Orang-orang akan saling mengkhianati, dan aku tidak akan pernah bisa percaya pada siapa pun
|
|
|
Sangat pelan, Ash menutup pintu yang menjadi pembatas ruangan Neo dengan dunia di luar nya. Membiarkan pria itu tetap di sana bersama kenangan masa lalunya setelah dia juga meninggalkan secangkir teh yang dia racik sendiri juga sepiring makanan ringan untuk menemani majikan nya menghabis kan sisa malam dengan buku yang belum habis dia baca.
Ash tahu kalau Neo sudah melihat seseorang dari masa lalu nya melalui wajah gadis itu, dan itu adalah cara terbaik bagi Ash untuk membangkitkan sekali lagi alasan kenapa tuan nya itu masih hidup di dunia ini.
Penthouse mewah itu hanya disinari lampu-lampu berwarna keemasan yang membuat hampir keseluruhan ruangan nya terlihat megah dengan pencahayaan yang terkesan minim. Ash memang sengaja tidak menyalakan lampu utama untuk setiap sudut rumah itu, karena dia tahu Neo tidak pernah menyukai ruangan yang terlalu terang, jadi hampir setiap malam Ash selalu membiarkan nya seperti itu.
Lagi pula, di rumah ini tidak pernah ada siapa pun, jadi tidak pernah ada masalah jika pun Ash membiarkan semua lampu tetap mati dan menyisakan ruangan majikannya saja yang menyala.
Ding dong ....
Ding dong ....
Bel pintu rumah yang tidak pernah berbunyi selama mereka tinggal di rumah itu kali ini terdengar sangat nyaring, menggema hampir ke setiap sudut rumah megah itu. Bahkan dengan semua kesunyian ini, suara bel itu mungkin saja bisa membangunkan orang mati dari kuburan nya.
Ash berjalan menuju pintu depan dan berusaha mencari tahu siapa kira-kira tamu pertama mereka?
Karena sejauh yang Ash ingat, siapa pun yang punya urusan dengan Neo hanya akan menunda keinginan bertemu nya sampai mereka mendapatkan tempat lain di luar sana selain di kantor.
Tapi sepertinya tamu pertama mereka adalah yang orang yang rasa nya tidak asing
Benar saja, setelah Ash mencapai pintu depan dan membuka kedua daun pintu dari kayu jati kualitas terbaik itu dia menemukan seorang gadis yang sedang berdiri gusar di depan pintu. Itu Nana.
Gadis berambut ikal setengkuk itu masih memakai kacamata hitam dan topi yang di berikan Ash padanya tadi siang.
Tapi kenapa dia masih mengenakan benda itu dan bertingkah seperti ada seseorang yang berusaha mengikuti nya? Bahkan setelah Ash membuka pintu pun, Nana langsung masuk tak peduli Ash mempersilakan nya atau tidak.
“Apa ada sesuatu terjadi?” tanya Ash penasaran.
“Tidak, hanya saja kau sudah menempatkan ku dalam kandang harimau dan menunggu giliran untuk digigit saat harimau itu sudah kelaparan.” Jawab Nana sambil melepas kacamata hitam dan topi yang dia pakai. Memperlihatkan paras cantik nya yang menawan juga rambut ikal nya yang indah.
“Kandang harimau?” ulang Ash tak paham. Kepala nya sedikit miring ke samping seolah mempertanyakan maksud kalimat yang di berikan Nana.
“Iya! Kau baru saja membuatku jadi santapan empuk penjahat-penjahat itu!” Jelas Nana lagi, dan kali ini Ash seperti memahami sesuatu.
“Lalu apa sekarang anda masih hidup?” canda Ash namun dibalas decak sebal gadis ini.
Nana yang mendengar itu langsung naik pitam. Dia melempari Ash dengan topi yang baru saja dia buka, namun dengan cepat Ash menghindarinya tanpa kesulitan, meski begitu Nana terus mencerca pria itu. “Kau benar-benar ingin melihatku mati konyol?”
“Hanya jika anda tidak kembali, mungkin saya akan berusaha mencari mayat anda lalu menguburkan nya dengan layak.”
“Sinting!” hardik Nana.
Makian demi makian diterima Ash dengan lapang d**a. Bahkan wajah nya masih bisa terus tersenyum sambil tangan nya berusaha mengambil topi gadis itu dari lantai. Menepuk nya beberapa kali untuk menghilangkan debu yang menempel di sana, seolah lantai di bawah kaki mereka sangat kotor.
