Jika suatu hari kita berpisah, berjanji lah bahwa kau akan menemukan ku.
|
|
|
Coral Apartemen
St.Giles.
03:47
Setelah mengantar nona- nya, Christina kembali ke kediamannya. Hethsin memilih untuk kembali juga ke apartemen nya dan memercayakan penjagaan untuk Christina pada anak buah Vastar Al Rasyid yang lain.
Mengabaikan amukan sang nona karena telah diseret paksa di tengah kemesraan nya di sebuah kamar hotel. Jangan lupakan ancaman yang juga di teriakan sang nona kalau dia akan memecat Hetshin dari pekerjaan nya. Yang tentu saja dianggap angin lalu olehnya.
Setelah melempar jaket berlumuran darah yang dia kenakan ke dalam mesin cuci, Hetshin mengambil kotak P3K dari atas lemari dapur, menaruh nya di dekat wash basin sambil mengeluarkan segulung kain kasa yang masih utuh lalu menggigit nya.
Setelah itu dia mulai menyalakan kompor dan mengambil sebuah pisau dengan ujung yang cukup tajam, kemudian membakar benda itu hingga warna silver pisau itu berubah kemerahan.
Merasa sudah cukup panas, Hetshin mulai mengarahkan pisau tersebut pada luka yang dia dapat dari hand gun milik Neo.
Hetshin mengorek nya beberapa kali hingga dalam dan mengeluarkan peluru yang masih bersarang di dalam daging nya tanpa memedulikan rasa sakit macam apa yang dia rasakan.
Setelah berhasil mencungkil nya ke luar, Hetshin membiarkan benda-benda itu jatuh ke dalam wash basin bersama darah yang tidak sedikit.
Perlahan tapi pasti, akhir nya Hetshin dapat mengeluarkan semua peluru-peluru itu meski menyisakan darah yang berceceran hingga ke lantai.
Setelah selesai, Hetshin segera mengambil akhohol dari dalam kotak P3K, menyiramkannya tepat pada luka-luka tadi tanpa kapas atau pun alat lainnya yang lebih steril.
Untuk menahan rasa sakit, Hetshin kembali menggigit gumpalan kain kasa yang dia taruh di mulut nya, menggigit benda itu kuat-kuat meski peluh mulai membasahi hampir seluruh tubuh nya.
Merasa sudah cukup dengan alkohol, Hetshin memuntahkan gumpalan kain kasa yang sudah berubah basah oleh air liur nya sendiri, ke dalam wastafel, bersama butiran peluru yang masih berlumuran darah.
Napas Hetshin memburu, wajah nya terlihat cukup pucat dengan rasa sakit yang luar biasa.
Tangan nya gemetar, tenaganya seperti habis saat itu juga. Tapi ia tak berhenti sampai di sana saja, Hetshin kembali meraih kotak P3K yang ada di depan nya, membawa nya ke ruang tengah dan menaruh benda tersebut di atas meja.
Pantulan tubuh nya dari cermin yang ada di dekat dapur memperlihatkan bagai mana tubuh indah dengan otot-otot sempurna itu dipenuhi oleh berbagai macam luka, juga sebuah tatto yang lebih mirip bekas luka terpatri kasar di d**a kanan bawah nya.
Sesuatu yang sudah sangat lama dia miliki berada di sana.
Tangan kanan Hetshin yang bergetar karena rasa sakit yang dia alami, tak ayal membuat nya untuk tidak menyentuh tatto yang lebih pantas di sebut bekas luka bakar yang ada pada nya tersebut.
Hetshin ingat yang diucapkan oleh Neo saat mereka masih ada di kamar hotel tadi. Tentang deret angka yang ada pada nya.
Dia memang tidak terlalu ingat bagai mana dia bisa mendapatkan deret angka yang ditulis di tubuh nya, sama persis seperti yang dimiliki Neo juga Christina. Oleh siapa, dari mana, dan bagai mana cara nya mereka bisa melupakan semua itu, tapi yang jelas ... dia masih bisa mengingat bagai mana saat dia bangun dan menemukan Vastar Al Rasyid, atau Vastar Al Rasyid lah yang menemukan nya dulu.
Malam itu ....
Malam yang tidak akan pernah dia lupakan seumur hidup nya.
Malam yang selalu membuat nya mengingat rasa sakit yang lebih sakit dari setiap luka yang dia dapatkan dan membekas di tubuh nya.
Malam yang sama yang membuat nya tidak akan pernah bisa melupakan janji yang dia buat sekali untuk seumur hidup nya.
Malam itu, malam di mana dia merasa kalau dia berada diantara hidup dan mati.
