Mungkin aku sudah seperti mereka, terjatuh dan tidak pernah bisa kembali.
|
|
|
Westminster City, West End.
Oxford Street,
London—Inggris.
15:40
Gadis ini menaikkan kacamata hitam yang dia kenakan. Meski pun tempat ini sangat ramai, tapi Nana—gadis itu—tidak ingin mengambil resiko dengan menyelinap dan membuat masalah dengan salah satu pengawal mengerikan dari seorang Christina Hendrick.
Ya, Christina Hndrick.
Putri tunggal dari Vastar Hendrick Al Rasyid. Atau lebih dikenal sebagai Vastar Al Rasyid, seorang pengusaha berlian terkenal yang memegang 90% perdagangan berlian hampir di seluruh penjuru dunia.
Nana bukan tidak mengenal siapa Christina Hendrick, kalau bukan karena hutang nya pada Neo Arguandral, mungkin Nana tidak akan terjebak bersama selembar koran yang menutupi wajah nya dan sepotong hot dog yang sekarang sedang berusaha mengganjal perutnya yang kelaparan.
Sungguh sial! Ash sama sekali tidak memberinya makanan sebelum Nana ke luar dari rumah itu. Ash hanya menyuruhnya mengumpul kan informasi tanpa di berikan sepeser uang pun untuk membeli makanan atau untuk biaya transportasi.
Dan sekarang, orang-orang yang di lihat Nana terlalu banyak. Dia tidak bisa fokus untuk menemukan satu di antara puluhan orang yang datang dan pergi secara tertatur. Tapi, Nana tahu kalau Christina sering datang ke tempat ini untuk membeli sebuah roti kesukaan nya di sebuah toko roti tepat di sebelah toko buku, di West End.
Dia tahu karena kakak nya sering mengatakan kalau Christina sangat menyukai rasa roti karamel di tempat itu, jadi hampir setiap sore dia selalu datang ke sana sendirian untuk membeli roti tersebut, memakan nya sambil di temani secangkir teh di tempat yang sama.
“kuharap kakak tidak bersama Christ hari ini,” gumam nya dengan mulut penuh dan mata yang terus waspada melihat sekeliling.
Nana tidak takut kalau dia memang harus jadi penguntit satu orang selama seharian penuh, hanya saja, orang yang berada di belakang targetnya adalah orang yang sama sekali tidak bisa dia perkirakan.
Nana tahu orang itu sangat baik ketika mereka di rumah, tapi akan berubah kebalikan nya saat dia dalam pekerjaan.
Sialnya, orang yang berada di belakang Christina Hendrick adalah kakak nya sendiri yang tidak akan segan membunuh siapa pun yang berani mengusik ketenangan majikannya. Itulah kenapa nyawa nya sedang dalam pertaruhan sekarang.
Ash sungguh seperti sangat tahu resiko macam apa yang harus dia terima karena sudah berani bermain-main dengan Neo Arguandral. Dan untuk pekerjaan nya ini, rasanya Nana pikir cukup jelas jika pria itu mengatakan kalau nyawa nya adalah taruhan.
Sambil terus mengunyah, Nana mengutuk pria yang menjadi pelayan setia Neo Arguandral itu.
Bahkan dalam hatinya, Nana terus berdoa agar kakak nya tidak bersama Christina hari ini.
Nana berdiri sambil melihat kanan dan kiri, melihat kalau-kalau ada seseorang yang dia kenal dan dia bisa bersembunyi sebelum dia di temukan.
Hampir dua puluh menit dia di sana, berdiri, bahkan hot dog yang dia makan pun sudah habis sekarang tapi Christina belum menampakkan batang hidung nya sedikit pun.
Bagai mana kalau Christ tidak ke tempat ini hari ini? Ke mana dia harus mencari Christ sementara dia tidak mungkin mendatangi Christ di rumah nya dan bertanya ‘Hai, Christ. Apa saja yang kau lakukan hari ini?’
Tidak!
Bodoh!
Itu sama saja bunuh diri!
Kakak nya pasti akan segera menghabisi nya kalau sampai itu terjadi, tapi yang lebih membuat nya tak habis pikir adalah, kenapa Ash meminta nya mencari tahu tentang kegiatan Christ hari ini?
Apa yang diinginkan orang-orang itu dari Christ? Atau ....
Nana terkekeh saat sesuatu yang sangat lucu menggelayutinya. “Mungkin saja Neo Arguandral suka pada Christ tapi dia tidak mau seperti membeli kucing dalam karung, jadi dia menyuruh ku untuk mencari tahu soal Christina. Pintar sekali.” Gumam Nana masih terkekeh.
