Your eyes like bottomless abyss, will swallow anything that look into them.
|
|
|
South Bank Tower
London Inggris
04:55
Neo mencoba membuka matanya saat dering telepon berbunyi—mengganggu— membuat tidur yang hanya sebentar milik nya terbuang sia-sia.
Dia menjulur kan tangan nya, mengambil ponsel yang dia taruh tepat di nakas samping tempat tidur, tapi sebelum tangan itu menyentuh nakas, sebuah tangan lain terjulur untuk memberikan benda itu pada Neo lebih dulu.
Itu Ash. Pria dengan sepasang iris senada teriknya mentari yang terlihat berkilau oleh cahaya temaram lampu nakas, tersenyum pada Neo yang masih terbaring di atas kasur.
“Sepertinya itu alarm yang saya pasang agar anda tidak terlambat bangun untuk ke pertemuan kita di Prancis siang ini.” Ujar Ash setelah Neo berhasil melihat layar ponsel itu dan memang menemukan aplikasi alarm yang memberitahu nya kalau hari ini ada pertemuan dengan salah satu klien luar negeri yang sudah membuat janji dengan nya seminggu lalu.
Mengehela napas sejenak, Neo lalu mengusap wajah nya kasar sebelum memutuskan untuk bangun dari tempat tidur.
Sementara Ash lebih memilih mendekati lemari pakaian, setelah dia membereskan tempat tidur yang tidak terlalu berantakan di hadapan nya untuk memilah beberapa jas dan kemeja untuk dipakai Neo.
“Anda ingin memakai jas seperti biasa nya atau yang lebih berwarna seperti abu-abu atau biru?” Ash menawari, Ash tahu kalau Neo tidak mungkin peduli pada apa yang dikenakan olehnya sendiri, tapi setidak nya Ash sudah berusaha menjadi yang terbaik setiap kali dia bekerja untuk pria yang sedang membasuh tubuhnya di dalam kamar mandi sana.
Dengan tangan terampil layaknya perempuan, Ash terus memilih kan warna selain hitam dan putih yang selalu jadi warna wajib untuk setiap pakaian yang melekat di tubuh Neo.
Seperti dugaannya, Neo tak menjawab apa pun. Tapi dengan polosnya, Ash masih saja terus bertanya dan bicara.
“Saya ingin anda memakai kemeja hitam dengan dasi sewarna dan setelan jas abu-abu. Saya lihat anda tidak pernah memakai ini sejak terakhir saya melihat anda memakainya setahun lalu.” Ucap Ash sambil mengeluarkan jas yang dia ambil lalu menyampirkan nya di satu sisi kasur. Seperti yang hampir setiap hari Ash lakukan, dia selalu bicara meski tak mendapat respon apa pun dari sang majikan.
Lima belas menit berlalu, Neo akhir nya ke luar dari dalam kamar mandi hanya dengan sehelai handuk yang terselip di pinggangnya.
“Saya akan menunggu anda di ruang makan.” Ucap Ash lalu berjalan meninggalkan kamar tersebut.
“Ash,” panggil Neo menghentikan langkah pria bermata keemasan itu, “kau tidak sedang berencana membuat masalah, bukan?”
“Maksud anda?” jawab Ash sangat santai.
“Kau tahu jawabannya.”
“Hahaha ... anda memang tidak pernah bisa di ajak sedikit bersenang-senang.” Sementara Ash tertawa, Neo hanya bisa melirik pria itu dingin. Mengintimidasi nya tanpa melakukan sesuatu yang membuat nya takut. Karena Neo tahu, menggertak Ash bukanlah hal luar biasa yang bisa dia lakukan.
Karena di mata Neo, Ash tidak pernah bisa dihentikan meski hanya dengan sebuah gertakan, bahkan jika Neo melakukannya sambil mengarahkan senjata tepat ke ubun-ubun nya sekalipun.
“Aku tidak ingin kalau sampai anak itu mengacaukan pekerjaan ku.”
“Anda terlalu berlebihan, tuan. Setidak nya anda bisa memberinya sebuah pekerjaan agar Hetshin Zoax bisa segera kita temukan dan anda bisa membawa kembali Lucifer bersama anda.”
Ash kembali tersenyum. Dia sudah menduga kalau Neo tahu apa yang dia lakukan semalam. Terutama tentang dia yang tidak menemui Neo di ruang kerjanya hingga menjelang pagi, padahal sudah jelas kalau sebelum Neo meninggalkan rumah sakit semalam pria itu memintanya untuk menemuinya di ruang kerja untuk membicarakan beberapa hal, namun dia membangkang dan membiarkan Neo terus menunggu hingga lelah dan menyerah.