Di ruangan gelap, lembab dengan bau busuk yang menyengat, malam itu Hetshin masih mencoba mempertahan kan kesadarannya di tengah rasa sakit dan lemah yang dia rasakan, juga saat seseorang memasukkan tubuh nya ke dalam sebuah kantung besar lalu membawa nya pergi menggunakan sebuah mobil.
Dia tidak tahu akan dibawa ke mana, jangankan untuk mencari tahu, mencoba memompa udara untuk paru-paru nya saja sudah terasa sangat berat.
Tapi ... ke mana pun dia akan di bawa, dia sudah tidak berusaha untuk peduli.
Mungkin dia akan mengalami hal-hal yang selalu dia rasakan selama ada di tempat itu.
Tempat yang selalu memberikannya rasa sakit, hingga membuat nya lupa bagai mana cara nya menjerit.
Beberapa guncangan dia rasakan, membuat tubuhnya terguling beberapa kali tapi dia sama sekali tidak bisa melakukan apa pun.
Cukup lama dia berada di dalam mobil tersebut sampai orang-orang tadi mematikan mesin nya lalu mengangkat tubuh kecil Hetshin lagi, kemudian membanting nya ke tanah tanpa ada sedikitpun rasa kemanusiaan di dalam nya.
“Kau yakin kita akan membuang nya di sini?” sebuah suara mengganggu pendengaran Hetshin yang masih ada di dalam kantung besar tersebut.
“Hei, kita membuang nya di tempat sampah atau bukan, dia tetap sudah tidak berguna. Sudah, ayo buang!” ajak suara lain sedikit menggunakan nada tinggi.
Tak lama kemudian, tubuh Hetshin yang masih ada di dalam kantung tersebut kembali di angkat dan di jatuhkan. Mereka memperlakukan tubuh mungil nya seperti di dalam sana bukanlah seorang manusia.
“Kau beruntung bocah, Garnet tidak meminta kami untuk membakar mu seperti teman-teman mu yang lain.” ujar salah satu orang itu hingga terdengar oleh nya.
Setelah melempar tubuh mungil Hetshin dengan sangat keras, mereka mulai membuka kantung yang membungkus tubuh Hetshin, mengeluarkan nya lalu kembali melemparkan tubuh Hetshin yang sudah tidak dapat bergerak ke atas gundukan sampah.
Seharusnya Hetshin merasakan sakit yang teramat sangat, bahkan untuk bocah sekecil dia harus nya dia menangis, sangat kencang atau bahkan meraung sejadi nya.
Tapi, itu sama sekali tidak di lakukan Hetsin, karena ... jangankan untuk menangis, meronta dan mengeluarkan sebuah raungan atas rasa sakit yang dia terima, untuk membuka mulut nya pun Hetshin sudah tidak punya tenaga.
Tidak sampai di sana, kedua orang tadi tidak hanya menaruh tubuh Hetshin di atas gundukan sampah, tapi juga menutup tubuh mungil yang masih bernyawa itu dengan sampah-sampah yang ada di sekitar nya.
Puas dengan pembuangan yang mereka lakukan, kedua orang tadi pun kembali ke tempat di mana mereka memarkir kan mobil. Menyalakan mesin nya lalu pergi meninggalkan Hetshin di tempat itu, meninggalkan tubuh yang masih bernyawa itu seperti mayat yang harus segera di singkirkan.
Gelap. Namun, sepasang mata Hetshin dapat melihat bagai mana gemerlap bintang di atas sana.
Sebenarnya dia lupa, kapan terakhir kali dia melihat langit seperti ini, setelah sebelum nya yang dia lihat hanya langit-langit berwarna kelabu, penuh sarang laba-laba dan debu di setiap sudutnya, meski sekarang tempat nya tidak lebih baik dan berbau busuk, tapi dia cukup bersyukur karena sudah ke luar dari tempat itu.
Malam berganti pagi, begitu seterus nya sampai dia tidak tahu sudah berapa hari dia ada di sana.
Rasa nya dia sudah bosan melihat beberapa ekor tikus dan lalat selalu berjalan-jalan di sekitar tubuh nya yang tertutup oleh sampah, bahkan ketika belatung bergerak di sekitar wajah nya dan bermain di antara pelupuk mata nya sambil mengigit kulit nya beberapa kali pun, Hetshin sama sekali tidak punya kekuatan untuk menyingkirkan hewan menjijikan itu.
Mungkin ... menunggu mati adalah cara satu-satu nya yang bisa dia lakukan di tempat ini.
Ya, dia memang tidak memiliki alasan lain untuk bertahan di tengah keadaan seperti ini, selain menunggu mati.
Senja menjelang. Suara gagak sudah seperti lagu menjelang tidur untuk nya selama dia di sana, mungkin kali ini dia juga masih harus bersyukur karena sekumpulan gagak yang selalu menjadikan tempat sampah ini sebagai lahan untuk mendapat kan makanan tidak ikut menjadikan nya makanan segar sementara dia masih bernapas.
