Arsen sampai di apartemennya. Ketika masuk, Arsen terkejut melihat Aleia tengah berbaring di sofa, menunggunya.
Aleia mengucek matanya, ketika mendengar suara beep.
“Kamu sudah pulang, Yang?” tanya Aleia menyambut kepulangan Arsen dengan senyum mengembang.
“Iya. Sejak kapan kamu di sini?”
“Sejak tadi. Aku menelponmu berkali-kali, namun yang mengangkatnya Rubi, katanya kamu ada acara penyambutan di hotel.”
“Iya.”
“Kamu sudah makan malam?” tanya Aleia.
“Sudah.”
“Aku udah masak makanan kesukaan kamu loh, makan ya biar dikit.”
“Kamu makan sendiri saja, aku lelah, aku butuh bantal saat ini.” Arsen berjalan menuju kamarnya, meninggalkan Aleia yang tengah tertegun. Aleia paham karena Arsen baru tiba dari Jerman dan langsung ke hotel.
Hubungan Bara dengan Aleia memang sudah tidak sebaik dan semesra dulu, semenjak Aleia meninggalkan Arsen ke Tiongkok dan kembali tanpa menjelaskan apa pun pada Arsen tentang alasannya meninggalkan kekasihnya waktu itu. Arsen mulai menutup hatinya untuk Aleia. Namun Arsen tidak menolak Aleia ketika kembali ke sisinya meski tanpa penjelasan. Arsen sudah terlanjur berjanji pada kedua orangtua Aleia, bahwa akan menjaga Aleia dengan baik.
****
Helena masuk ke gedung kantor, membawa sebuah kresek yang isinya adalah jas milik Arsen, Helena harus mencari buku catatannya dengan cara mengembalikan jas milik atasannya itu, buku yang selalu ia bawa untuk menjelaskan bagaimana hari yang ia lewati.
Helena merasa telah melupakannya di mobil Arsen, jika itu terjadi, Helena berharap Arsen tidak melihat buku catatannya atau setidaknya mengabaikannya.
Sampai disebuah ruangan yang memiliki pintu kembar yang besar dan tinggi, di depan pintu tersebut ada dua meja yang saling berhadapan, menunjukkan seorang pria dan wanita tengah sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing.
“Permisi,” sapa Helena.
“Ya?” Seorang wanita yang bernama Jennifer mendongak, wanita itu cantik dan blasteran bule, wajahnya manis dan postur tubuhnya tinggi bak model.
“Anda mencari siapa?” tanya seorang pria, yang bernama Rubi.
“Saya mencari Pak Arsen, apakah saya bisa bertemu dengan beliau?”
“Apa anda sudah membuat janji?” tanya Rubi.
“Belum. Tapi, saya haus mengembalikan sesuatu,” jawab Helena.
“Sepertinya saya sering melihat anda.” Rubi menyelidiki.
“Saya salah satu staf keuangan. Nama saya Helena,” jawab Helena memperkenalkan diri.
“Jen, katakan pada Pak Arsen, bahwa seorang staf mencarinya untuk mengembalikan sesuatu,” pintah Rubi.
Jennifer mengangguk lalu melangkah memasuki ruangan sang CEO.
Satu menit kemudian, Jennifer keluar dari ruangan Arsen. “Silahkan masuk.”
Helena berjalan masuk ke ruangan Arsen dan berhenti sejenak. Helena dengan ragu melanjutkan langkah kakinya, ia tidak berharap harus dekat dengan atasannya, namun tidak baik jika seorang staf biasa salah paham dengan sikap manis sang CEO yang memiliki jabatan tertinggi di perusahaan ini.
“Ada apa?” tanya Arsen, terlihat pria tampan itu tengah menginput sesuatu dilayar laptopnya dengan memakai kaca mata baca, membuatnya terlihat lebih tampan dan berkarisma.
“Maaf, Pak, saya kemari mengembalikan jas milik anda,” kata Helena.
“Wah … apa-apaan ini? Kamu tidak mencucinya? Dan, mengembalikannya dengan cara seperti ini, menggunakan kresek kusut seperti itu, apa kamu tahu harga jas saya itu? Gaji kamu sampai lima tahun juga tidak akan mampu membelinya.” Arsen menyombongkan diri. Apa-apaan ini? Apa yang wanita cantik itu harapkan? Helena merasa kecewa mendapatkan sikap yang berbeda dari kemarin.
