Sudah tidak terasa kini sudah 1 bulan lamanya Bara mengejar Aileen, laki-laki itu masih belum menyerah juga sampai sekarang. Padahal gadis yang ia kejar, sudah sering kali terang-terangan menolak dirinya, bahkan Aileen juga pernah mengatakan kepada Bara bahwa dirinya tidak akan pernah jatuh cinta kepada laki-laki itu namun, Bara tidak akan menyerah begitu saja ia tidak perduli jika omongan Aileen terus seperti itu kepadanya, justru Bara merasa dirinya sedang melakukan sebuah misi yang sangat ia sukai.
Hari ini Oma Bara akan berangkat menuju ke rumah sakit untuk memeriksa kesehatannya, awalnya Bara ingin menemani Oma nya ke rumah sakit akan tetapi, tiba-tiba saja Bara mendapatkan sebuah panggilan dari sekretaris nya bahwa orang yang telah melakukan korupsi beberapa waktu yang lalu telah membuat masalah lagi di perusahaannya. Padahal Bara sudah memberikan hukuman yang ringan kepada orang itu namun sepertinya, hukuman tersebut masih belum membuat orang itu takut dan malah semakin bertingkah aneh.
"Oma ... Oma harus berhati-hati lah dijalan. Kalau ada apa-apa telpon saja, Bara," ucap Bara yang senantiasa mengingatkan Oma nya itu, sedangkan kedua orang tuanya masih belum juga kunjung datang dari luar negeri karena masih ada pekerjaan yang belum bisa di tinggalkan saat ini, sehingga kedua orang tua Bara berharap kepada Bara untuk menjaga Oma nya dengan sangat hati-hati.
"Cucu Oma, tidak perlu khawatir. Lagian ada pak supir juga yang mengantarkan dan sekaligus menjaga Oma pergi," jelas Oma Bara sambil tersenyum.
"Pak, antarkan Oma hati-hati ya, Pak?" ucap Bara kepada supir pribadinya.
"Baik, Tuan," jawab sang supir.
"Seandainya Jamal dan Jamil sedang tidak sibuk menghalangi orang itu, mungkin mereka berdua bisa menjaga," jelas Bara.
"Sudah, sudah. Oma tidak apa-apa, kok. Sebaiknya kamu berangkat lah ke kantor sekarang," ucap Oma.
"Baiklah, Oma." Bara pun mencium punggung tangan Bara, lalu mengecup kedua pipi Oma nya dengan lembut.
Sekarang Bara pun berangkat menuju ke arah kantornya dengan sangat tergesa-gesa karena sekretaris nya terus menelpon dirinya, sedangkan kedua pengawalnya Jama dan Jamil sudah kewalahan untuk menghalangi orang tersebut. Sekarang Bara tidak berangkat sendirian, ia mengajak beberapa pengawalnya untuk ikut dengannya ke kantor.
Bara melihat jam di tangannya baru saja menunjukkan pukul setengah 7 pagi, biasanya ia berangkat jam 8 hingga jam 9 pagi ke kantor dan sekarang dirinya seperti orang yang sedang di kejar-kejar oleh rintenir saking kesalnya kepada orang tersebut.
Mobil pun telah tiba di depan kantor dan Bara melihat sendiri, orang itu sedang berusaha untuk memukul karyawan yang berada di kantornya, sedangkan security-nya mengalami luka di bagian kepalanya, akibat menghalangi orang itu yang ingin sedang mengamuk.
"Hentikan dia segera!" perintah Bara dengan dingin, ia sangat geram dengan mantan karyawannya yang sudah berani mengkhianati dirinya.
"Jangan mendekat!" Tiba-tiba saja orang itu menondong senapan ke arah orang-orang yang ingin menangkap dirinya dan tentu saja tidak ada yang berani untuk mendekat.
Sedangkan pengawal Bara mereka memang memiliki senjata akan tetapi, mereka tidak ingin mengeluarkan nya takut nya mereka saling tembak menembak di hadapan kantor, lalu melukai orang-orang yang berada di sekitar kantor tersebut.
"Sialan! Kenapa laki-laki semakin mempersulitkan aku saja?!" kesal Bara yang sudah sangat marah besar karena akibat karyawannya itu, dirinya sampai tidak bisa mengantarkan Oma nya ke rumah sakit dan bahkan membuat dirinya terasa terganggu. Seandainya tidak ada orang banyak disekitarnya, mungkin Bara sudah dari tadi menembak mati orang itu dan membereskannya dengan dengan segera mungkin.