Tapi, bukan kah gagak memang hanya memakan bangkai? Dan mungkin, mereka akan mulai makan daging nya setelah dia benar-benar mati. Segera ....
Malam kembali menyelimuti bumi, sepasang mata Hetshin sudah tidak sanggup lagi terbuka lebar seperti saat dua orang itu membuang nya. Dia lelah, dia ingin tidur, mungkin, menjadikan diri nya sendiri makanan untuk para gagak itu akan membuat dirinya sedikit lebih berguna setelah dia tidak bisa melakukan apa pun selama dia hidup.
Tentu saja, dengan keadaannya sekarang, dia sudah tidak lagi berharap untuk mendapatkan kehidupan.
Tapi ....
Jika dia masih diberi kehidupan, dia bersumpah untuk mengabdi pada kehidupan baru nya itu.
Hanya saja sekarang ... sepasang mata nya sudah sangat lelah, dia ingin sekali tidur, dia ingin memejamkan matanya selama yang dia mampu dan berharap tenaga nya akan kembali saat dia membuka matanya lagi nanti, juga sakit yang dia rasakan pun akan ikut menghilang.
Perlahan, sepasang mata nya mulai tertutup, telinga nya sudah tak dapat mendengar apa pun lagi, bahkan se ujung jari pun sudah mati rasa.
Namun, saat Hetshin hendak menutup kelopak mata nya, tiba-tiba sesuatu mengguncang tubuh nya, kemudian, sepasang tangan mulai mengangkat nya ke udara, dia ketakutan, hanya saja dia sudah tak sanggup lagi menjerit atau hanya sekedar membuka mata nya, dia terlalu lemah untuk melakukan itu.
Tidak hanya di sana, Hetshin juga dapat merasakan seseorang merobek pakaian nya, seperti sedang berusaha mencari sesuatu di sana, bahkan meski sayup, telinga nya menangkap beberapa suara, percakapan yang mereka lakukan.
“6687, dia masih bernapas. Hanya saja, detak jantung nya sangat lemah.”
“Segera bawa dia.”
Itu yang terakhir kali dia dengar sebelum suara-suara itu menghilang dari pendengaran nya.
Semua nya gelap.
Semua yang dia ingat setelah nya adalah keheningan. Hingga dia lupa berapa lama dia tertidur hingga akhir nya dia bangun dan menemukan dirinya terbaring di sebuah kasur yang ada di sebuah ruangan putih tanpa ada apa pun di dalam sana, hanya ada sebuah ranjang di mana dia terbaring, juga sebuah meja yang di atasnya terdapat sepiring makanan juga segelas air yang masih utuh tak tersentuh.
Di ruangan serba putih itu dia menemukan diri nya terhubung dengan berbagai selang dan alat-alat, juga beberapa kantung cairan yang terhubung jadi satu infus yang dihubungkan pada satu selang yang tertancap pada satu pembuluh darah..
Alat-alat itu seperti bekerja sama untuk membantu nya tetap bertahan hidup.
Tubuh nya memang lemah, bahkan untuk membuka mata pun dia susah payah. Tapi, rasa haus yang dia rasakan memaksa nya untuk meraih segelas air yang ada di sana.
Meski dengan napas tersengal, dan tubuh yang gemetar hebat, Hetshin tetap memaksa untuk meraih air itu. Saat tangan kecilnya meraih ujung nampan yang menjadi alas piring berisi makanan tersebut, tenaganya tiba-tiba kembali menghilang, membuat nya menjatuhkan nampan tersebut berserta isinya hingga membuat bunyi yang sangat keras.
Tentu saja itu membuat Hetshin kembali tidak tahu harus berbuat apa lagi, tenggorokan nya sangat kering dan satu-satunya kesempatan untuk menghilangkan rasa haus itu pun, kini sudah menghilang.
Tubuh mungil nya yang seperti sudah tidak memiliki tenaga, dia kembali tergolek lemah di atas kasur.
Kekuatan yang dia kumpulkan untuk mengangkat tangan nya kini sudah tak bisa dia dapatkan lagi, telinga nya mendengar, matanya melihat, tapi dia seperti seonggok mayat.
Tangan kanannya terasa ngilu, urat yang di tanamkan jarum infus pun terasa tertarik oleh selang yang terhubung pada beberapa kantung cairan yang tergantung pada sebuah tiang, membuat nya menelan ludah nya paksa karena rasa sakit yang mengganggu.
Berlaku hal yang sama dengan selang dan kabel lain yang juga ikut ambil andil untuk membuat sekujur tubuh nya kembali merasakan sakit yang teramat sangat, setelah sudah cukup lama dia tidak peduli dengan perasaan seperti itu.