“Maaf, Pak, tapi—“
“Seharusnya apa yang kau dapatkan sebagai bantuan, setidaknya kembalikan dengan cara yang lebih baik.” Arsen sengaja memotong kalimat Helena.
“Baiklah. Saya akan membawanya kembali nanti.”
“Ya sudah, kamu bisa pergi.” Arsen kembali fokus pada layar laptopnya, terlihat Helena sedang berpikir keras, sikap Arsen berubah drastis, kemarin dia pria yang manis dan sekarang terlihat tegas.”
“Ada yang ingin saya tanyakan.” Helena melanjutkan. Arsen mendongak menatap Helena yang masih berdiri di depan meja kerjanya.
“Apa itu?”
“Apa anda melihat buku catatan saya? Bentuknya segiempat dan ukurannya lebih mini dibandingkan buku lainnya, saya merasa buku catatan saya itu jatuh di mobil anda.” Helena berpikir sejenak. Semoga saja benar.
“Oh … jadi itu milikmu?”
“Anda menemukannya?”
“Ya. Warnanya merah muda dan isinya tentang isi hati kamu?”
“Anda membaca buku catatan saya?” Helena merona.
“Tentu saja. Saya akan membacanya karena buku itu ada didalam mobil saya, saya harus membacanya untuk menemukan siapa pemiliknya.” Arsen menjawab.
“Saya mau memintanya balik.”
“Hem … biarkan saya bertanya.” Arsen memberi jeda. “Pacarmu itu pelit, ya?”
“Bapak membaca buku catatan saya? Anda melakukan itu seakan-akan kurang kerjaan, sampai membaca buku catatan orang lain.” Helena memberi jeda. “Dan pacar saya itu tidak pelit, dia hanya menghemat untuk biaya pernikahan kami.”
“Saya sudah bilang, saya harus membacanya untuk mengetahui siapa pemiliknya.” Arsen mengelak, membuat Helena mencoba bersabar menghadapi atasannya itu.
“Terserah anda! Kembalikan saja buku catatan saya.”
“Jangan bertahan pada pria sepertinya, jangan membiarkan dirimu mengacu pada pernikahan bahagia, sehingga kamu tidak dapat menilai pria seperti apa kekasihmu itu.” Arsen beranjak dari duduknya.
“Pria yang menyuruh wanitanya berhemat bersamanya demi kelangsungan hidup kalian, sedangkan pacarmu pasti mengetahui dengan jelas bagaimana beban hidupmu. Tinggalkan dia, itu bukan hidupmu melainkan hidup pacarmu.” Arsen menambahkan.
“Bapak siapa beraninya menyuruh saya mengakhiri hubungan yang sudah lama saya bina? Apa anda berpikir saya akan meninggalkan pacar saya hanya karena omong kosong yang anda katakan?”
“Saya hanya mengingatkan, dia bukan pria yang seharusnya menjadi suamimu, dia tidak akan membuatmu bahagia, siapa yang akan bertahan setiap malam hanya memakan mie cup saja? Kamu? Aku yakin … kamu pun tidak tahan.” Arsen menunjuk Helena, membuat lutut Helena gemetar.
Arsen merangkul pinggang Helena, membuat Helena memekik, lalu menjauh dari atasannya itu.
“Anda jangan menyentuh saya,” tekan Helena menjauh dari Arsen. Pria yang sempat membuatnya penasaran.
“Kenapa? Aku tahu, kata-kataku ini membuatmu ragu terhadap pacarmu.”
“Anda jangan macam-macam, atau saya teriak?”
“Teriak saja, tidak akan ada yang mendengarnya, apalagi percaya bahwa saya m***m seperti katamu,” tantang Arsen.
“Ambil jas anda, dan kembalikan buku catatan saya.” Helena menekankan. “Anda sudah mengganggu dan membaca privasi saya. Siapa pun anda, apa pun jabatan anda, anda pun bisa di tuntut.”
“Berani menuntut saya? Kalau begitu, tuntut saja, saya tidak takut.” Arsen menantang, membuat Helena tidak bisa berkedip dan berusaha mengatur napasnya.