Tentu saja, meski tak banyak yang mengenal Christ, tapi siapa pun akan tahu jika hanya mendengar nama Vastar Al Rasyid saja. Karena bagai mana pun, Christ adalah satu-satunya pewaris seluruh kekayaan pedagang berlian itu. Tidak heran jika Neo Arguandral mengingingkan Christ, pasti karena hartanya!
Setidak nya itu yang Nana pikirkan sekarang. Namun dengan cepat dia mengendalikan diri nya agar tidak dicap sebagai orang gila karena tertawa sendirian.
Nana masih berdiri sambil terus menengok kanan dan kiri saat sebuah mobil hitam jenis Ford berhenti tepat di sisi jalan tak jauh dari West End Book Store. Nana menghentikan tawa nya karena dia tahu mobil berwarna hitam itu milik siapa.
Cepat-cepat dia menarik kembali koran yang dia pegang untuk menutupi sebagian wajah nya sementara kacamata yang dia gunakan dia rapatkan kembali agar tidak gampang lepas atau miring. Karena kalau sampai Christ melihat nya, akan sangat berbahaya. Karena bagai mana pun Christ dan Nana saling mengenal.
Salahkan kakak nya yang selalu membawa dia ikut ke rumah Vastar Al Rasyid untuk menemani Christ bermain sejak wanita itu bangun dari koma panjang nya.
Meski usianya dan Chris cukup jauh berbeda tapi Christ lebih banyak menghabis kan hari-hari nya di rumah, melakukan Home Schooling dan sangat jarang sekali pergi ke luar. Dan kalau sesuatu mengharuskan Christ pergi ke luar dari rumah, maka dia akan selalu membawa kakak nya bersama. Tapi sekarang...,
Nana sama sekali tidak melihat sang kakak di sana. “Syukurlah,” gumam Nana lagi.
Seperti yang di prediksi Nana sebelum nya, Christina Hendrick masuk ke dalam toko roti tepat di sebelah toko buku di mana sejak tadi dia berdiri di sana seperti orang bodoh.
Sesuai tugas yang di berikan padanya, Nana ikut masuk ke dalam toko tersebut untuk mengikuti Christina dan tahu apa yang dia lakukan. Setelah masuk, Nana memilih duduk cukup jauh dari Christ namun dia tetap bisa melihat wanita itu dengan jelas.
Christina, perempuan cantik dengan tubuh indah itu mendekati salah satu tempat duduk di sudut ruangan, menjauh dari keramaian.
Mungkin bagi nya menghabis kan cemilan sore sendirian jauh dari pengunjung lain akan terasa lebih nikmat dibanding berbaur dan terganggu. Tapi dugaan Nana salah.
Christina terlihat mendekati seorang wanita yang sudah lebih dulu duduk di sana. Seorang wanita berambut merah lurus sebahu, wanita itu juga terlihat mengenakan sebuah kaca mata gelap, sangat kontras dengan gestur wajah nya yang oval. Sangat cantik dengan bibir yang merona merah merekah.
Dia mungkin akan melakukan kesalahan jika dia terlalu dekat dengan Christina, karena mereka saling mengenal maka tidak akan sulit bagi Christina untuk mengenali nya, tapi jika dia duduk terlalu jauh dia juga tidak akan bisa mendengar apa yang mereka bicarakan.
Bukankah yang diinginkan Ash adalah itu? Tahu setiap kata yang ke luar dari Christina?
Jadi Nana mengambil sebuah meja yang cukup dekat dengan Christina namun tidak terlalu dekat dan duduk sambil membelakangi gadis itu agar Christina tidak sadar kalau Nana di sana sambil terus berdoa kalau dia tidak akan bertemu kakak nya di tempat ini.
Setelah mereka duduk, seorang pelayan datang untuk menawarkan menu yang mereka miliki. Dengan cepat Nana hanya memesan segelas kopi dingin untuk mencairkan suasana yang dia rasa sangat panas ini. Sementara Christina memesan roti kesukaan nya.
“Kebetulan sekali, tidak biasa nya aku mendapatkan rekan bisnis seorang penjual berlian seperti anda, Nona Al Rasyid.” Ujar wanita itu. Dan Nana hanya bisa melirik gelisah dengan pendengaran yang terus dia pertajam.
“Tidak perlu basa-basi. Aku tidak punya banyak waktu. Sekarang aku ingin memastikan apa sampel yang kau kirimkan pada ku itu adalah bagian dari apa yang ku inginkan?”
