Paman?? Maksudnya... Ayahnya Yasmine kan???
"Kenapa malah diam?" tanya Axel dengan santai sekali. Tetapi, Vivian masih tetap membungkam mulutnya. Tubuhnya mematung. Ia bingung, harus bagaimana menjawab pertanyaan dari lelaki di sebelahnya ini.
"Aku melihat kalian di tangga," ucap Axel sampai membuat Vivian yang sedang tertegun itu memutar kepalanya ke samping dan menatap Axel saat ini.
"Bukan cuma pagi ini. Tetapi semalam pun, aku melihat kamu dan pamanku di tangga. Kalian berdua, terlihat intim sekali ya??" ucap Axel yang seketika membuat Vivian tidak bisa menelan salivanya.
Ketahuan??? Apa yang Kak Axel maksud ini, dia melihat mereka berdua yang sedang berciuman di tangga semalam??
"Apa kamu dan pamanku, memiliki hubungan yang khusus??" pertanyaan to the point, yang Axel layangkan dengan begitu tenang. Padahal, apa yang berada di dalam d**a Vivian sekarang, sedang bergemuruh dengan sangat kencang.
"Kalau tidak berpacaran, apa namanya??" tanya Axel lagi, yang kini menepi dan diam sambil menunggu jawaban, dari wanita yang ia cecar sepanjang jalan tadi.
"Kenapa tidak dijawab juga??" ucap Axel lagi , yang kian penasaran.
Vivian menghela napas dengan begitu panjang dan mencoba, untuk sedikit menjawab rasa penasaran Axel.
"Apapun itu yang kakak pikirkan. Tidak benar sepenuhnya. Ada hal yang rumit diantara kami , yang tidak bisa aku jelaskan secara gamblang," ucap Vivian, yang akhirnya buka suara juga. Ya meskipun, belum sepenuhnya mengobati rasa penasarannya.
"Berarti, benar-benar ada hubungan yang spesial?? Oh iya, Apa Yasmine tahu hal ini?" tanya Axel yang membuat gemuruh di dalam dadanya menjadi semakin kencang.
Vivian menggelengkan kepalanya dan Axel pun berkata lagi. "Pantas saja," ucap Axel.
"Kak, bisa minta tolong untuk tidak mengatakan apapun kepada Yasmine?? Jangan sampai Yasmine tahu hal ini, Kak," pinta Vivian yang sudah mulai panik sendiri.
Satu orang, sudah mulai mengetahui rahasianya dan jangan sampai, yang satu itu juga. Ia tidak bisa membayangkan, bagaimana reaksi Yasmine nantinya, saat tahu tentang dirinya dan juga ayahnya itu.
"Bagaimana ya??" ucap Axel sembari memutar bola matanya ke arah atas.
Vivian menelan salivanya sembari menghela napas dan juga menundukkan kepalanya. Sudah diberitahu untuk tidak nekat. Sekarang, malah ketahuan kan?? Dia benar-benar menyebalkan sekali. Lelaki yang tidak mau menahan dirinya sedikit saja. Sekarang, bukan cuma dia saja yang akan habis nanti. Tapi dirinya juga.
"Ya boleh lah. Tapi... Asalkan kamu mau mengikuti, apapun yang aku katakan," ucap Axel, yang terdengar seperti mimpi buruk bagi Vivian. Ia tidak akan dimanfaatkan bukan??
Vivian terlihat kebingungan dan shock sekali. Sementara Axel tersenyum dan mengatakan lagi.
"Tenang saja. Aku tidak akan memanfaatkan kamu, demi kepentinganku sendiri," ucap Axel, yang seperti sudah tahu, apa isi kepala Vivian sekarang.
"Lalu, aku harus apa Kak sekarang??" tanya Vivian, yang segera ingin bebas dari orang yang sudah mengetahui rahasianya ini.
"Duduk manis saja. Kita jalan lagi dan kita pergi main ke mall. Kita menonton film," ucap Axel yang kini mulai kembali melaju lagi dengan mobil pemberian orang tuanya.