Beberapa menit berlalu, waktu bahkan membiarkan Hetshin dengan rasa sakit yang mengganggu nya, hingga beberapa orang berpakaian serba putih, menggunakan masker dan sarung tangan berbahan latex datang ke dalam kamar tersebut.
Mereka panik saat melihat gelas yang pecah dan tiang infus yang jatuh meski selang nya masih tertanam pada jaringan kulit Hetshin.
Dengan sigap mereka berusaha membenahi semua itu dan membantu Hetshin kembali pada posisi nya semula.
“Kau sudah bangun?” seseorang bertanya padanya setelah merasa kalau posisi Hetshin sudah lebih nyaman dan bocah itu tidak terlalu kesakitan dengan selang infus yang sudah tidak menarik urat-urat nadi nya.
Tak lama setelah mereka membenahi keadaan Hetshin, seorang pria tua dengan paras khas timur tengah berpakaian sangat rapi dengan sebuah tongkat perak penyangga tubuhnya itu berjalan masuk setelah membuka pintu yang membatasi ruangan tersebut dengan dunia luar, membawa segelas air bersama nya.
Tidak hanya pada nya, perhatian pria tua yang berdiri dibantu sebuah tongkat itu pun memperhatikan lantai yang ada di bawah kaki ranjang, lantai yang dipenuhi genangan air dan makanan juga pecahan gelas menyerupai sebuah kekacauan, kekacauan yang baru saja dibuat oleh Hetshin dan kekacauan itu sedang dibereskan oleh petugas yang lebih dulu masuk ke dalam ruangan tersebut.
“Apa kau haus?” tanyanya lagi dan di jawab anggukan oleh Hetshin dengan sisa kekuatannya. Puas dengan jawaban yang dia terima dari Hetshin kecil, pria tua itu kembali mendekat ke arah Hetshin, mengangkat kepala mungil Hetshin untuk membantu nya minum.
Tanpa menunggu apa pun, Hetshin langsung meneguk habis air dalam gelas yang di bawa pria itu, setelah nya, pria tua itu kembali membantu Hetshin berbaring.
“T—terim—a, ka—sih ....” ujar Hetshin sangat lemah dan suara yang terputus, namun di jawab anggukan oleh pria tua itu.
“Rupa nya, tubuhmu lebih kuat dari yang kuduga,” pria itu mulai bicara, “biasa nya saat Garnet membuang produk gagal mereka, kalian sudah tidak akan hidup dalam waktu dua puluh empat jam. Tapi, seperti nya kau sedikit lebih spesial.”
Pria itu menghentikan kalimatnya, mengambil sesuatu dari saku jas yang dia kenakan, itu sebuah pisau lipat, Hetshin tidak tahu apa yang ingin di lakukan oleh pria tua itu ... yang jelas, sekarang Hetshin sudah pasrah dengan apa pun yang ingin dilakukan oleh pria tua itu dan hanya bisa menerima tanpa perlawanan. Karena jangankan untuk melawan, untuk mengambil segelas air di atas meja saja dia tidak memiliki tenaga.
Pria tua itu mulai meraih tangan mungil Hetshin, mengarahkan pisau yang dipegangnya pada pergelangan tangan Hetshin kemudian mulai menyayat kulit yang membalut daging tipis dari tubuh kurus bocah berkepala pelontos tersebut.
Meringis, Hetshin merasakan sakit yang teramat sangat saat pisau lipat itu menyayat kulitnya dan membiarkan darah segar mengucur dari sana.
Seperti tidak peduli dengan luka yang sudah dia timbulkan, pria tua itu sama sekali tidak berpikir untuk menghentikan pendarahan yang dialami oleh Hetshin.
Cukup lama dia membiarkan tangan Hetshin mengeluarkan darah dan tidak sedikit pun di hentikan oleh pria itu. Hingga akhir nya wajah Hetshin menjadi pucat karena kehilangan banyak darah.
Setelah itu, pria tua itu kembali merogoh saku jas dia kenakan dan mengambil sapu tangan dari sana, mengelap sisa darah yang ada di pergelangan tangan Hetshin, membersihkan darah kental itu hingga memperlihatkan bekas sayatan di tangan mungilnya.
“Lihat, kau pemuda yang sangat menarik.”
Ucap pria tua itu sambil memperlihatkan pergelangan tangan Hetshin yang sudah kembali rapat. Tidak ada sayatan, tidak ada darah, hanya bekas luka yang seperti di rekatkan oleh sesuatu. Bekas luka yang seperti sudah kering berminggu-minggu.
