. "Di dalam kamar, ada apa?" tanya Dina yang merasa bingung dengan kedatangan Bara. Sepertinya gadis itu sudah melupakan siapa orang yang sangat ia kagumi saat berada di pantai saat itu. "Aku ingin menemuinya! Bisakah kamu jangan menghalangi mu masuk?" tanya Bara dengan dingin. "Galak amat!" gumam Dina dalam hatinya, rasanya ia ingin mengusir laki-laki itu saat ini namun tiba-tiba Lily datang dari arah belakang Dina dan melihat apa yang sedang terjadi di depan pintu apartemen Aileen. "Bukannya ini laki-laki yang ada di pantai saat itu, ya?" bisik Lily di telinga Dina. "Masa, sih?" "Iya benar. Cobalah kamu lihat baik-baik!" Dina pun langsung menatap ke arah Bara kembali dan hanya memerlukan beberapa detik saja, kini ingatannya telah kembali. Ia pun langsung tidak enak hati kepada Bara dan dengan segera mempersilahkan Bara untuk masuk kedalam apartemen. Bara sudah merasa jenuh menghadapi kedua gadis itu yang sudah menghalangi dirinya. Ia pun masuk dan langsung menuju ke arah kamar Aileen, ia ingin segera melihat gadis itu supaya perasaannya bisa tenang. Sedangkan kedua sahabat Aileen, ingin menghentikan Bara supaya Bara tidak masuk ke dalam kamar tersebut namun, mereka berdua tidak memiliki keberanian untuk mengatakan hal itu, sehingga kedua gadis itu hanya bisa melihat apa yang ingin Bara lakukan kepada sahabat mereka. "Apa yang terjadi kepadanya?" tanya Bara dengan dingin. "Kenapa dia bisa sampai seperti ini?" tanya Bara lagi. "Aileen sedang sakit," jawab Lily. "Aku tahu, tapi kenapa dia bisa sakit separah ini?!" tanya Bara dengan kesal. "Kami berdua juga tidak tahu," sahut Dina. Bara pun mendekati Aileen dan merasakan suhu tubuh gadis itu yang benar-benar sangat panas. Ia melihat gadis itu terlihat sedang tidak berdaya di atas kasur, wajah yang pucat dan bibir yang mengering membuat Bara sangat khawatir. Ia tidak menyangka Aileen selama beberapa hari ini ternyata sedang terbaring lemah di atas kasur. "Kalian berdua sudah menghubungi, dokter?" tanya Bara dan kedua gadis itu mengelengkan kepalanya masing-masing. "Apa? Bagaimana mungkin kalian berdua tidak menyuruh dokter untuk mengobatinya?!" Seluruh tubuh Bara terasa sangat memanas karena marah kepada gadis itu yang sudah membiarkan Aileen begitu tersiksa karena sakit. "Aileen bersih keras melarang kami untuk mengobatinya," jawab Dina. "Lalu kalian berdua mengikuti apa yang dia perintahkan?" "Hem, mau bagaimana lagi? Aileen akan mengancam dirinya untuk melakukan bunuh diri jika kami berdua membawa dokter kemari," jelas Lily secara bergantian menjawab pertanyaan Bara. "Apa alasannya mengatakan hal itu? Apa kalian berdua, tahu?" "Kami berdua juga tidak tahu, dia hanya ingin orang-orang tidak perlu merawatnya," jelas Lily. Mendengar hal itu, Bara benar-benar merasa sangat frustasi tidak percaya dengan apa yang telah Aileen lakukan. Bara pun dengan segera membopong tubuh Aileen yang sedang terlihat tidak sadarkan diri saat ini, ia ingin membawa Aileen ke rumah sakit sebelum terlambat. Bara berlari sambil membawa tubuh gadis itu yang cukup berat turun kebawah mengunakan lif, sedangkan kedua sahabat Aileen juga ikut menyusul mereka berdua sangat lega ketika ada seseorang yang bisa membawa Aileen ke rumah sakit saat ini. Dina dan Lily merasa menyesal, seharusnya mereka berdua langsung membawa Aileen ke rumah sakit tanpa memperdulikan ucapan Aileen. Namun, penyesalan itu hampir saja membuat mereka menyesal