Kana menepuk - nepuk pipinya perlahan agar tak tertidur selama perjalanan setelah seharian berada di pabrik yang berada cukup jauh dari kota Bandung. Setelah semalaman dibuat galau hatinya oleh Jiyo, Kana terbangun dengan perasaan lelah karena kurang tidur.
Dan sejak pagi mereka sudah harus berangkat menuju pabrik lalu bekerja cukup lama sampai hari menjelang sore baru kembali ke arah Bandung. Belum lagi nanti malam ada gala dinner yang diadakan pak William membuat Kana nelangsa karena rasanya ia tak punya tenaga lagi untuk berkerja.
Kali ini ia tengah berusaha untuk tetap tersadar walau ia merasa mengantuk luar biasa karena Jiyo masih meeting online selama perjalanan mereka dari pabrik menuju kota Bandung. Walau tak perlu mencatat MOM, tetapi Kana merasa tak enak jika ia sampai tertidur apalagi kini ia duduk di belakang bersama Jiyo.
Kana mencoba pura-pura melihat pemandangan keluar jendela dan mencuri waktu untuk tertidur dengan menutup matanya sesaat. Tetapi beberapa detik kemudian ia pun kembali tersentak bangun mendengar suara Jiyo yang tengah presentasi pada client. Andai saja ia duduk di depan alangkah nikmatnya, pikir Kana. Ia pasti sudah bisa tertidur lelap tanpa Jiyo tahu.
Pemandangan jalan tol yang begitu lurus dan panjang seolah menghipnotis Kana untuk segera tertidur. Kali ini gadis itu tak bisa mengendalikan dirinya lagi. Ia mulai tertidur lelap sambil duduk tegak sampai kepalanya berputar kesana kemari sehingga menarik perhatian Jiyo.
Jalanan tol yang bergelombang membuat Kana seperti melompat-lompat dalam duduknya dan akhirnya kepalanya ke arah laptop yang berada di pangkuan Jiyo. Untung saja Jiyo dengan sigap menahan kepala Kana dan mengarahkannya perlahan ke bahunya, karena gadis itu sudah seperti orang pingsan karena benar-benar tak terbangun.
Jiyo memutuskan untuk mengakhiri meeting onlinenya karena khawatir pada Kana yang terantuk kesana kemari. Gadis itu sempat terbangun saat wajahnya menabrak kaca jendela cukup keras tetapi hanya sesaat sebelum ia kembali menutup matanya untuk tidur.
“Kana… bangun…. Lihat aku,” panggil Jiyo cemas karena mendengar benturan kepala Kana ke jendela mobil setelah ia bergegas menutup laptopnya dan memeriksa kepala Kana.
Kana hanya menggeliat sesaat, membuka matanya dan menatap Jiyo dengan pandangan kosong dan masih tampak linglung.
“Kamu makan apa sih? Kok bisa seperti orang abis minum obat tidur begini?!” tanya Jiyo heran sekaligus cemas karena Kana seperti boneka lemas tak berdaya.
“Kamu ngantuk?” tanya Jiyo lagi mencoba berkomunikasi dengan Kana, tetapi gadis itu hanya mengangguk.
“Sini, tidurlah…” ucap Jiyo sambil menepuk bahunya agar Kana bersandar dibahunya. Tanpa disuruh gadis itu segera meletakkan kepalanya di bahu Jiyo, tetapi kondisi itu hanya sebentar saja karena tak lama kemudian Jiyo harus segera menahan nafasnya karena wajah Kana perlahan menuruni dadanya dan hampir tersungkur tepat kepangkuan Jiyo.
“Kana…” panggil Jiyo yang berusaha keras mempertahankan tubuh Kana agar tetap duduk tegak.
Akhirnya Jiyo menyerah, ia segera melipat jas nya dan menjadikannya bantal diatas paha dan membantu meletakan Kana diatas pangkuannya. Mobil sedan mewah itu membuat Kana tertidur meringkuk.
Jiyo menghela nafas panjang, keningnya sampai berkeringat halus karena berjuang menahan hasratnya ketika Kana menyentuh Jiyo hampir diseluruh tubuh secara tak sengaja, bahkan kini ada noda lipstik yang panjang di kemeja Jiyo dari bibir Kana saat melorot ke dalam pelukannya.
“Ck, kamu nih…” gerutu Jiyo sambil menatap Kana yang tertidur lelap lalu perlahan mengusap lengan asisten pribadinya itu. Tangannya tetap berada disana seolah menjaga Kana agar tetap tidur dan tak terganggu.
Kana segera menyentuh wajah dan bibirnya dengan punggung tangan karena takut ada air liur yang mengalir pipinya. Ia baru tersadar bahwa ia tertidur di pangkuan Jiyo selama perjalanan menuju bandung.
“Kalau masih mengantuk, kamu masih bisa tidur lagi sampai pukul 4 sore. Tetapi setelah itu kamu harus segera mandi dan berdandan. Karena acara gala dinner kita pukul 7 malam,” ucap Jiyo sambil membantu Kana mengatur rambutnya.
Kana yang masih linglung hanya bisa mengangguk dan segera merapikan rambutnya tanpa kata karena masih syok terbangun diatas pangkuan sang bos.