“Kalau begitu beritahu aku apa yang sudah anda dapat hari ini?” tanya Ash penasaran pada apa yang didapat Nana setelah dengan berani gadis itu pulang ke rumah ini.
Berbeda dengan Ash, Nana bukan hanya merasa di manfaatkan, tapi Nana juga merasa kalau Ash memang sedang berusaha membunuh nya pelan-pelan.
Sekarang setelah dia ke luar dengan selamat dari kandang harimau, dengan gampang nya pria itu bertanya untuk hasil kerja nya tanpa menanyakan bagai mana keadaan perut nya?
Sungguh! Nana sangat kelaparan setelah seharian hanya memakan sepotong hot dog dan secangkir kopi yang dia bayar menggunakan uang nya sendiri.
“Tidak! Aku tidak akan mengatakan apa pun! Aku mau mandi, perutku juga lapar!” Ujar Nana sambil melempar kacamata yang masih di pegang Nana dan sukses di tangkap oleh pria bermata keemasan tersebut.
Meski mendapat perlakuan tak menyenangkan dari Nana, Ash tidak merasa tersinggung sedikit pun, dia malah tersenyum dan berkata.
“Wah mengerikan ... akan sangat merepotkan kalau anda mati kelaparan, silakan ikut saya.” Ucap Ash sambil berjalan meminta Nana mengikuti nya ke arah meja makan.
Tiba di meja makan, Nana seperti mendapat Jackpot untuk perutnya yang kelaparan sejak sore tadi. Bagai mana tidak, di atas meja itu sudah ada macam-macam makanan yang tersaji, mulai dari Appetizers, sampai Desserts, Ash juga tak pernah lupa menaruh beberapa jenis buah-buahan di atas meja makan seperti yang setiap hari dia lakukan, meski terkadang Neo tidak pernah memakan itu semua, tapi tetap saja Ash tidak pernah lupa menaruh dan mengganti nya setiap hari.
“Makanlah,” Ash memerintah.
“O—orang itu bagai mana?” tanya Nana.
“Orang itu?”
“Maksudku, orang yang membawa ku ke rumah sakit waktu itu?”
“Ah, maksudmu Neo. Anda tidak perlu menghkawatirkan nya, dia sudah makan dan kurasa makanan ini akan cukup untuk menghilangkan stress selama seharian ini anda menahan lapar.” Ash menjelaskan. Tentu saja hal itu disambut antusias oleh Nana.
Ash kembali tersenyum melihat bagai mana sepasang mata gadis berambut ikal setengkuk itu berbinar. ‘Sepertinya dia benar-benar kelaparan?’ pikir Ash sambil menutup sedikit mulut nya dengan jari tengah dan telunjuk.
Nana benar-benar beruntung karena Ash bilang kalau makanan sebanyak ini untuk nya sendirian? Rasanya seperti surga dunia, karena selama tinggal bersama kakak nya dia tidak pernah makan makanan dalam jumlah sebanyak ini dan kalaupun mereka punya makanan sebanyak ini, ini adalah porsi sepuluh orang. Dan tentu saja kakak nya tidak akan membiarkan Nana menghabis kan makanan-makanan itu sekaligus, setidak nya mereka harus menyisakan nya untuk dimakan lagi besok.
Terkadang Nana berpikir kalau kakak nya itu terlalu hemat dan terlalu menghargai makanan. Entah apa yang ada di masa lalu nya sampai dia berbuat seperti itu, tapi yang jelas itu sedikit menyebalkan.
“Kau tidak ingin ikut makan dengan ku?” Nana menawari namun di jawab sebuah gelengan kepala oleh Ash.
“Tidak, terima kasih.”
“Kau benar-benar tidak tergiur dengan makanan sebanyak ini?” Nana meyakinkan dan kembali hanya mendapat senyuman dari pria bermata keemasan itu.
Sebuah senyum yang Nana pikir ... mengerikan.
Jelas saja mengerikan. Sejak Nana melihat Ash tersenyum, Nana tidak pernah melihat mata pria itu ikut tersenyum juga. Dengan senyum palsu seperti itu Nana yakin kalau orang yang sekarang ada di hadapan nya sangat mengerikan.
Karena tidak pernah ada orang yang bisa tersenyum sepanjang waktu sementara mata nya sama sekali tidak menunjukan keteduhan.