“Lakukan yang ingin kau lakukan, tapi jangan salahkan aku kalau ke luarga nya hanya akan mendapatkan peti mati di depan pintu rumah mereka.”
Tak ada jawaban. Ash hanya tersenyum kemudian berkata, “Helikopter akan menjemput anda setengah jam lagi. Anda masih punya waktu untuk menghabis kan sarapan anda dan membaca koran pagi ini sebentar.” Sambung Ash kemudian benar-benar pergi dari kamar Neo. Membiarkan pria itu tetap di kamar nya dan berpakaian
₪ ₪ ₪
Morgan Del Apartemen
London—Inggris.
12:15
Tak banyak yang bisa dilakukan gadis itu selain duduk di atas ranjang nya, menenggelamkan diri nya pada kekosongan abadi yang tidak pernah dia ingin kan.
Langit mendung membawa gumpalan awan hujan di luar jendela kamar nya pun tak ia pedulikan. Bahkan ruangan yang berubah gelap sejak tadi ia abaikan.
Jangankan untuk menyalakan lampu, membeda kan gelap dan terang pun dia tidak pernah bisa melakukan itu. Karena bagi nya, dunia yang dia miliki sekarang adalah dunia yang selalu bisa menerimanya tanpa harus membuat nya mengeluh atas kekurangan yang dia miliki.
Bangunan yang menjadi tempat tinggal nya sekarang hanya lah sebuah apartemen kecil, kumuh dan mungkin tak layak untuk dihuni oleh manusia. Apartemen itu hanya memiliki dua tempat tidur, satu ruangan besar yang menyatu dengan dapur dan sebuah kamar mandi yang selalu dia gunakan bergantian dengan orang yang membawa ke rumah ini.
Rambut perak gadis ini terurai indah sementara wajah nya ia jatuhkan ke dalam lipatan tangan, menyembunyikan paras indah itu agar tak ada siapa pun yang tahu kalau perasaan tak nyaman menyelimuti nya sekarang.
Tidak, bukan sekarang ... tapi sejak dua puluh delapan tahun yang lalu. Saat seseorang memisahkannya dari sebuah ke luarga yang menyelimuti nya dengan kehangatan, sebuah kasih sayang.
Tubuh kurus gadis itu hanya dibalut sehelai kaos tipis berwarna marun yang sangat kontras dengan rambut peraknya yang indah, juga sebuah celana berbahan kain selutut yang terlihat kebesaran untuk nya. Memang tidak cocok sama sekali untuk tubuh indah dan mulus milik gadis bernama Dere ini, tapi ... itu cukup memudahkan nya melakukan apa pun yang dia mau dengan pakaian yang terasa sangat nyaman tersebut, bahkan pakaian itu memberikan lebih banyak sirkulasi untuk nya di dalam rumah pengap dengan bau apek yang menyengat ini.
Ya, bau apek.
Perabot di rumah ini memang sudah sangat lama, bahkan sofa yang ada di ruang tengahnya pun sudah robek di beberapa bagian. Membiarkan per yang ada di dalam nya mencuat dan siap melukai siapa pun yang tidak hati-hati.
KRIET ....
Bunyi pintu yang dibuka perlahan membuat telinga nya yang sensitif membawa perhatiannya untuk naik ke permukaan. Dia mengangkat wajah cantik nya yang merona dengan sepasang mata kelabu tanpa cahaya kehidupan itu untuk membuat dirinya sadar kalau ada seseorang dari luar sana mencoba masuk ke dalam.
Wajah cantik itu sangat kontras dengan warna kulitnya yang terlihat pucat, dengan bibir tipis yang merona sedikit merah. Hidung mancung nya yang sangat cocok dengan gestur wajah oval itu terlihat sedikit memerah di ujung, mungkin pendingin ruangan sedikit mengusiknya, maka dari itu, pria ini langsung mematikan pendingin ruangan yang tidak pernah dia matikan sebelum nya.
Setelah mematikan pendingin ruangan yang berada tak jauh dari pintu masuk, pria itu lalu menutup pintu yang memberikannya akses untuk nya masuk.
Melepaskan jaket kulit hitam yang dia pakai kemudian menggantungkannya pada gantungan jaket yang berada di belakang pintu.
Tinggi pria itu sekitar 188cm dengan tubuh tegap dan otot yang terbentuk sempurna, rambutnya sedikit acak-acakan memperlihatkan rasa lelah yang sangat jelas di wajah nya, brewok halus yang tumbuh di sebagian wajah nya pun sama sekali tak dia urus, alis nya yang tebal dengan garis wajah tegas menambah kesan mengerikan padanya melekat sangat kuat.