“Kau tidak usah khawatir, dengan kerja sama yang sudah kita sepakati. Dan barang yang kami kirim pada anda adalah yang terbaik dalam kelas nya.” sepasang telinga Nana menangkap sebaris percakapan Christina dengan wanita itu, meski tidak terlalu jelas tapi Nana tetap berusaha mendengarkan. Menajam kan pendengaran nya agar dia bisa tahu apa yang sedang mereka bicarakan.
“Pastikan semua kualitas dan daya tahan nya adalah yang terbaik. Jika tidak aku tidak akan membayar kalian.”
“Anda tidak usah khawatir, nona. Semua nya sudah siap kami kirimkan dan semua nya sudah melewati uji kualiti kami.” Seksama. Nana terus mencermati isi percakapan mereka.
“Lucu sekali, barang yang akan kau dapatkan dari Garnet bukan barang sembarangan, semua kualitas dan ketahanan nya sudah kami uji dan lolos seleksi, kalau pun ada sampah, tidak akan pernah kami daur ulang seperti kebanyakan pabrik yang memproduksi botol pelastik.”
Nana menaikkan sebelah alis nya. ‘Christina seperti sedang melakukan transaksi, dan ... apa itu Garnet?’ Nana baru mendengar nama rumah dagang seperti itu, sebuah lebel yang sangat asing di telinga nya, tapi mungkin Ash bisa menjelaskan sesuatu tentang ini nanti.
“Akan kubayar sesuai harga yang kausebutkan, tapi kalau kau memberi ku barang yang tidak berkualitas, awas saja kau!”
Christina bangkit dari duduk nya sambil menunjuk tepat ke arah wajah wanita itu sambil bicara beberapa kata lain dengan nada sangat kecil hingga Nana tidak bisa mendengar percakapan mereka, setelah itu Nana melihat Christina berjalan menjauh dari tempat nya.
Spontan Nana membalikkan badan agar Christina tidak melihat nya ada di sana.
Sementara Christina meninggalkan toko roti itu, orang yang duduk bersama nya tadi masih ada di sana. Masih duduk sambil menyeruput kopi dari cangkir milik nya.
Nana tidak ingin mengambil resiko untuk tetap berada di dalam toko itu, jadi dia memutuskan untuk ikut bangkit dan meninggalkan tempat nya duduk, mengikuti jejak Christina yang sudah meninggalkan toko lebih dulu.
“Huh, berbisnis dengan anak kecil itu merepotkan, ya...?”
Nana meneguk ludahnya. Dia mendengar suara dari wanita yang bicara dengan Christina sangat keras, entah hanya perasaannya saja atau dia merasa kalau wanita itu sedang bicara padanya ....
Apa pun itu, Nana tahu kalau dia sedang tidak dalam posisi baik jika dia tetap berada di sana.
Jadi Nana memutuskan untuk segera bangkit dan berlari ke luar, berharap kalau dia masih bisa menemukan Christina di sana. Tapi sialnya, saat dia ke luar dari toko roti itu, dia sudah tidak menemukan Christina di mana pun.
Dia sudah kehilangan jejak anak majikan kakak nya itu. Bahkan kalaupun dia bisa menemukan Christina, Nana yakin kalau wanita itu sudah masuk ke dalam kendaraan milik nya dan bergerak sangat cepat, mustahil bagi nya untuk bisa mengejar Christina.
Sebal. Nana sangat kecewa dengan pekerjaan nya sendiri.
“Bagai mana ini?” gumam Nana sambil menggaruk belakang kepala nya.
₪ ₪ ₪
South Bank Tower.
London—Inggris.
20:55
Ini baru beberapa halaman dari buku karya Stephen William Hawking yang berjudul A Briefer History Of Time yang dibaca oleh Neo saat Ash datang ke ruangannya membawa satu nampan berisi teh bersama sepiring cemilan.
Neo sudah kembali dari pertemuan yang dia hadiri di Prancis, lebih cepat dari jadwal yang seharusnya dia jalani. Tidak ingin membuang waktu lagi, Neo langsung terbang dari Prancis ke London untuk kembali ke ruang kerjanya yang nyaman untuk menghabis kan sisa malam dengan sebuah buku dan teh panas yang enak.
Ash menaruh nampan berisi teh yang dia buat di atas meja tepat di hadapan Neo yang masih asyik dengan buku karya ahli fisika ternama dunia tersebut.
Tanpa mengatakan apa pun Ash mulai menuangkan isi teh dari teko ke dalam cangkir yang dia bawa. Sunyi, hanya suara gemerisik air yang turun dari dalam teko saja yang terdengar memenuhi ruangan besar tersebut.