di seumur hidup mereka berdua. Sekarang Mobil melaju dengan sangat cepat menuju ke rumah sakit, Bara terus menatap Aileen. Dirinya sangat khawatir jika nyawa gadis itu tidak dapat tertolongkan. "Kenapa kamu bisa sampai seperti ini, Aileen?" Bara terhanyut dalam pikirannya memikirkan keadaan Aileen, hingga tidak sadar mobil sudah berhenti di depan rumah sakit. Para petugas rumah sakit pun dengan segera melakukan tindakan untuk menolong nyawa Aileen. Sedangkan Bara sudah sangat gelisah dan merasa tidak tenang melihat keadaan Aileen yang sudah sangat mengkhawatirkan itu. "Sebenarnya dia sakit apa, Dok?" tanya Bara yang melihat dokter sedang memasangkan impus di tangan Aileen. "Pasien telah mengalami stres yang cukup berat dan di tambah lagi pasien telah dehidrasi, akibat kekurangan cairan di dalam tubuhnya," jelas sang dokter. Bara pun langsung menatap ke arah kedua gadis yang telah bersama Aileen saat ini. Ia pun membawa kedua gadis itu keluar karena ia ingin tahu, kenapa Aileen bisa mengalami stres serta sampai stres seperti itu. "Katakan kepadaku?!" tanya Bara sambil menatap kedua gadis itu. "Kami berdua juga tidak tahu, apa penyebab awalnya sampai Aileen seperti itu. Kami berdua juga kebetulan datang untuk bermain ke apartemennya namun, tiba-tiba kami berdua di kejutkan dengan keadaan Aileen yang sangat mengkhawatirkan. " Dina berhenti sebentar untuk berbicara, ia ingin melihat seperti apa exspresi Bara saat mendengar penjelasan dan ternyata laki-laki di hadapannya benar-benar sangat tulus mengkhawatirkan Aileen, ia rasa Bara sosok laki-laki yang begitu baik dan pantas bersama sahabat mereka yang mereka sayangi. "Aku dan Lily juga terus memaksanya untuk pergi ke rumah sakit tapi tetap saja Aileen menolaknya karena tidak ingin pergi ke rumah sakit juga akhirnya kami menelpon dokter tapi Aileen kamu tahu sendiri bagaimana sifat keras kepalanya, selain mengancam untuk bunuh diri dia juga sudah terlebih dahulu mengunci dirinya di dalam kamar. Maka, dari situlah kami berdua juga tidak dapat berbuat apa-apa. Aileen hanya mengatakan dirinya sangat lelah dan butuh sendirian," jelas Dina lagi dengan panjang lebar. Akhirnya Bara pun mengerti dan ia juga tidak bisa menyalahkan kedua gadis itu terus menerus, ia rasa itu semua karena Aileen sendiri yang ingin membuat dirinya tersiksa namun, Bara tidak tahu apa alasan gadis itu melakukan hal itu semua. Bara pun kembali masuk dan melihat Aileen baru saja selesai di tangani dokter, bahkan dokter mengatakan ketika Aileen bangun segera berikan gadis itu air minum putih. "Segeralah sadar, Aileen. Jangan membuat ku khawatir seperti ini, aku sangat takut jika melihat mu layaknya mayat hidup," gumam Bara. Bara terus menatap Aileen hingga perlahan-lahan merebahkan kepalanya di dekat tangan gadis itu. Ia tidak menyangka dirinya terus-menerus mendalami hal-hal yang sangat buruk di bulan ini. *** Sudah 2 jam lamanya Bara menunggu Aileen, kini laki-laki itu berniat untuk pergi ke kamar mandi sebentar namun, tiba-tiba ia mendengar suara Aileen yang baru saja tersadar dari pingsannya dan dengan segera Bara membatalkan niatnya untuk pergi ke kamar mandi. Ia lebih mementingkan untuk mengurus Aileen terlebih dahulu, terutama memberikan gadis itu air minum. "Minumlah!" ucap Bara sambil berusaha membuat gadis itu untuk memknjm air putih tersebut. Aileen menolaknya dengan cara mengelengkan kepalanya berulangkali. "Aileen, minumlah