"Sebenarnya apa yang kamu inginkan?" tanya Bara dengan pak Wanto, ia mencoba untuk bersabar menghadapi mantan karyawannya itu.
"Aku hanya ingin Bapak memberikan aku uang yang banyak karena Bapak sudah berani mengusur rumah ku!" ucap pak Wanto dengan geram.
Sejak dirinya ketahuan melakukan korupsi, dari situlah Bara mulai memberikan pelajaran kepada pak Wanto sebagai bayaran atas semua yang yang di ambil. Bahkan rumah yang di gusur pun tidak sebanding dengan uang yang di korupsi olehnya karena keluarga pak Wanto sudah terlebih dahulu pergi ke luar negeri membawa kabur uang tersebut. Bara yang sangat geram hanya bisa menahan rasa amarahnya dan memberikan sedikit pelajaran kepada pak Wanto dengan memecatnya dari perkerjaannya serta rumahnya di gusur beberapa Minggu yang lalu.
"Kembalikan uang yang kamu ambil terlebih dahulu, maka rumah kamu akan aku bangun kembali!" Mendengar kalimat itu, pak Wanto pun seketika terdiam karena tidak mungkin baginya untuk mengembalikan uang yang kini sudah tidak ada di tangannya.
"Aku tidak akan pernah memberikan uang itu kepada kamu!"
"Aku pun sama tidak akan membangun atau pun memberikan uang itu untuk mu!" sahut Bara.
"Tapi Bapak sudah keterlaluan! Bapak telah mengambil usaha yang aku bangun hingga bertahun-tahun lamanya dan aku ingin Bapak segera memberikan toko itu kepada ku, setidaknya hanya itu yang bisa aku miliki!" ucap pak Wanto, ia begitu frustasi ketika mengetahui toko yang cukup besar milik nya telah menjadi atas nama Bara saat ini.
Saat ingin menjawab ucapan pak Wanto, tiba-tiba Bara mendapatkan sebuah panggilan masuk di ponselnya dan ia melihat panggilan tersebut ternyata dari Oma nya sendiri. Bara pun dengan segera mengangkat panggilan tersebut.
Belum sampai 15 detik, Bara langsung menjatuhkan ponselnya dan hingga ponselnya terjatuh ke tanah. Jamal yang melihat itu segera mengambil ponsel tuan nya dan memberikannya segera kepada tuan nya yang terlihat seperti sedang mendapatkan sebuah masalah yang serius saat ini.
"Oma ..." Kedua tangan Bara terlihat bergetar hebat dan Jama semakin penasaran apa yang sebenarnya terjadi.
"Ada apa, Tuan?" tanya Jamal.
"Oma ... kecelakaan ..." Bara segera masuk ke mobil dan memerintahkan Jamal untuk menyetir mobil.
Jamal juga sangat terkejut ketika mendengar ucapan tuan nya barusan, ia pun langsung menuju ke rumah sakit yang telah dikatakan oleh Bara barusan. Mobil melaju dengan sangat cepat sedangkan Bara yang duduk di kursi tengah, begitu sangat gelisah tidak karuan memikirkan bagaimana keadaan Oma nya saat ini. Bara pun berulang kali menyalahkan dirinya karena tidak bisa mengantarkan Oma nya sendiri ke rumah sakit.
"Ini semua salahku! Ini semua salahku!" Tanpa terasa Bara meneteskan air matanya karena sangat takut jika terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan olehnya.
Sudah 20 menit menempuh perjalanan menuju ke rumah sakit, kini mobil sudah terpakir di tempat parkiran. Bara segera berlari secepat mungkin dan langsung menuju ke ruangan yang dikatakan oleh dokter yang menelponnya tadi. Bara tampak ngos-ngosan sehabis berlari, ia melihat ada sebuah tulisan di atasnya yang sangat ia takutkan di seumur hidupnya. Bara tidak berhenti untuk mondar-mandir namun, matanya tanpa sengaja memandang ke arah sosok seseorang. Ia ingin menghampiri nya akan tetapi, dirinya lebih baik mementingkan Oma nya yang sedang berjuang di ruang operasi saat ini.
"Oma, maafkan aku. Aku cucu yang sangat tidak becus menjaga Oma ..." Bara sudah tidak sabar lagi untuk melihat keadaan Oma nya, ia sangat berharap Oma nya bisa melewati semuanya dan mau berjuang untuknya.