Sementara itu di rumah. Orang yang sudah pegal maupun kehabisan kata-kata, untuk mengetik pesan itupun tengah duduk pada sofa, yang berada di ruangan kerjanya. Belakang kepalanya sedang bertumpu pada sandaran sofa dan wajahnya menghadap ke langit-langit ruangan.
Sudah satu jam Vivian pergi dan masih belum ada juga tanda-tanda, ia akan segera kembali ke rumah. Sudah ada beberapa pesan yang dibaca. Tetapi tidak ada satupun yang dibalas olehnya juga.
Thomas kini, seperti orang yang kehilangan semangat hidup. Takut miliknya diambil. Tapi tidak tahu cara untuk mempertahankannya. Mau menyusul kemana?? Bila tahu tempat dan menyusul pun, apa yang akan ia lakukan nantinya di sana.
Hahh... Dasar bocah ingusan. Sebelum ada dia, keadaan sangat aman, tentram dan damai. Tetapi, setelah dia datang ke rumahnya ini, ia bahkan kehilangan banyak waktunya bersama Vivian.
Hanya bertatap muka sebentar dan beberapa menit. Sudah begitu pun, tidak bisa menyentuhnya lama-lama. Hari ini saja, bahkan ia belum menyentuhnya sama sekali. Mana tadi Vivian kelihatan begitu manis.
Kenapa saat pergi dengan Axel, dia malah berdandan feminim begitu??
Ah, kan.
Berada di rumah tanpa Vivian, sudah membuatnya seperti hilang kewarasan saja. Thomas mengembuskan napas dengan kasar dan bangkit dari sofa. Ia keluar saja dari ruangan dan pergi ke lantai bawah , untuk merefresh pikiran, sekalian menunggu Vivian pulang di sana.
Ketika sudah sampai di ruang tamu. Wanita yang merupakan putrinya itu, kini sedang duduk-duduk seorang diri di sana. Thomas pun menghampiri putri semata wayangnya itu dan menempelkan bagian belakang tubuhnya di sisi putrinya tersebut.
"Kamu sedang apa di sini?" tanya Thomas, sesaat setelah tubuhnya menempel di sofa.
"Sedang bosan, Dad. Libur kuliah, malah duduk-duduk di rumah. Kalah deh dengan Vivian," keluh Yasmine sembari mendekap bantal sofa.
"Kenapa tidak ikut saja tadi??" ucap Thomas dengan gemas. Kalau saja putrinya ini ikut, setidaknya ia tidak akan seperti orang gila begini, karena memikirkan Vivian , yang sedang berduaan bersama keponakannya yang brengsekk itu.
"Ck. Emangnya Daddy nggak denger tadi, Kak Axel ngomong apa?? Kak Axel cuma mau pergi berdua. Mau kencan katanya. Nanti, kalau Yasmine ikut juga, cuma jadi nyamuk di sana."
"Memangnya, mereka sedekat itu?? Apa mereka punya hubungan??" tanya Thomas, yang mengulik tentang Vivian dan Axel, dari putrinya sendiri.
"Setahu Yas sih nggak, Dad. Yas juga kaget tadi, tiba-tiba Kak Axel ajak Vivian kencan. Lagi pendekatan dulu mungkin Dad. Oh atau, sekarang Kak Axel mau sekalian nembak Vivian!" seru Yasmine dan yang duduk di sebelahnya langsung mengusap janggutnya sendiri dengan kasar. Tidak di ruang kerja, tidak di ruang tamu, pikirannya masih saja diajak untuk bekerja sangat keras.
"Memangnya Si Axel itu tidak laku?? Dia tidak ada kekasih di sini atau di LN??" ucap Thomas bersungut-sungut.