“Ayo turun, sini aku pegangi, nanti kamu jatuh…” ucap Jiyo sambil turun terlebih dahulu dan membantu Kana untuk keluar dari mobil lalu tetap memegang lengan Kana sambil berjalan ke dalam hotel sampai menuju lift.
“Aku jemput kamu di depan kamar pukul 7 nanti,” ucap Jiyo sebelum akhirnya ia berpisah dengan Kana menuju kamarnya sendiri.
Di dalam kamar Kana hanya bisa menjambak dan memukuli wajahnya pelan karena tak bisa mengendalikan rasa kantuknya bahkan sampai tak sadar dengan apa yang terjadi. Betapa terkejutnya Kana saat menatap wajah di depan cermin. Rambutnya yang dikepang terlihat berantakan, begitu pula dengan lipstik merahnya yang sudah belepotan sampai dagu.
“Dasar bodohhh!” gumam Kana memarahi dirinya sendiri.
Tetapi kejutan untuk Kana tak berakhir disitu, tetap pukul 4 sore bel pintu kamarnya berbunyi dan Kana melihat dua orang perempuan berdiri didepan kamarnya.
“Halo, dengan mbak Kana. Saya Fina dan ini asisten saya, kami MUA yang dihire mbak Karina untuk membantu mbak Kana dress up malam ini,” ucap perempuan yang bernama Fina.
“Membantu saya?” ucap Kana balik bertanya.
“Sebentar ya mbak …” ucap Kana bingung dan segera menutup pintu lalu menghubungi Karina untuk meminta penjelasan.
“Pak Jiyo yang suruh, dia suruh aku kemarin malam untuk carikan MUA untuk membantu kamu berdandan, dia bilang kalian hari ini akan sangat sibuk sehingga tak mungkin lagi kamu bisa mencari salon untuk menata rambut dan make up. “
Mendengar penjelasan Karina, Kana segera membuka pintu kamar hotelnya lebar-lebar dan mempersilahkan Fina dan asistennya masuk dan memutuskan komunikasi dengan Karina walau Karina belum selesai bicara padanya.
“Permintaannya, makeup bold natural karena dress nya warna champagne ya mbak? Mau coba trend make up thailand gak mbak? Soalnya contour wajahnya sudah sangat bagus, kalau make up ala thailand gitu pasti hasilnya cantik banget!” ucap Fina sambil membuka tas makeup nya.
“Hah? Dress warna Champagne?” tanya Kana bingung sambil menatap dress terusan hitam yang ia miliki dan sudah tergelar diatas ranjang.
Bel pintu kamarpun kembali berbunyi, kali ini asisten Fina yang segera membukakan pintu karena Kana tengah didandani. Perempuan itu segera kembali menghampiri Kana sambil membawa kotak besar.
“Ini pakaiannya sudah diantar mbak,” ucap sang asisten sambil membuka kotak pakaian.
“Dari siapa mbak?” tanya Kana ingin tahu.
“Tadi katanya dikirim atas nama Karina untuk Kana,” jawab sang asisten. Kana pun hanya mengangguk walau sedikit bingung mengapa Karina sampai meminjamkannya pakaian untuk gala dinner nanti. Walau begitu di dalam hati Kana ia merasa berterima kasih karena Karina begitu memperhatikan dirinya.
Jiyo tengah berdiri didepan pintu kamar Kana sambil merapikan pakaiannya ketika pintu kamar itu terbuka dan terlihat Kana tengah berdiri dengan cantiknya menggunakan gaun berwarna champagne panjang yang jatuh mengikuti lekuk tubuhnya.
“Cantik … cantik sekali …” puji Jiyo sambil tersenyum dan tanpa sadar segera merangkul pinggang Kana.
“Bapak!” bisik Kana tampak terkejut dengan sikap Jiyo apalagi masih ada Fina dan asistennya yang tengah merapikan gaun yang digunakan Kana.
“Ayo kita pergi,” ajak Jiyo sambil melepaskan rangkulan dipinggang Kana dan seolah mempersilahkan Kana untuk berjalan terlebih dahulu.
Tetapi sepatu yang digunakan Kana cukup tinggi, sehingga gadis itu berjalan pelan karena takut jatuh terinjak oleh gaunnya sendiri. Melihat langkah Kana yang perlahan, Jiyo segera meletakkan tangan Kana untuk merangkul lengannya.
“Maaf ya pak …” ucap Kana saat menyadari bahwa Jiyo mengetahui masalahnya yang tak terbiasa mengenakan sepatu berhak tinggi.
“Tak apa, selama pesta kamu boleh pegang tanganku jika takut jatuh,” bisik Jiyo lembut sambil berjalan perlahan mengikuti langkah Kana.
Selama pesta berlangsung Jiyo tak pernah meninggalkan Kana sendirian. Gadis itu merasa sangat tertolong berada disamping Jiyo, karena sang atasan selalu berbisik membantunya bahkan sampai urusan memilih sendok dan garpu untuk digunakan di menu yang mana.