Boots bersol tebal pria ini mengentak perlahan pada ubin di bawah sana sambil perlahan bergerak mendekat ke arah Dere yang masih belum beranjak dari ranjang nya.
“Maaf, aku baru bisa menemui mu.” Ucapnya setelah duduk tepat di sebelah Dere, “akan ku buatkan makanan.” Ucapnya lagi.
Pria itu kembali bangun dan ke luar dari kamar tersebut, diikuti Dere yang juga perlahan bangun dari tempat nya. Menyentuh tangan pria itu dengan wajah sedikit khawatir, “Ada apa?” tanya pria itu.
“Nana ... dia tidak pulang sejak kemarin malam,” Dere berucap ragu.
“Biarkan saja.” Jawabnya lelah. Dia sudah lelah mencari bocah itu sejak dia tidak sengaja menemukan anak itu di pesta ulang tahun Rudolf Hans kemarin malam. Tapi saat dia mencoba menghampiri gadis itu, Nana sudah tidak ada di mana pun di persta tersebut. Entah pergi ke mana anak itu dia tidak tahu.
Tapi yang jelas, dia yakin kalau anak itu akan kembali jika perutnya lapar atau saat dia kehabisan uang.
“Kenapa kau tidak coba mencarinya?” Dere masih khawatir.
“Sudah lah, berhenti membicarakan anak itu sekarang aku lapar.” Pria itu melepaskan tangan Dere darinya, melanjutkan langkahnya menuju ke dapur untuk membuat makan siang untuk mereka.
Meninggalkan Dere yang masih tak melepaskan ekspresi khawatir di wajah nya.
“Hetshin!” panggil Dere, “aku ingin pulang ....” ucap Dere lirih. Tapi, hanya dapat satu lirikkan dari pria ini.
“Ini rumahmu.” Jawabnya singkat kemudian pergi dari hadapan gadis yang menatap pada kehampaan.
“ku mohon ... aku ingin kembali pada keluargaku. Aku tidak ingin berada di tempat ini, aku merindu—“
“Kau tahu kalau mereka semua sudah mati,” suara nya dengan nada sangat rendah dalam satu penekanan, membuat gadis itu gemetar tanpa respon apa pun, “jadi hilangkan keinginan mu untuk meninggalkan rumah ini.” Tambah nya.
₪ ₪ ₪
South Bank Tower,
London—Inggris.
12:25
Ash mengembus kan napas nya, menggeleng tak percaya pada apa yang dia lihat.
Ini sudah cukup sore untuk seseorang masih tidur dengan nyaman di atas ranjang nya. Meski panas di luar sudah tergantikan oleh hujan lebat yang mengguyur bumi, tapi suara bising nya benar-benar tidak mengganggu gadis berambut ikal pendek ini untuk bangun dari tidur panjangnya.
Ash ingat bagai mana dia membawa gadis ini masuk ke dalam rumah setelah membuat sedikit kesepakatan dengan nya.
Gadis yang mengenalkan dirinya sebagai Nana itu berjanji pada Ash untuk ikut bersama nya dan bekerja demi membayar kerugian yang diterima oleh Neo atas insiden yang gadis ini lakukan di pesta ulang tahun pernikahan Rudolf Hans kemarin malam, tapi sekarang lihat dia! Gdis itu masih asik tidur sementara majikannya sendiri—Neo—sudah meninggalkan rumah sejak pagi-pagi buta.
Sementara gadis ini, enak sekali dia tidur? Lihat tangan nya yang terselip di antara bantal, dan kaki nya yang ke luar dari dalam selimut mempelihat kan betis dan paha kurus nya yang mulus, sementara rambut ikalnya yang indah sudah berantakan tak beraturan.
Ash memijit pangkal hidung nya frustrasi. “Oi, nona muda...,” panggil Ash sambil menarik selimut gadis itu darinya. Tapi gadis itu, hanya menggeliat. Mencari selimutnya dan menggelung tubuhnya lagi.
Sekali lagi, Ash menghela napas. Bagai mana pun gadis ini harus bangun dan dia tidak bisa terus membiarkan nya tidur karena dia harus mengerjakan sesuatu hari ini sebagai bukti perjanjian yang sudah mereka sepakati kemarin malam.
Tanpa aba-aba apa pun lagi, Ash menarik selimut milik Nana, mengeratk kan selimut itu pada tubuhnya hingga gadis itu tergulung sempurna.
“Apa yang kau lakukan?!” Nana yang belum berhasil mengumpulkan nyawa nya tidak tahu apa yang coba Ash lakukan. Tapi, pertanyaan Nana sama sekali diabaikan oleh Ash. Setelah itu Ash mengangkat tubuh Nana ke dalam gendongan nya. Membawa Nana ke luar dari kamar, mengabaikan apa pun itu teriakan gadis berambut ikal yang sekarang sedang dia gendong dan dia bawa ke luar kamar—terus menuju ke kolam renang.