Hetshin melihat pergelangan tangan nya tak percaya, dia yakin kalau tadi ada banyak darah ke luar dari sana, tapi sekarang luka itu sudah menghilang hampir tanpa bekas.
“Kau boleh istirahat, kalau kau merasa lapar, katakan saja pada mereka.” tunjuk nya pada seseorang yang ikut bersama nya masuk ke dalam ruangan serba putih itu, mengangguk kan kepala nya pada Hetshin setelah selesai membereskan bekas makanan yang tercecer di lantai.
Sementara pria tua yang tidak dia tahu namanya, pergi meninggalkan ruangan tersebut.
Entah sudah berapa lama dia di sana. Terkurung dalam ruangan serba putih, tanpa jendela dan ventilasi udara.
Yang dia ingat, setelah pria tua berparas timur tengah itu meninggalkan ruangan ini untuk meyakinkan kalau dia masih hidup, Hetshin tidak lagi bertemu dengan nya, dan orang yang selalu memberikan Hetshin makanan pun tidak pernah mengatakan apa pun.
Orang itu hanya datang, menaruh nampan berisi makanan kemudian pergi lagi dan membiarkan nya sendirian, terus seperti itu hingga beberapa hari berlalu.
Tapi ... mungkin dia masih harus bersyukur karena dia tidak harus terkurung di tempat mengerikan seperti penjara itu lagi.
Tempat dengan bau busuk yang mengganggu, penuh hewan pengerat dan serangga dan terkadang hewan-hewan itu harus jadi makanan nya kalau dia tidak mendapatkan makanan layak dari penjaga-penjaga di sana.
Ya, dia masih harus mensyukuri hal ini ....
Pintu ruangan itu kembali terbuka setelah satu jam lalu pria yang sering datang ke ruangan itu membawa makanan untuk nya, membawa orang lain ke dalam sana bersama nya.
Itu, pria berparas timur tengah yang menemui Hetshin saat dia sadarkan diri pertama kali. Pria tua berpenampilan sangat rapi dengan setelan jas lengkap nya terlihat memegang sebuah tongkat dari lapisan perak, namun pada pegangan nya benda itu murni adalah kayu
“Seperti nya kau semakin sehat.” Tanya pria tua itu pada Hetshin yang sudah bisa duduk sempurna.
Tapi, Hetshin kecil tidak tahu apa yang harus dia jawab. Dia memang merasa kalau dia semakin lama tubuh nya memang semakin membaik, jadi ... dia hanya mengangguk.
“Apa kau bisa berdiri?” lagi Hetshin kembali mengangguk.
“Apa kau kuat berjalan?” sekali lagi Hetshin mengangguk.
Meski pun dia tidak tahu dia bisa berjalan jauh atau tidak, tapi Hetshin sudah bisa berjalan-jalan meski hanya beberapa langkah selama dia merasa bosan di kamar ini.
Hetshin mulai turun dari tempat tidur nya dan mulai mengikuti ke mana Vastar Al Rasyid berjalan, melewati pintu di mana ada lorong berwarna putih di sana.
Lorong panjang yang tak ada apa pun, hanya dinding dan sebuah pintu di mana dirinya selama ini berada.
Sambil mengikuti ke mana perginya Vastar Al Rasyid, Hetshin sesekali melihat pergelangan tangan nya yang dilukai oleh pria tua itu.
Dia mungkin tidak tahu dia berada di mana sekarang, tapi dia ingin bertanya kenapa tubuh nya bisa seperti itu, juga tentang Garnet. Apa itu Garnet?
Vastar Al Rasyid masih terus berjalan. Membawanya masuk ke dalam sebuah lift yang terus terus ke lantai bawah.
Tiba di lantai dasar, pintu lift kembali terbuka dan pria tua itu kembali berjalan dengan bantuan tongkat di tangan nya, membawa Hetshin menuju ke ujung ruangan yang ada di tempat tersebut.
Untuk membuka pintu dari besi itu, pria tua itu membutuhkan akses, tepat di sebelah pintu itu ada sebuah monitor kecil berisi deretan angka.
Seperti sudah hafal deret angka yang harus dia tekan, tanpa ragu pria tua itu mulai menekan-nekan angka-angka yang akan memberinya akses untuk masuk.
“Ayo,” ajak nya pada Hetshin kecil setelah pintu itu terbuka lebar untuk mereka berdua.
Ruangan yang mereka masuki tidak jauh berbeda dengan ruangan yang dia tempati sebelum nya.
Sebuah ruangan putih besar dengan sebuah tempat tidur di tengahnya. Hanya saja, bukan tempat tidur saja yang ada di sana, tapi juga peralatan medis lengkap, dengan selang-selang juga beberapa monitor ECG yang sedang memantau kehidupan seorang gadis yang tertidur di atas ranjang tersebut.