‘Pria ini sangat misterius,’ itulah pikiran Nana untuk Ash saat pertama kali mereka bertemu. Tidak seperti kesan pertama nya untuk pria bernama Neo Arguandral. Dari wajah Neo Nana tahu kalau Neo Arguandral sama sekali tidak menyembunyikan apa pun di balik sepasang mata indah nya, sementara pria ini ... Ash seperti menyimpan ribuan kengerian, yang terus bersembunyi dan bersiap ke luar untuk menerkam siapa saja yang mengusik nya.
Mungkin alasan yang sama yang membuat Nana tidak bisa menolak perintah yang di berikan Ash padanya.
“Ba—baiklah, aku akan makan semua nya.”
“Itu lebih baik,” sambung Ash.
Sementara Nana menyantap makan malam nya sangat lahap hingga memenuhi seluruh rongga mulut nya, Ash masih di sana, berdiri dan memperhatikan gadis berambut ikat tersebut. Bahkan sesekali dia menuangkan segelas air dari sebuah teko kaca pada gelas Nana yang kosong setiap kali gadis itu tersedak.
“Anda suka bir?”
Nana menggeleng kuat, “Kau tidak perlu mencekoki ku dengan minuman seperti itu untuk apa yang ingin kau tahu, hanya saja apa yang kudapat hari ini sangat sedikit.” Jawabnya dengan mulut penuh dan tangan yang masih terus memasuk kan makanan ke dalam mulut nya.
Ash menaruh teko air ke atas meja. “Apa itu?”
“Tapi aku tidak mengerti apa yang mereka bicarakan,” Nana memulai.
“Mereka?”
“Iya,” Nana mencoba menelan makanan nya sekaligus agar dia bisa leluasa bicara dengan Ash, “aku melihat Christina menemui seseorang di salah satu tempat yang biasa dia datangi.”
“Di mana itu?”
“P—pokoknya di suatu tempat,” Nana mengelak, "dan mereka mengatakan sesuatu seperti sebuah merk dagang bernama Gar—apalah itu, aku tidak bisa mendengar nya dengan jelas.”
“Garnet?”
Hening seketika.
Suara yang menyambung kalimat Nana bukanlah Ash. Melainkan Neo yang entah sejak kapan sudah berdiri di sana, memandang ke arah mereka dengan tatapan sedingin es.
Spontan Nana bangkit dari duduk nya, berdiri dengan sikap sempurna meski mulut nya masih penuh oleh makanan yang berusaha dia kunyah hingga hancur, bahkan beberapa kali tangan nya terlihat mengelap mulut nya saat sedikit liur lolos dari sela bibirnya.
“Apa kau mendengar hal lain, selain mereka mengatakan soal Garnet?” tanya Neo sekali lagi namun sukses dibantah oleh Nana dengan sebuah gelengan kepala yang sangat kuat.
“Lalu apa saja yang sudah kau dengar?” Neo memaksa.
“A—aku hanya mendengar kalau, kalau Christina Hendrick memesan sesuatu pada produk dagang itu.”
“Sesuatu? Apa itu?” sekali lagi Nana menggeleng. Dia benar-benar tidak tahu apa yang dibicarakan Christina dengan orang itu sore tadi meski sekarang Neo mendesak nya.
Karena kalau dia harus jujur, dia juga hampir ketahuan oleh wanita berambut menyala yang di temui Christina.
Neo melirik ke arah Ash yang hanya berdiri mematung tak jauh dari Nana, meski tak sedikit pun menanggalkan senyum di wajah nya yang menurut Nana itu telihat sangat aneh.
“Lanjutkan makanmu.” Ujar Neo kemudian memilih pergi dari ruang makan diikuti Ash dari belakang. Sementara Nana hanya bisa memperhatikan sambil mengunyah sisa makanan yang masih memenuhi mulut nya.
Setelah beberapa langkah Neo meninggalkan ruang makan itu, Nana mencoba sedikit melirik Ash yang tetap saja tersenyum seolah dia tidak melihat kemarahan sama sekali di wajah majikan nya.
“Setelah makan, anda bisa langsung masuk ke kamar anda untuk beristirahat biarkan saja mejanya, akan saya bersihkan nanti. Dan beristirahat lah dengan baik karena besok saya masih punya sedikit pekerjaan lain untuk anda.”
Mengangguk, Nana tidak yakin, tapi ... dia tetap mengiyakan keinginan Ash.
_