Jiyo pun selalu mengajak Kana kesana dan kemari ketika mingle dengan para koleganya. Bahkan ia membiarkan beberapa tamunya menyapa Kana dan menyangka gadis itu adalah pasangannya tanpa meluruskannya.
Kana hanya bisa mengikuti Jiyo sambil merangkul lengannya atas perintah Jiyo. Atasannya itu pun sesekali menarik dirinya agar lebih dekat atau merangkul pinggangnya ketika ada orang-orang menyapa Kana sebagai Mrs. Jiyo. Ia tak bisa memungkiri, sikap Jiyo yang begitu romantis dan posesif membuat hati Kana terasa berbunga-bunga.
Apalagi setelah pesta usai dan Kana juga Jiyo harus kembali ke hotel, tanpa ragu Jiyo melepaskan sepatu Kana di dalam mobil dan meletakan kaki Kana di pangkuan Jiyo untuk ia pijat perlahan.
“Mau aku gendong sampai kamar?” ucap Jiyo menawarkan diri saat membantu Kana keluar dari mobil.
“Bapak, ah! Gak usah … aku lebih baik jalan tanpa alas kaki saja, biar sepatunya aku jinjing,” ucap Kana tersipu malu mendengar tawaran Jiyo.
“Besok kamu pulang jam berapa naik kereta cepat? Biar nanti aku suruh sopir untuk mengantarmu ke stasiun,” tanya Jiyo sambil menuntun Kana dan berjalan bersamaan masuk ke dalam hotel.
“Mas!” panggilan seseorang menyadarkan Kana dan Jiyo. Kedua atasan dan bawahan itu tampak terkejut saat melihat Hera berada di lobby hotel.
“Mbak Hera …,” panggil Kana perlahan.
“Eh, Kana … kamu menginap disini juga?!” tanya Hera ikut terkejut saat melihat Kana yang bersama Jiyo. Ia tak menyangka bahwa Kana akan diinapkan di hotel yang sama dengan Jiyo. Dipergoki Kana seperti saat ini membuat hati Hera cemas sekaligus senang.
Sebelum Jiyo berangkat ke Bandung bersama Kana, Hera berusaha membujuk Jiyo untuk bertemu di akhir pekan.
“Sampai hari jumat, aku masih banyak urusan di Bandung. Kalau kamu mau, kamu bisa menyusulku hari Sabtu,” ucap Jiyo ketika Hera merengek ingin menghabiskan waktu bersama.
Kini perempuan itu sudah berada di Bandung karena tak sabar untuk bertemu dengan Jiyo sehingga ia tak berpikir panjang dan segera berangkat menuju Bandung saat waktu kerja selesai.
“Bukannya kamu akan datang hari Sabtu?” bisik Jiyo seolah tersadar bahwa ia sudah ada janji untuk bertemu Hera besok.
“Aku gak sabar pengen ketemu … kangen …” bisik Hera perlahan agar Kana tak mendengar pembicaraan mereka.
“Kalau gitu saya permisi dulu ya pak … mbak… saya mau istirahat dulu,” ucap Kana segera berpamitan ketika melihat atasannya tengah berdekatan mesra dengan Hera.
“Kana tunggu sebentar! … Ini keycardku, kamu tunggu aku dikamar,” ucap Jiyo sambil menyerahkan keycard kamarnya pada Hera dan segera menyusul Kana yang memutuskan untuk menuju kamar dengan pintu list yang lain.
“Kana! Tunggu!” panggil Jiyo sambil menarik Kana agar mereka bisa berbicara.
Jiyo segera mendorong Kana perlahan ketembok dan menahan kedua tangan gadis itu dengan kedua tangannya padahal salah satu tangan Kana tengah memegang sepatu. Mereka saling menatap dalam sebelum Kana memalingkan wajahnya karena takut Jiyo melihat gumpalan air mata yang siap tumpah dari mata Kana.
“Tunggu, biar aku jelaskan soal Hera….”
“Sudah tidak perlu! Ini sebabnya saya gak pengen berteman dengan bapak! Bapak pikir mudah untuk saya menyimpan satu rahasia lagi tentang hubungan bapak dengan mbak Hera?!” ucap Kana spontan mencari alasan agar bisa melampiaskan rasa marahnya yang tiba-tiba muncul pada Jiyo.
“Kana …”
“Sudah ya pak , saya pamit dulu. Tenang saja, rahasia bapak aman sama saya!” ucap Kana cepat segera masuk ke dalam lift ketika lift itu terbuka. Kana hanya bisa memalingkan wajahnya ketika ia menyadari Jiyo menatapnya sampai pintu lift itu tertutup rapat.
Kana berjalan cepat menuju kamarnya dan segera masuk seperti orang yang baru saja dikejar setan. Nafasnya terasa sesak dan tak beraturan. Tiba-tiba saja ia merasa ingin menangis dan merasa patah hati. Ia merasa sangat bodoh karena dua hari ini terlena akan sikap Jiyo dan berpikir pria itu menyukainya.
Bayangan Mahesa dan Jiyo muncul melintas di benak Kana dan membuat Kana terisak perlahan karena menyadari pria-pria itu hanya mimpi indah untuknya.
Bersambung.