Seorang gadis botak dengan kepala yang dililit perban dan baju yang hanya membalut tubuh nya asal.
“Siapa nama mu?” tanya pria tua itu mengagetkan Hetshin kecil.
Dia ragu, orang-orang di tempat nya dulu tidak pernah memberinya sebuah nama, tapi ... dia ingat setiap kali orang-orang itu membawanya ke sebuah ruangan penuh dengan kabel-kabel dan alat-alat mengerikan yang dia ingat selalu membuat nya kesakitan, dan mereka selalu memanggil nya dengan beberapa deret angka ....
“668—“
“Hetshin.” potong pria tua itu tiba-tiba, “Mulai sekarang kau akan dikenal sebagai Hetshin Zoax.”
“Het — shin, Zoax?”
“Sama seperti dia,” pria tua itu kembali bicara saat menemukan Hetshin yang kebingungan, “gadis itu juga memiliki deret angka, yang juga tergambar di d**a mu.”
Ucap pria tua itu sambil mendekat ke arah si gadis, menyingkap selimut dan baju yang dipakai nya hingga memperlihat kan paha kurus nya yang sepucat mayat, memperlihatkan empat angka yang terlihat seperti tatto tapi jika di lihat lebih dekat, tatto itu lebih mirip sebuah luka bakar yang terbentuk oleh besi panas yang di tempelkan langsung ke kulit si bocah.
Melihat itu, Hetshin spontan mengakat pakaian nya, melihat deret angka yang sama yang di miliki oleh bocah perempuan yang sedang tidur di atas ranjang itu.
Sama ....
Bekas luka yang menyerupai seperti tatto itu sama persis seperti yang ada ada di d**a kiri bawah nya.
Hanya saja, angka yang ada di tubuh nya berbeda dengan yang ada di tubuh gadis tersebut.
Mengalihkan pandangan Hetshin yang baru mendapatkan nama itu, melihat intensif ke arah pria tua berparas timur tengah yang sedang memeriksa selang infus yang tertanam langsung di bawah jaringan kulit d**a si gadis, dan setelah selesai dengan selang infusnya, pria itu kembali memeriksa denyut nadi si gadis sambil berkata...,
“Aku menemukannya nyaris di bakar hidup-hidup di tempat peleburan timah.”
Tak ada pertanyaan yang dike luarkan Hetshin, pemuda kecil itu hanya diam. Melihat bergantian ke arah gadis yang usianya mungkin sama dengan nya, terbaring tanpa sedikit pun membuka mata, bahkan hidup nya pun di bantu oleh alat-alat yang terhubung dengan tubuh nya.
“Kenapa dia ada di tempat seperti itu?”
“Sama seperti mu, dia juga di buang.”
“Di buang?”
“Karena sudah tidak berguna lagi, mereka membuang kalian.”
“Kenapa?”
“Karena kalian sudah melebihi batas kemampuan tubuh kalian, dan daya hidup yang tidak memungkinkan untuk tetap di pertahankan, jadi mereka membuang kalian.”
“Oleh siapa...?”
“Di dalam kepala gadis ini, tertanam semua pengetahuan milik Garnet. Tapi ... karena tubuhnya tidak bisa lagi bertahan untuk semua uji coba yang dilakukan Garnet pada nya, hingga akhir nya menjadi tidak berguna, kemudian Garnet pun membuang nya.”
“...apa itu juga yang mereka lakukan pada ku?”
Pria tua itu tersenyum, mengelus kepala pelontos Hetshin dan melanjutkan kalimat nya, “Aku ingin kau menjaga dia, kalau dia bangun nanti, dan aku akan memberikan kehidupan baru padamu sebagai seorang Zoax. Kau mau membantu ku?”
Dia mengangguk, dia ingin membantu ... bukan karena dia sudah di beri sebuah nama oleh pria tua ini, tapi juga karena dia pernah membuat sebuah janji. Janji kalau dia akan mengabdikan hidup baru nya pada siapa pun yang sudah memberikan kehidupan ini.
“Namaku Vastar Hendrick Al Rasyid, dan mulai sekarang kau adalah anak ku.”
Sejak hari itu. Hetshin mengabadikan diri untuk Vastar Al Rasyid, orang tua yang sudah menarik nya dari liang kematian dan memberi nya kehidupan baru yang akan dia habiskan untuk membalas budi pada pria tua berparas timur tengah tersebut.
Berbulan-bulan Hetshin tinggal bersama Vastar Al Rasyid. Dia adalah orang yang selalu mengajarkan pada nya tentang seni bela diri, juga orang yang sama yang mengajarkan Hetshin bagai mana cara nya menggunakan senjata. Baik itu senjata laras pendek mau pun senapan mesin.