Ruangan besar itu hanya berisi satu rak buku besar yang terisi penuh, satu meja kerja, dan satu set sofa yang terdapat di tengah ruangan dengan dinding kaca. Memperlihatkan megahnya malam dengan penerangan mewah di dalam nya, bahkan pemandangan yang di suguhkan dari luar pun terlihat sangat menawan, dengan lampu-lampu dan gemerlap nya dunia yang tidak pernah Neo bayangkan akan dia nikmati sepanjang malam.
Bangunan empat puluh satu lantai yang menghadap langsung ke sungai Thames ini terlihat sangat megah dari berbagai sisi. Terlihat sangat megah dengan sebuah rumah mewah lain yang berada tepat di atas bangunan tersebut, dan bangunan itu adalah milik Neo.
Dari sana Neo dapat melihat hampir seluruh keindahan sungai Themes yang mengalir di selatan Inggris dan menghubungkan kota London dengan laut.
Selesai menuangkan teh dari teko ke dalam cangkir, Ash kemudian menaruh cangkir tersebut tepat di hadapan Neo.
“Di mana anak itu?” tanya Neo tanpa memandang Ash dan mengabaikan cangkir berisi teh yang disuguhkan pria bermata keemasan itu padanya.
Mendengar pertanyaan Neo, Ash hanya tersenyum. Dia tahu kalau Neo tidak pernah menyukai kehadiran orang lain di Penthouse mewahnya ini, tapi setelah insiden kemarin malam Ash sadar kalau sebenarnya Neo cukup menyukai gadis itu.
Bukan karena kecantikan nya atau karena porsi manusia yang bertambah di rumah yang hanya ada mereka ini, melainkan karena wajah gadis itu yang seolah sudah membangkitkan kehangatan dalam hati nya yang sudah lama membeku seperti bongkahan es.
Seperti yang Ash perkirakan sebelum nya. Neo memintanya untuk mencari tahu latar belakang Nana setelah dia membawa gadis yang sudah mengingatkannya pada seseorang dari masa lalunya itu ke rumah sakit setelah insiden di pesta ulang tahun pernikahan Rudolf Hans malam itu.
Semua nya, Neo sudah tahu siapa gadis itu, dari mana asal nya dan bagai mana cara dia hidup sebelum Ash membawa gadis bernama Nana itu masuk ke dalam rumah ini. Meski mulut Neo mengatakan kalau dia tidak menyukai gadis itu tapi Ash sadar kalau Neo membutuhkan gadis tersebut.
“Saya memintanya mengerjakan sesuatu, selama saya melakukan pekerjaan lain hari ini.” Jawab Ash masih dengan senyum yang mengembang di wajah nya.
“Sudah ku katakan, aku tidak ingin anak itu membuat masalah. Kenapa kau malah memberikan dia pekerjaan?” Ujar Neo dengan nada tidak suka yang dia pertahankan.
Ash kembali tersenyum. Dia mungkin bisa mendengar Neo mengatakan macam-macam kalimat bernada pedas yang seperti memojokkan seseorang tapi, dia juga tahu pasti kalau Neo bukan tipikal orang yang akan membiarkan orang lain tanpa memedulikannya sama sekali.
“Anda tidak usah khawatir, Nana tidak akan mengacaukan pekerjaan yang di berikan padanya. Lagi pula...,” Neo menghentikan kegiatan nya, kalimat tak sempurna Ash mengalihkan semua perhatian pria beriris zamrud ini.
Neo melirik ke arah Ash, melihat bagai mana pria itu masih tersenyum ke arah nya dengan sepasang mata yang sama sekali tidak ikut tersenyum seperti bibirnya.
“Bukankah wajah nya mengingatkan anda pada seseorang?” ucap Ash sangat santai kemudian memilih meninggalkan Neo sendirian di ruangan besar milik nya sendirian.
Diam.
Neo tak mengatakan apa pun untuk pernyataan Ash yang satu itu. Bukan tanpa alasan Neo melakukannya, tapi karena memang Neo merasa kalau apa yang diucapkan Ash adalah benar.
Sejak pertama kali Neo bertemu gadis yang ditemuinya di pesta ulang tahun Rudolf Hans, Neo merasa kalau gadis itu memang mengingatkan nya pada seseorang.
Seseorang yang membuat nya merasakan kerinduan yang teramat sangat, kerinduan yang tak akan pernah terpuas kan sampai kapan pun.
Karena orang yang sangat dia rindukan sudah terkubur jauh di dalam tanah, membusuk dimakan cacing dan belatung, bahkan belulang nya pun sudah tak akan bisa dia kenali sekarang.
_