“He—hei, turunkan aku!’’ pinta Nana masih tak mendapat respon apa pun dari Ash, membawa Nana ke arah kolam renang lalu menceburkan nya seketika setelah mereka berada di bibir kolam.
Nana gelagapan di dalam air setelah tubuhnya yang digulung dalam selimut di ceburkan ke dalam air. Beruntung dia bisa berenang hingga bisa segera naik ke permukaan. Padahal bobot selimut yang berubah basah nyaris membuat nya tenggelam.
Meski melihat Nana yang kesulitan melepaskan diri dari gulungan selimut, Ash hanya diam memperhatikan. Memperhatikan hingga Nana berhasil menyelamatkan diri nya sendiri dari dalam sana.
“Phuah!”
Nana terbatuk setelah dia berhasil naik ke permukaan dan memompa udara sebanyak mungkin untuk paru-paru nya. Sementara Ash, hanya tersenyum.
“Kau mau membunuh ku, hah?!” bentak Nana masih terus mencoba mengatur napas nya. Rasanya dia hampir mati kalau saja dia tidak bisa berenang. Mungkin dia benar-benar sudah mati di dasar kolam ini.
“Aku ini perempuan! Bisa tidak kau sedikit bersikap lebih lembut pada ku?!” geram. Sungguh, rasa nya dia ingin menghajar pria itu jika saja dia masih punya tenaga.
Ash tak merespon apa pun. Dia hanya merogoh saku jas dalam nya dan mengeluarkan selembar kertas dari sana, melemparkannya ke arah Nana. Secepat mungkin Nana berusaha meraih kertas tersebut sebelum benar-benar basah oleh air. “Apa ini?”
“Pekerjaan pertama anda.” Ujarnya dengan nada yang sangat sopan.
“Apa? Jadi kau serius soal pekerjaan itu?”
“Tentu saja. Saya ingin anda menemukan informasi sebanyak-banyaknya tentang gadis yang namanya tertulis di sana. Kalau belum mendapatkan banyak informasi untuk apa yang di tugaskan hari ini, saya melarang anda kembali.”
Nana mengernyit. “Bagai mana kalau aku bilang, aku tidak mau?”
“Hutang anda sekitar lima juta dolar pada pemilik rumah ini, dan anda juga harus mengganti kerugian untuk gaun yang anda curi, lalu anda pakai dan anda hancurkan, milik Meera Hans yang tentunya semua kerusakan itu sudah dibayar lunas oleh pemilik rumah ini, jika anda masih menolak pekerjaan mudah yang saya tawarkan, maka anda bisa membayar nya di muka dengan total yang sudah tertera, baru setelah nya anda di izinkan meninggalkan penthouse ini.”
“Rentenir!” gerutu Nana dengan nada kesal, “lalu...,” lanjut nya, “apa yang harus ku lakukan setelah mendapatkan informasi itu?”
“Kembali.”
“Itu saja?”
“Iya.”
“Mudah sekali?” gumam nya tak percaya.
“Memang, tapi saya harap anda bisa kembali hidup-hidup.”
“Ha?!”
Keterkejutan Nana tidak di jawab apa pun oleh Ash. Pria itu hanya melirik Nana dari ekor matanya, tersenyum dengan sangat manis sebelum pergi meninggalkan nya.
“Ingat, waktu anda hanya sampai besok pagi. Kalau anda gagal, anda akan tahu konsekuensi nya. Jadi artinya ... satu-satu nya pilihan anda selama mengerjakan pekerjaan ini adalah tetap hidup untuk bisa kembali kemari.”
“Apa mak—“
“Untuk pakaian, akan saya siapkan. Setelah itu, carilah akses untuk menuju ke alamat yang saya tulis di sana dengan cara anda sendiri. Selamat bekerja.”
Nana meneguk ludah nya paksa. Dia tidak mengerti maksud dari apa yang sedang di katakan oleh pria yang baru dia temui kemarin malam. Sangat tidak jelas dan dia bahkan tidak tahu tujuan orang itu mengumpulkan informasi seperti ini.
Lagi pula kenapa dia harus berurusan dengan hidup dan mati? Apa hubungannya pekerjaan untuk membayar hutang yang tak seberapa ini harus bersangkutan dengan nyawa nya?
Cepat-cepat Nana membuka lembar kertas yang dia terima dari Ash, membaca nya dan sekarang Nana tahu, kenapa Ash mengatakan kalau dia harus kembali hidup-hidup.
“Christina Hendrick ....”
_