"Udah putus deh kalau nggak salah. Soalnya, pacarnya Kak Axel nggak mau LDR-an. Terus, di sana kayaknya nggak punya juga. Makanya langsung pulang ke sini kan. Kalau ada pacar di sana, Kak Axel pasti malas pulang. Terus, pasti jalan-jalan di sana sama pacarnya. Ya tapi nggak apa-apa sih, kalau nanti Kak Axel akhirnya jadian sama Vivian," ujar Yasmine dan yang duduk di sebelahnya pun mengembuskan napas dengan begitu panjang.
"Wanita di luar sana banyak! Kenapa harus dengan Vivian?? Dia bisa cari yang bagaimanapun bentuknya!" seru Thomas.
"Ya kalau Kak Axel nyamannya sama Vivian, mau gimana lagi coba?? Lagian, kasihan kan, Vivian itu sebatang kara, Dad. Kalau jadi sama Kak Axel, Vivian nggak sebatang kara lagi. Kehidupannya juga pasti terjamin. Secara, Kak Axel anak laki-laki satu-satunya, pasti jadi pewaris keluarga. Nah, jadi pas kan??"
Thomas tidak bicara apapun ia hanya menatap ke arah lain dengan perasaan yang dongkol. Kenapa putrinya ini, malah lebih berpihak kepada sepupunya itu?? Ayahnya inipun seorang pria yang mapan. Hidup Vivian pun, pasti akan sangat terjamin bila bersamanya.
"Mereka pulang jam berapa??" tanya Thomas yang kembali merasakan keresahan itu lagi.
"Nggak tahu, Dad. Baru juga pergi. Paling dua tiga jam lagi pulangnya."
"Hah?? Kenapa lama sekali??" tanya Thomas dengan dahi yang banyak kerutannya.
"Ya kan jalan-jalan nggak cukup sebentar, Dad. Apa lagi kencan. Pasti maunya yang lama. Mungkin, pulangnya nanti pas Vivian masuk kerja. Atau bisa juga, Kak Axel langsung antar Vivian ke tempat kerja."
Thomas tertegun dengan lemas sambil dengan menghela napas. Kalau saja ia yang pergi bersama Vivian, pasti akan sangat menyenangkan dan juga melegakan.
Sementara itu di tempat Vivian berada sekarang. Ia sedang berjalan mengikuti lelaki, yang sudah berjalan duluan didepannya sembari membawa satu kotak besar popcorn dan juga, satu gelas minuman bersoda di tangannya. Sedangkan Vivian sendiri , ia tengah membawa-bawa sebotol air mineral di tangan kirinya.
"Mana tiketnya tadi?" tanya Axel sembari menoleh kepada Vivian yang berada di belakangnya.
Vivian merogoh tas kecil yang ia bawa dengan tangan kanannya. Ia ambil dua buat tiket, yang masih menyatu dan memberikannya kepada orang yang berada di depannya sekarang.
"Ini, Kak," ucap Vivian lemas dengan tiket yang ia ulurkan dari tangan kanannya.
Axel mengambil tiket tersebut dan memberikannya kepada seorang wanita, yang berjaga di depan pintu masuk gedung bioskop. Setelah tiket diterima, Axel dan Vivian pun dibiarkan untuk masuk. Axel berjalan sembari melihat-lihat angka , yang berada di tempat duduk dan mencocokkannya dengan sobekan tiket, yang tengah ia pegang.
"Nah di sini. Ayo kamu duluan," ucap Axel, yang mempersilahkan Vivian, untuk duduk di bangku paling dalam.
Vivian pun mengikuti setiap kata-kata Axel tadi. Tanpa mau protes, tanpa mau banyak bertanya. Sesuai dengan keinginannya saja, asal bukan yang aneh-aneh. Meskipun, keanehan itu baru Vivian rasakan, ketika Axel yang sudah duduk di sisinya dan mengeluarkan ponsel, lalu menyuruhnya untuk melihat ke arah kamera.
"Ayo, kita foto dulu," ajak Axel dan Vivian pun mengerutkan keningnya sesaat, sebelum akhirnya mengikuti instruksi lelaki ini.
"Hey, senyum dong. Kenapa tidak tersenyum??" tegur Axel.