Tidak ada yang tidak bisa dilakukan Hethshin selama dia berada di camp pelatihan yang di dirikan oleh Vastar Al Rasyid di Cheviot.
Hingga suatu senja, Vastar Al Rasyid membawanya ke sebuah tempat.
Sebuah jalan di mana dia melihat ada beberapa orang anak kecil seumuran dengan nya dan satu anak perempuan yang jauh lebih kecil di bandingkan mereka berada di tengah kelompok itu.
Di dalam mobil, Hetshin terus memperhatikan tanpa bicara, dia terus memperhatikan bagai mana anak-anak itu saling menyayangi satu sama lainnya, saling menjaga satu sama lain nya, dan saling berbagi makanan sedikit yang mereka miliki untuk mengenyangkan perut mereka, paling tidak sampai matahari terbit esok pagi.
“Siapa mereka?” Hetshin memulai.
“Anak-anak yang tidak memiliki rumah.”
“Apa mereka, juga sama seperti ku?”
Vastar Al Rasyid meilirik Hetshin dari ekor mata nya. “Tidak.” Jawab nya singkat.
“Lalu...?”
“Kau lihat gadis itu?” tunjuk Vastar Al Rasyid pada seorang gadis dengan warna rambut yang berbeda.
Mengangguk mengiyakan, “aku ingin kau ada di antara mereka, mejaga salah satu dari mereka untuk ku dan setelah itu ... kau tahu apa lagi yang harus kau lakukan.”
“Kenapa aku harus ada di antara mereka? Aku sudah bersumpah kalau aku akan terus berada di samping mu dan menjaga mu.” Tolak Hetshin.
“Sekarang, adalah saat nya kau menunjukan kesetiaan mu.” Vastar Al Rasyid memalingkan pandangan nya dari Hetshin, beralih melihat ke arah anak-anak yang sedang duduk di pelataran sebuah toko tak jauh dari mereka,
Selesai dengan percakapan singkat mereka. Vastar Al Rasyid menurunkan Hetshin dari mobil nya, menyuruh bocah berkepala pelontos itu untuk bergabung bersama kawanan anak-anak di sana dengan cara nya sendiri.
Hingga saat ini.
“Apa yang terjadi dengan Christina?”
Hetshin menghentikan lamunan nya setelah suara berat dari seorang lelaki tua yang sangat dia kenal sedang berdiri di ambang pintu, memegang tongkat dari perak dengan ujung kepala tongkat yang terbuat dari kayu.
Orang itu adalah Vastar Al Rasyid.
Entah sudah sejak kapan Vastar Al Rasyid ada di sana hingga tidak sedikit pun dia menyadari kedatangan orang tersebut.
“Anda?”
“Apa yang terjadi?” nada nya terdengar khawatir.
“Hanya perkelahian kecil.”
“Kecil?”
“Aku menemukan Christ berada di kamar hotel bersama Neo Arguandral.”
“Jadi mereka sudah bertemu?”
“Mungkin sudah lama,”
“Benarkah?”
Hetshin kembali ke wastafel, membuka keran air yang sejak tadi tertutup untuk mengalirkan darah yang nyaris berubah menjadi jelly kemudian membuang sisa sampah yang tertinggal ke tempat sampah.
Sementara Hetshin melakukan pekerjaan nya, Vastar Al Rasyid mengedarkan pandangan nya ke seluruh kamar apartemen yang terbilang kecil ini.
“Di mana Nana?”
“Aku tidak tahu, terakhir kali aku melihat nya, dia berada di rumah Rudolf Hans saat aku mengantar anda menghadiri pesta ulah tahun pernikahan orang itu.”
“Kalau tidak salah, aku juga melihat dia ada di sana --Neo Arguandral?”
Hetshin mengangguk, ya ... terakhir kali dia melihat Nana ada di rumah Rudolf Hans sedang memakai gaun yang entah milik siapa lalu saat dia mencoba mencari gadis itu, Hetshin melihat Neo bersama Nana dan setelah itu dia tidak melihat nya lagi dan bahkan Nana tidak kembali ke rumah ini. Mungkin Nana ikut ke rumah Neo Arguandral bersama Dere yang juga di bawa oleh pria itu.
“Lalu, di mana nona Dere?” Vastar bertanya setelah dia sadar kalau dia tidak menemukan Dere di mana pun di sudut apartemen kecil itu.
“Maafkan saya, tapi Neo Arguandral juga sudah berhasil membawa Dere dari sini.” Ucap Hetshin menyesal.
Padahal, dia tahu kalau Neo datang ke rumah ini untuk membawa Dere darinya, tapi dia tidak berbuat banyak karena sejak hari itu juga dia tidak bisa mendapatkan informasi yang akurat.
