Pelataran parkir,
Coral Apartement.
03:48
Ash berdiri di salah satu sudut pelataran parkir apartemen yang sama yang pernah dia datangi untuk menjemput kekasih tuan- nya.
Sambil membersihkan tangan nya dari cairan kental berwarna merah dengan bau anyir yang menyenagat yang mengotori jemari nya yang lentik menggunakan sapu tangan, sebelum dia kembali memakai sarung tangan seperti yang selalu dia lakukan setiap hari nya.
Noda merah kental berbau anyir yang mengotori tangan nya kini sudah berpindah ke sapu tangan yang kemudian Ash buang ke tempat sampah yang berada tepat di sebelah nya.
“Seharus nya aku sedang membuat roti gandum untuk sarapan besok pagi. Tapi tuan ku yang menyebalkan itu selalu menyuruh ku untuk mengerjakan sesuatu yang merepotkan.” Gerutu nya kesal.
Tapi, mengingat bagai mana merepotkan nya sang majikan, Ash seperti di sadarkan oleh sesuatu ... sesuatu yang membuat nya ingat kalau sejak pertama mereka bertemu, bukankah tuan- nya itu memang sudah merepotkan.
Memerintahkan nya untuk banyak hal, memaksa nya untuk memenuhi setiap keinginan nya tanpa terkecuali hal terkonyol sekalipun. Dan yang lebih membuat nya kesal pada Neo adalah, setiap dia belum selesai mengerjakan satu pekerjaan, dia sudah diperintah untuk mengerjakan hal lain lagi.
“ku harap pekerjaan ini tidak terlalu lama, sampai aku bisa mengangkat roti gandum ku dari dalam panggangan.”
Selesai dengan noda di tangan nya, Ash mulai berjalan meninggalkan parkiran dan berjalan masuk ke dalam apartemen kumuh yang berada sejajar dengan beberapa apartemen mewah yang ada di sana. Meninggalkan dua orang mayat yang tergeletak bersimbah darah di dalam sebuah mobil jenis BMW dengan pintu tertutup.
Tiba di sebuah lift yang akan membawanya naik, Ash bertemu seseorang yang baru saja turun dan hendak ke luar, hanya saja urung saat melihat Ash masuk ke dalam lift tersebut dan tetap di dalam seperti ingin mengikuti ke mana pria berambut keemasan itu pergi.
Tanpa bicara apa pun, Ash mulai menekan angka ke mana dia hendak pergi, dan membiarkan pria tua dengan tongkat dari perak itu masih berada di dalam sana, bersama nya.
“Aku terkejut kau masih mempertahan kan sikap sempurna seperti itu setelah membunuh anak buah ku.”
Lift terus merangkak naik saat dia — Vastar Al Rasyid — mulai membuka suara.
“Ah, apa bau badan ku sudah berubah jadi sangat anyir?” Ash membaui diri nya.
“Kau pemuda yang menarik,”
“Benar kah? Senang nya bisa mendapat pujian dari anda, tapi, maafkan saya, saya sedang tidak ingin bermai— “
Ash menghentikan kalimat nya untuk menghindar saat sebuah benda tajam yang berusaha menusuk nya, tapi tak berhasil dan hanya meninggalkan goresan di d**a nya hingga darah segar mengucur mengotori setelan yang dia pakai.
“Owh, baru saja saya mengambil ini dari dalam lemari,” sesal Ash lalu melepaskan tangan nya dari leher Vastar Al Rasyid dan melihat ada sebilah pedang yang dia pegang di tangan nya. Pedang dengan darah Ash yang melumuri nya.
“Jadi, anda menyembunyikan pedang di dalam tongkat itu? Atau sebenar nya itu bukan sebuah tongkat?”
“Sebuah kamuflase yang tidak bisa di tebak oleh siapa pun, bukan?”
Vastar Al Rasyid mengeluarkan sebuah sapu tangan dari dalam saku jas milik nya yang kemudian dia gunakan untuk mengelap jejak darah yang ada di pedang tersebut.
“Wah~ anda sangat menarik. Hanya saja, kamuflase yang anda lakukan sudah banyak di praktekan oleh raja-raja romawi kuno, tapi lebih sering di amalkan oleh para petinggi kerajaan Inggris untuk melindungi diri mereka sendiri selama berabad-abad.” Puji Ash sambil tersenyum dengan napas yang tersengal.
“Pengetahuan mu seperti kau bukan lahir di zaman ini?”
“Siapa lah saya ... saya hanya seorang pelayan yang selalu berakhir di ujung telunjuk majikan keras kepala seperti dia.” Ingat Ash pada sosok Neo.
Melakukan hal yang sama, Ash yang mencoba menahan rasa sakit yang dia terima.
Dia mengerat kan sarung tangan nya sebelum kembali bergerak mendekati Vastar Al Rasyid. Merapatkan jemari nya kemudian menghujamkan nya ke arah Vastar Al Rasyid.
Ash terus berusaha mengenai d**a pria tua itu, tapi dengan lincah Vastar Al Rasyid dapat menghindar dan ikut membalas menyerang Ash dengan pedangnya, yang tentu saja mendapat elakan dari Ash dengan sangat baik.
Satu hal yang menjadi alasan Ash menghindar hari ini, yaitu karena dia tidak ingin mati konyol di tangan seorang pria tua seperti Vastar Al Rasyid.
“Maafkan saya karena saya benar-benar sedang tidak ingin menemani anda bermain, saya masih memiliki roti gandum yang harus saya angkat dari pemanggang.” Ucap Ash kembali menyerang Vastar Al Rasyid. Mencoba melukai tubuh tua pria itu dengan tangan nya yang terbungkus sarung tangan.
Berusaha pergi dari tempat itu, sekali lagi Ash mendapat serangan dari Vastar Al Rasyid. Pria tua itu terus saja melayangkan sabetan pedang nya ke arah Ash yang selalu dengan sukses dapat terus menghindar.
“Anda memang tidak pantang menyerah, ya?”
Ash mulai jengah. Tidak lagi menghindar, Ash berbalik menatap Vastar Al Rasyid, mengayunkan satu tangan kosong nya dan berhasil merobek lengan baju pria tua itu meski hanya sedikit dan meninggalkan jejak darah di sana.
Tidak puas dengan hanya melukai sedikit tangan Vastar Al Rasyid, Ash kembali menyerang pria tua itu, memaksa Vastar Al Rasyid mempertahankan dirinya semampu yang bisa dia lakukan, sampai tiba-tiba suara desingan peluru terdengar, memantul ke dinding lift yang terbuka dan beberapa nyaris bersarang di tubuh Ash.
Tentu saja Ash menghindar setelah bunyi pertama tembakan yang terarah pada nya.
Orang itu, Hetshin.
Saat dia hendak mengunci pintu apartemen nya, dia mendengar keributan dari tetangga sebelah yang berlari masuk ke dalam apartemen milik nya sambil mengatakan kalau ada teroris di dalam lift.
Spontan saja Hetshin segera berlari ke arah lift. Tanpa mengenakan pakaian untuk menutupi luka nya, Hetshin bergerak secepat yang dia bisa sambil membawa sebuah Revolver.
Hetshin benar-benar tekejut saat dia melihat Vastar Al Rasyid sedang di serang oleh pria berpakaian rapi seperti seorang butler.
Dari jaraknya, Hetshin melayangkan beberapa tembakan ke arah mereka. Namun sayang, tak ada satu pun yang berhasil mengenai Ash.
“Akhir nya, orang yang kucari datang juga ....” Ash bergerak beberapa langkah ke belakang, sedikit menjauh dari Hetshin juga dari Vastar Al Rasyid.
“Apa yang kau inginkan?” tanya Hetshin memperlihatkan kesiagaan nya.
Karena dari tubuh Ash, Hetshin merasakan hawa membunuh yang sangat kuat. Dia tidak ingin membuat kontak fisik terlalu dekat dengan Ash dengan kondisi tubuh seperti ini.
“Hanya sedikit informasi ....”
Lagi, Vastar Al Rasyid menghalangi keinginan Ash. Pedang yang ada di tangan pria tua itu kini berada tepat di depan hidung nya, bersiap menebas nya tanpa ampun, atau bahkan ... batang leher Ash bisa saja putus karena sebilah pedang yang tidak terlalu panjang itu.
“Hei pak tua! Sudah kubilang kalau aku sedang tidak ingin bermain dengan mu, tidakkah kau mengerti bahasa manusia?”
Ash mengangkat tangan nya, menyentuh pedang tersebut, memotong nya menjadi dua bagian dengan sangat mudah, setelah itu Ash membanting tubuh Vastar Al Rasyid hingga menyentuh dinding dengan sangat keras sampai pria tua itu tak sanggup lagi berdiri setelah nya.
“Anda terlalu keras kepala untuk mendengarkan.”
Ash membuang sisa pedang yang ada di tangan nya ke lantai, lalu bergerak mendekat ke arah Hetshin yang berusaha membangunkan Vastar Al Rasyid.
Seolah tak ingin menunggu apa pun, Ash menghujamkan tangan nya hingga menembus perut Hetshin, memutar tangan nya di dalam perut Ash seperti sedang berusaha mendobrak lebih dalam dinding perut Hetshin dengan tangan nya.
Mulut Hetshin terbuka menahan sakit yang dia terima dari Ash, sepasang matanya melotot dengan peluh yang mengucur hebat dari setiap pori-pori tubuh nya.
Padahal, baru saja dia selesai menghilangkan peluru yang bersarang di tubuh nya karena ulah Neo, dan sekarang ... muncul lagi orang aneh yang entah menginginkan apa dari nya.
“Maaf, karena ini akan terasa sedikit sakit.” Ucap Ash sambil tersenyum.
Sepasang mata keemasan Ash perlahan berubah merah, aura gelap yang mengubah atmosfir yang ada di sekitar mereka perlahan terlihat mencekam.
Gelap, semua nya tidak telihat apa pun kecuali sepasang mata Ash yang sudah berubah merah, juga darah yang ke luar bersama daging pada perut nya memaksa Hetshin untuk menatap ke dalam sepasang mata merah itu.
Seperti menenggelamkan nya sangat dalam, sepasang mata merah Ash seolah membawa Hetshin masuk ke dalam tempat yang sangat jauh. Tempat yang sama sekali tidak bisa di jangkau oleh siapa pun kecuali mereka.
₪ ₪ ₪
South Bank Tower Penthouse.
London — Inggris
04:15
Sekali lagi, Ash membuang sarung tangan berlumur darah milik nya ke dalam tempat sampah sesaat setelah dia ke luar dari dalam lift dan terus berjalan masuk ke dalam Penthouse mewah milik Neo.
Baru saja dia membuka pintu Penthouse mewah itu, hidung Ash membaui sesuatu yang membuat nya mengembuskan napas lelah, juga seisi rumah yang sudah basah oleh air yang ke luar dari Fire Sprinkler Emergency. Selain itu, teriakan yang dia dengar dari arah dapur membuat nya mempercepat langkah nya untuk tiba di dapur.
Seperti dugaan nya, roti gandumnya tidak berhasil terselemat kan.
“Kenapa kau meninggalkan oven menyala dengan makanan di dalam nya?!” pekik Nana yang sudah basah kuyub sambil mencoba mencari cara untuk mematikan sisa percikan api yang masih terlihat ke luar akibat ledakan kecil dari dalam oven meski pun air dari fire sprinkle terus saja ke luar.
Bukan hanya Nana, Neo pun ada di sana. Berada di dapur untuk melihat kekacauan apa yang Ash perbuat hingga membuat seisi rumah tergenang oleh air seperti ini.
“Seharusnya kau matikan benda ini sebelum pergi ke luar!”
Nana kembali berteriak ke arah Ash sambil terus menunjuk ke arah oven yang sudah hangus terbakar, tapi tak ada respon dari pria ini, Ash hanya mendengus pasrah melihat roti gandum yang dia buat gosong bersama oven yang meledak dia bahkan tak peduli apakah rumah ini dalam keadaan baik-baik saja atau tidak.
“Terima kasih, biar saya yang mengurus sisanya, anda bisa kembali ke kamar anda lagi.”
“Apa?!”
“Sebaiknya anda kembali ke kamar dan bersihkan diri anda.” Ash mengulang kalimat nya pada Nana yang seolah tidak mengerti apa yang di ucapkan pria itu barusan.
Nana tidak percaya. Setelah apa yang sudah dia lakukan, sekarang Ash mengusir nya dengan sangat mudah tanpa berterimakasih sedikit pun. Padahal, kalau bukan karena dia, rumah ini sudah kebakaran.
Tapi sekarang lihat pria itu,...?
Pria itu malah mengambil sebuah kain lap dan mulai membersihkan semua nya, tapi bukan hanya itu yang membuat Nana tidak segera pergi dari sana.
Nana melihat pakaian Ash yang sedikit berantakan dan ada sobekan di bagian d**a nya menyisakan noda darah yang sudah hampir kering.
‘Apa yang di lakukan pria itu sampai bisa seperti ini?’
Belum sempat Nana menanyakan rasa penasaran nya, Neo yang kali ini memerintah, dia meminta Nana untuk menemani Dere di kamar nya.
Sungguh sial, dari pada omelan si b******k Ash yang menyebalkan, ucapan datar dengan nada dingin dari Neo membuat nya gemetar seketika.
Tanpa mengomentari apa pun lagi, Nana segera mengikuti apa yang diperintahkan Neo, meninggalkan tempat itu tanpa syarat.
Meski Neo sempat mendengar Nana menggerutu karena perintah-perintah Neo, tapi Nana tetap pergi meninggalkan dapur sesuai apa yang di inginkan pemilik rumah tersebut.
Setelah tak lagi melihat Nana di sana, Neo langsung bertanya pada Ash untuk pekerjaan yang dia berikan pada pria tersebut.
“Apa yang kau dapatkan setelah semua kekacauan ini?” Neo mengawali setelah semua penasaran yang dia tahan sejak melihat Ash masuk ke dalam rumah dengan penampilan yang tidak biasa.
“Hanya sebuah memori yang mengatakan kalau dia hanya anak yang dipungut Hetshin Zoax dari jalanan, sama seperti saya memungut anda ....”
Neo hanya memicing kan mata nya melihat bagai mana Ash mengatakan sambil tersenyum meski sebelah tangan nya masih memegang kain lap.
“Ingin segelas teh dan sepiring cemilan?” Ash menawari sambil tersenyum.
“Cemilan gosong? Tidak, dan jangan tawari aku makanan lagi sampai besok siang.”
Ash tersenyum, sepertinya Neo sudah yakin kalau Ash akan menawari makanan lagi pada nya.
“Jadi, anak itu tidak ada hubungan apa pun dengan Garnet?”
“Anda ingin saya mneyingkirkan anak itu sebelum dia terlibat lebih jauh dengan semua urusan kita?”
Pertanyaan Ash sukses membuat Neo mendelik. Karena pada awal nya Neo mengira kalau Nana adalah benar-benar Raya, dengan wajah dan penampilan mereka yang benar-benar sangat mirip, tapi ternyata mereka dua orang yang berbeda dan tidak bisa dikaitkan satu dengan lainnya.
Akan tetapi, dengan keadaan mereka yang seperti ini, Neo tidak bisa membiarkan Nana terlibat lebih jauh dengan urusan mereka yang mungkin saja bisa membunuh nya di kemudian hari, tapi dia juga tidak rela kalau dia harus sekali lagi kehilangan gadis kecil yang pernah singgah di hidup nya dua puluh delapan tahun lalu dan masih membekas hingga detik ini.
“Akan kupikir kan nanti.” Ujar Neo sambil berjalan meninggalkan dapur yang masih penuh dengan kekacauan. Namun, baru beberapa langkah, Neo kembali berhenti dan berbalik menatap pria itu lagi.
“Aku akan ada di kamar Dere, karena itu jangan buat kekacauan lagi dan bereskan semua ini.”
“Wah, anda sangat senang menginap di kamar gadis itu sejak dia mulai tinggal di rumah ini, tuan...”
“Bukan urusanbmu.”
Ash kembali tersenyum.
Dia, majikannya seperti denial yang selalu mengatakan hal kebalikan nya padahal apa yang dia rasakan adalah apa yang coba dia tolak.
Mengabaikan majikanbnya yang sudah pergi dari dapur dan meneruskan acara beres-beres yang dia tunda.
₪ ₪ ₪
Grand Hotel
Stockholmes -- Swedia.
05:16
Awan gelap menghalangi cahaya rembulan yang menerangi jalanan Stockholm yang masih sepi pejalan kaki meski pun waktu sudah menunjukan kalau itu sudah pagi, bahkan kendaraan yang melintas pun masih tidak terlihat, hanya menyisakan beberapa kendaraan yang terparkir di sisi jalan sementara pengendara nya memilih tidur di dalam sana karena tidak bisa melanjutkan perjalanan mereka dengan alasan lelah dan mengantuk.
Jangan lupakan kapal-kapal yang terparkir di tepi pantai ditinggalkan pemilik nya untuk pulang ke rumah mereka dan tidur di kasur mereka yang nyaman.
Abaikan keadaan di luar sana yang terlihat masih sangat lengang, meski di dalam bangunan hotel ini sudah cukup banyak terjadi aktivitas dari pegawai maupun tamu-tamu yang perutnya sudah keroncongan minta isi sesuatu di pagi hari seperti ini. Di hotel yang menawarkan kemewahan seperti Grand Hotel di Stockholm — Swedia ini.
Di kamar VIP hotel itu, asap cerutu yang sejak tadi di hisap oleh pria bertubuh buntal berkepala botak bernama Don itu sudah memenuhi ruangan yang menjadi tempat singgah nya selama hampir satu minggu ini. Siapa pun yang nanti masuk ke dalam sana akan dengan jelas melihat gumpalan-gumpalan asap putih yang bergerak di antara pria yang berusia kira-kira empat puluh tahunan itu, mengibaskan tangan nya dan berusaha menjauh atau bahkan tidak ingin mendekat kepada nya.
Tapi berbeda dengan dua wanita yang dia apit di kanan dan kiri tempat duduk nya, memeluknya sambil mengelus d**a pria buntal yang hanya memakai bathroobe tersebut.
Kedua wanita itu asyik mengelus Don sambil sesekali menenggak wine dalam gelas di tangan mereka masing-masing.
Tapi bukan hanya ada mereka yang ada di sana, di set sofa yang tersedia dalam kamar VIP itu, tapi juga ada seorang wanita bertubuh tinggi, memakai rok mini yang memperlihatkan kaki jenjang dan mulusnya, tubuh indahnya pun hanya dibalut sebuah kaos lengan pendek tanpa kerah yang benar-benar menonjolkan lekukan indah tubuhnya yang memesona. Jika penampilan nya boleh di bandingkan, tidak beda jauh dengan dua wanita yang diapit oleh pria bernama Don itu.
Sambil memegang segelas wine yang sama di tangan nya, pandangan wanita berambut merah lurus sebahu itu tertuju ke luar kaca besar yang menjadi dinding bangunan megah bergaya eropa tersebut.
Seperti tak pernah terganggu dengan asap dari cerutu yang di keluarkan oleh pria buntal yang asyik duduk di bangku nya.
“Bagai mana keadaan di Inggris akhir-akhir ini?” Don bertanya lalu menghisap lintingan cerutu di tangan nya, menyalakan percikan api yang menyulut asap dan dihembuskan kembali melalui mulut nya.
“Seperti yang kau tahu ....”
“Kalau begitu lanjutkan sisa nya dan biarkan dia melakukan apa yang ingin dia lakukan.”
“Kau yakin aku harus membiarkan dia terus seperti itu, Don?”
“Membiarkan dia dengan keinginannya adalah hal terbaik yang kau miliki, Atha”
Don melihat wanita bernama Atha Cruela itu dengan tatapan nya yang sudah dipenuhi oleh alkohol, meski demikian Atha Cruela tahu kalau tatapan itu bukan sekedar tatapan biasa. Karena tatapan pria bernama Don di hadapan nya bisa berarti banyak hal, terutama jika menyangkut soal hidup dan mati seseorang.
Dan dari sana pula lah, Atha sadar kalau yang mereka bicarakan bukanlah manusia seperti manusia yang sering mereka lihat sebelum nya.
“Ah, kadang aku lupa kalau dia tidak sewaras manusia normal yang pernah kutemui selama ini. Meski cara berpikir nya sangat rasional, tapi tetap saja dia itu bukan manusia waras.”
“Kau baru sadar?” Don terkekeh, “dasar wanita jalang ....”
“Setidak nya, aku bisa hidup sampai sekarang karena mengikuti intuisi ku untuk tidak mengusik nya. Dia itu seperti iblis dengan wajah cantik nya yang polos.”
“Tapi dia, iblis yang menggairahkan, bukan?”
Atha Cruela tersenyum di balik gelas wine yang baru selesai dia teguk habis. Menyuarakan hal yang sama seperti yang di katakan Don tentang orang itu.
Dia yang seorang iblis cantik dengan ketidakberdayaan yang di buat-buat.
“Lalu apa yang akan kita lakukan sekarang? Semua nya perbendaharaan kita sudah kita pindahkan ke tempat itu sesuai keinginan iblis mu itu. Sebenarnya apa yang dia inginkan dengan melakukan itu?”
“kurasa dia ingin sedikit bermain-main...,” jawab Don sambil menenggak isi gelas wine di tangan nya, “dia juga menelepon ku untuk melakukan rencana ‘B’ saat semua nya sudah tidak terkendali.”
“Rencana ‘B’?” Don mengangguk, “kenapa dia bisa memikirkan hal seperti itu di saat segenting ini? Dia tahu kalau semua yang kita lakukan sia-sia, Rusia sudah meminta barang pesanan mereka di kirimkan akhir bulan ini kalau tidak mereka akan menghentikan pendanaan, dan kerja sama yang sudah kita sangkutkan dengan perdana mentri Korea Selatan akan sia-sia.”
“Tenang saja, dia tidak sebodoh itu untuk membiarkan diri nya sendiri terjebak dalam permainan yang sudah dia mainkan selama dua puluh delapan tahun ini. Bersabar lah ....”
“Kau gila?! Ini sudah terlalu lama, Neo Arguandral sudah mengambil 85% aset kita dan menghancurkan properti yang kita miliki dua puluh delapan tahun lalu dan sekarang kau ingin aku untuk tetap bersabar?”
“Hanya sedikit lagi sampai kita dapatkan kembali apa yang dia ambil dari kita ....”
_