Vivian mencoba untuk membentuk lengkung senyuman di bibirnya dan Axel pun segera menangkap gambar mereka, dengan menggunakan kamera ponselnya.
Tadinya, Vivian enggan banyak bicara. Tapi karena penasaran. Ia pun jadi bersuara juga.
"Itu untuk apa, Kak??" tanya Vivian.
"Untuk dikirimkan ke Yasmine," jawab Axel sembari mencari kontak Yasmine di ponselnya dan benar-benar mengirimkan foto tadi kepada Yasmine.
Lampu bioskop padam dan film pun akan segera dimulai beberapa saat lagi. Vivian sudah tidak peduli, dengan lelaki di sisinya itu dan fokus kepada layar besar di depan sana.
Sementara itu, di kediaman keluarga Davidson sekarang ini.
Ponsel yang tengah Yasmine genggaman sejak tadi tiba-tiba saja berbunyi. Ia buka kotak pesan dan langsung menjerit kegirangan saat itu juga.
"Kyaaaaa!!! Vivian!!" seru Yasmine yang sontak membuat lelaki yang masih duduk di sisinya itupun menoleh. Apa lagi, nama wanita yang mengisi hatinya ia bawa-bawa.
"Ada apa?? Hah??" tanya Thomas yang malah panik.
"Ini, Vivian foto sama Kak Axel. Mereka lagi nonton film," ucap Yasmine yang sudah dalam mode tenang dan sedang mengetik, untuk membalas pesan bergambar yang Axel kirimkan kepadanya.
Namun, baru beberapa huruf saja, kata-kata itu Yasmine ketik, ponselnya malah disambar oleh sang ayah, yang kini nampak memperhatikan foto Vivian bersama Axel dengan seksama.
Keterlaluan. Ia saja tidak pernah berfoto bersama semesra ini. Kenapa dia malah melakukannya dengan Axel???
"Apa sih, Dad? Main ambil aja. Sini, Yasmine mau bales pesannya dulu," ucap Yasmine yang kembali mengambil ponselnya dari tangan sang ayah.
Yasmine asyik berbalas pesan. Sedangkan sang ayah tiba-tiba saja bangkit dari sofa dan pergi ke lantai atas dengan terburu-buru. Yasmine hanya sempat menoleh sekilas, tapi kembali disibukkan dengan ponselnya lagi. Ada yang lebih seru, dibandingkan rasa ingin tahu, kenapa ayahnya itu pergi dengan buru-buru.
'Kakak jadian???'
Pesan yang Yasmine kirimkan, atas foto yang Axel kirim kepadanya tadi.
'Jadian tidak ya??'
Pesan balasan, yang Yasmine terima dan terkesan menyebalkan.
'Serius kak! Jadian nggak?? Kok kalian mesra sih?? Foto-foto berdua di dalam bioskop juga!'
'Ayahmu kemana??'
Pesan yang Axel kirimkan dan membuat Yasmine keheranan. Sedang membahas apa, tapi malah mengalihkan pembicaraan ke hal yang lain.
'Tadi sih duduk di sebelah Yasmine. Terus tiba-tiba pergi ke atas.'
Balasan yang Yasmine kirimkan dan tidak sampai satu menit, pesan balasan pun ia dapatkan lagi.
'Dia lihat fotonya juga?'
'Iya. Kenapa emangnya, Kak??'
Pesan terakhir yang Yasmine kirimkan. Karena Axel sudah tidak lagi membalas pesannya dan seseorang yang pergi tadi, kini malah kembali dan berdiri di depannya.
"Ayo cepat siap-siap. Dad tunggu di mobil," ucap Thomas dan Yasmine pun mendongak sambil mengerutkan keningnya.
"Ha? Kita mau kemana memangnya, Dad??" tanya Yasmine.
"Pergi jalan-jalan. Kamu bosan kan di rumah?? Ayo, kita susul saja mereka!" cetus Thomas, yang sudah sangat menggebu-gebu sekali.