Seseorang yang dia mintai tolong untuk mencari lokasi Neo sesaat setelah dia tahu kalau Dere tidak ada di rumah ini, Hetshin menemukan orang itu mati di dekat taman kota dengan usus terburai dan kepala yang sudah tidak pada tempat nya.
Seperti nya Neo tahu kalau Hetshin berusaha mencari keberadaan nya untuk membawa kembali Dere, dan saat orang yang Hetshin kirim untuk mencari tahu informasi itu, Neo langsung mengetahui hal itu dan dengan cepat orang-orang pria itu langsung menghabisi nya tanpa ampun.
Mungkin itu juga yang akan di lakukan Neo pada Nana kalau sampai dia mencoba sekali lagi mencari tahu di mana mereka berada sekarang.
Dan sial nya, Hetshin sama sekali tidak tahu pasukan seperti apa yang dimiliki Neo sampai bisa dengan keji membunuh dengan cara mengerikan seperti itu.
“Sayang sekali, padahal aku ingin memeluk gadis itu. Tapi ... tuan Arguandral sudah mengambil nya lebih dulu dari ku.”
“Akan ku bawa mereka kembali.” Hetshin menyela, ucapan Vastar Al Rasyid seperti sebuah tamparan untuk nya setelah belasan tahun dia bertugas menjaga gadis itu dan sekarang semua nya kacau saat mereka memutuskan untuk datang kembali ke London.
“Tidak usah terburu-buru, mungkin dia sedang bersenang-senang dengan Nana. Kau tahu kalau gadis itu sangat cerewet, hahaha ... aku berani bertaruh kalau dia sendiri yang akan mengantarkan Nana kembali pada mu.”
“Katakan pada ku,” Hetshin menyela, “apa anda sedang berusaha menjadikan Nana sebagai umpan.”
“Tentu saja tidak, Nana gadis baik. Tentu saja aku tidak akan berbuat serendah itu, lagi pula ... Nana tidak memiliki sangkutan dengan masa lalu kalian, bukan?”
Hetshin tak mengatakan apa pun. pria itu hanya melihat Vastar Al Rasyid dalam diam.
Ini kedua kali nya dia melihat pria paruh baya itu berdiri dengan wajah seangkuh itu setelah saat pertama dia melihat wajah itu diperlihatkan Vastar Al Rasyid saat dia menyuruhnya untuk bergabung dalam KELOMPOK milik Neo dua puluh delapan tahun lalu.
“Ah, hampir saja aku melupakan sesuatu, apa kau kenal wanita ini?” Vastar Al Rasyid mengeluarkan selembar poto, “nama nya Atha Cruela?” Hetshin memandang Vastar Al Rasyid dalam diam. Melihat sejenak selembar photo yang diperlihatkan pada nya. Selembar photo yang memperlihatkan seorang wanita berambut merah lurus sebahu.
“Tidak.” Hetshin menjawab pasti, tapi ada satu bagian dalam dirinya merasa kalau dia pernah melihat wanita ini.
Hanya saja ... entah di mana dia pernah melakukan itu.
“Aku ingin tahu lebih banyak, tolong selidiki kedekatan mereka. Dan juga Hetshin, aku tidak ingin kau terlalu kasar pada adik mu.”
Vastar Al Rasyid kembali berjalan, menjauh dari Hetshin meski harus di bantu oleh tongkat yang setia bersama nya, menyangga setiap langkah nya tapi itu seperti tidak menghilang kan sedikit pun kekuatan hidup yang orang tua ini miliki.
Tiba di depan pintu. Sebelum tangan penuh keriput tua milik Vastar Al Rasyid menarik tuas- nya, Hetshin berhasil menghentikan nya sejenak...,
“Aku tidak paham semua ini tapi, dia itu hanya seekor anak domba kesepian ....”
Kalimat yang ke luar dari mulut orang yang dia kenal selama ini membuat Vastar Al Rasyid sedikit terkejut, tapi sekali lagi ... pria tua ini menyungging seulas senyum,
“Kau terlalu keras pada dirimu sendiri, Nak ....” ucap Vasatar Al Rasyid kemudian benar-benar meninggalkan Hetshin bersama kesendirian nya.
BRAK!!
Sekuat tenaga, Hetshin memukul wash basin yang ada di belakang nya.
Kemarahan seolah menguasai nya sekarang. Hanya diberi kepercayaan untuk menjaga satu orang saja dia tidak bisa, seharus nya ... dia tidak kembali ke tempat ini.
Tempat yang sudah membiarkan nya mengingat banyak kenangan indah yang membuat nya muak di saat bersamaan. Ya, bagai mana dia bisa senang saat dia tahu kalau dia berada satu kota dengan orang dari masa lalunya di mana seluruh ke luarga orang itu mati tepat di hadapan nya.
_