air ini terlebih dahulu!" jelas Bara dan tetap saja Aileen menolaknya, bahkan Bara di kejutkan ketika tangan gadis itu tiba-tiba saja mencoba untuk melepaskan impus dari tangannya. "Apa yang kamu lakukan, Aileen?!" geram Bara. "Aku tidak ingin ... dirawat ... aku ingin pulang ..." ucap Aileen dengan lemas. "Aku tidak akan mengijinkan mu!" ucap Bara dengan tegas. "Kamu ... tidak berhak untuk melarang ku!" "Aku mohon ... biarkan aku pulang ke apartemen saja ...." Bara tidak perduli dengan omongan Aileen, laki-laki itu sampai mengikat tangan sebelah gadis itu sehingga Aileen tidak dapat melepaskan impus yang terpasang di tangannya. Aileen yang berniat ingin memberontak namun, ia tidak memiliki kekuatan karena seluruh tubuhnya masih terasa sangat lemas tidak berdaya. Aileen yang tidak bisa berbuat apa-apa, akhirnya hanya bisa memilih untuk menangis saja. Bara yang melihat itu sangat terluka, ia tidak berniat untuk menyiksa gadis itu dirinya hanya ingin Aileen secepatnya sembuh dan mau menurutinya. "Kenapa kamu bisa seperti ini, Aileen?!" tanya Bara yang merasa frustasi melihat gadis di hadapannya bersedih dan terlihat tersakiti. "Menjauhlah dariku!" ucap Aileen menyahuti ucapan Bara dan laki-laki itu langsung tertegun mendengar kalimat tersebut. "Kenapa aku harus menjauhi mu?" "Kau ingin aku sembuh, bukan?" "Tentu saja, itulah yang aku harapkan. Tapi, maksud kalimat yang kamu ucapkan barusan, apa?" "Kamu harus menjauhiku ku maka, aku akan melakukan apa yang kamu mau." Sekarang Bara paham dengan maksud Aileen, walaupun ia tidak tahu apa alasan gadis itu ingin menjauhi dirinya. Padahal ia sama sekali tidak pernah memiliki salah kepada gadis itu yang ia tahu, dirinya hanya sering membuat Aileen merasa terganggu setiap hari. "Apa kau bosan aku menganggu kamu?" Aileen langsung menjawab dengan mengangkukan kepalanya membenarkan ucapan Bara. "Kau serius tidak menginginkan aku untuk berada di samping mu lagi seperti biasa?" "Ya, kau benar dan sekarang kamu sudah paham, bukan? Aku rasa tidak ada hal yang perlu aku jelaskan lagi kepada mu dan semuanya tentu saja sudah sangat jelas!" ucap Aileen. "Baiklah ... jika kamu tidak menginginkan aku berada di samping mu lagi maka ... aku akan pergi dan tidak akan berada di dekat mu lagi ..." ucap Bara dengan lemah tidak berdaya. Mata Aileen tidak ingin memandang ke arah Bara, sedangkan laki-laki itu ingin berusaha supaya Aileen melihat ke arahnya dan berubah pikiran namun, sepertinya Aileen sudah benar-benar mengambil keputusan yang sangat bulat. "Aku akan pergi ... tapi kamu harus berjanji supaya mau sembuh dan makan yang banyak." "Hem," jawab Aileen dengan singkat. "Kamu harus ingat pesanku! Kamu tidak boleh mengingkarinya." "Hem." "Hiduplah dengan baik dan sering-sering lah tersenyum." "Baik ... aku akan melakukannya!" "Jangan berpakaian terbuka di tempat umum, jangan lupa untuk makan yang teratur." "Bara ... kamu sudah mengatakannya dengan jelas dan aku akan melakukan apa yang kamu katakan, sekarang kamu pergilah!" usir Aileen. Kedua sahabatnya Aileen yang sedang duduk di sofa, hanya bisa diam saja dan tidak dapat berbuat apa-apa. Mereka berdua ingin membujuk Aileen supaya Aileen tidak bersikap seperti itu kepada Bara namun kedua gadis itu terlalu takut kepada Bara sehingga mereka berdua hanya bisa menahan diri untuk tidak ikut campur dengan urusan kedua orang itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN