"Ayo, kita jalan sekarang," ajak Axel sesaat setelah Vivian selesai menyeka bibirnya. Bahkan, semua orang masih berada di meja makan. Termasuk, dengan orang yang sudah tidak bisa mengontrol lirikannya sama sekali dan kini sedang menatap Vivian, dengan begitu sinis.
"Eum, aku mau ganti baju dulu deh, Kak," ucap Vivian yang cepat-cepat bangun dari kursi yang tadi ia duduki.
"Oh ok. Aku tunggu. Kamu bisa ganti baju dulu," ucap Axel dengan sangat santai sekali. Tetapi lelaki yang ada di ujung sana, wajahnya malah terlihat tegang.
Vivian bergegas. Ia pun segera keluar dari ruangan makan dan menuju ke lantai atas, dengan melalui tangga sebelumnya.
Baru juga tubuh Vivian itu menghilang dari pintu. Thomas pun malah ikut-ikutan bangkit juga dari kursinya dan menatap kepada sang putri sembari berkata, "Dad mau pergi ke ruang kerja dulu. Ada pekerjaan penting, yang harus segera diurus!" cetus Thomas sembari dengan menghela napas.
"Iya, Dad. Yasmine masih mau di sini. Mau habiskan ini dulu," balas Yasmine, yang sedang sibuk memakan nugget ayam, yang masih tersisa di atas meja.
Axel terdiam tapi bola matanya tidak juga demikian. Sepasang bola matanya itu, malah ikut pergi ke arah lelaki , yang sedang keluar dari dalam ruangan ini. Lalu pada detik yang berikutnya, ia pun bangkit juga dan menyusul dua orang yang sudah lebih dulu keluar.
"Mau kemana, Kak??" tanya Yasmine, yang menghentikan sejenak langkah kaki Axel ini.
"Mau ke atas. Mau ambil dompet dan juga kunci mobil. Baru setelah itu berangkat."
"Oh...,"
"Sudah. Kamu habiskan dulu saja, aku sedang buru-buru!"
Axel bergegas. Ia berjalan cepat-cepat dan menemukan dua orang yang sudah pergi tadi, kini saling berhadapan di tengah-tengah tangga.
"Vivian!" panggil Axel, ketika tangan Thomas baru akan di ulurkan, untuk mencekal lengan Vivian.
Sontak kedua orang tersebut pun menoleh berbarengan dan Thomas tidak jadi mencekal lengan Vivian. Axel juga kembali berjalan lagi dan berhenti begitu saja, di tengah-tengah keduanya.
"Kenapa berhenti di sini semua?" ucap Axel sembari tersenyum dengan lebar. Berpura-pura bodoh itu sangat perlu. Karena ternyata, mengusik dua sejoli ini rasanya cukup menyenangkan juga. Terutama Om-nya, yang sudah bak cacing kepanasan, tiap kali ia yang mengajak Vivian untuk berinteraksi, seperti saat ini. "Ayo cepat jalan. Aku juga mau lewat. Mau ambil kunci mobil dan juga dompetku dulu. Katanya kamu mau ganti baju kan?" imbuh Axel dan Vivian yang tanpa kata apapun lagi itu, saat ini pun menyingkir dari jalan. Ia sempat melirik kepada Thomas sekilas, lalu selanjutnya ia pun berjalan lagi, setelah sempat dihentikan oleh Thomas tadi.
Vivian sudah hilang dari pandangan Thomas dan orang itupun mengepalkan tangannya, lalu meninju pembatas tangga di dekatnya. Semakin lama, mereka semakin nekat saja. Ia sampai merasa kesulitan untuk menahan diri lagi rasanya.
Resiko hubungan tersembunyi??? Persetan lah!! Vivian miliknya!!
Vivian sudah berada di dalam kamar yang ia tempati beberapa hari terakhir ini dan malah duduk di tepi tempat tidur saja sembari melamun seorang diri.
Keponakannya, malah blak-blakan mengajaknya kencan. Sementara pamannya itu, sudah kelihatan murka sekali. Ah kenapa jadinya semakin rumit saja???
Satu lelaki saja, sudah cukup membuatnya pusing. Sekarang, malah ditambah satu lagi dan sama nekatnya juga.
"Vi??" panggilan dari suara pemilik kamar ini sembari terdengar juga suara ketukan pintunya.
Vivian yang sedang melamun tidak menentu seorang diri itupun, kini mengangkat dagunya dan menatap ke arah pintu. Suara panggilan kembali terdengar lagi dari luar, hingga Vivian bergegas datang dan membukakan pintu kamar.
"Lho?? Kamu belum ganti juga??" tanya Yasmine, ketika pintu kamarnya terbuka dan malah menemukan Vivian masih dengan baju yang sama seperti sebelumnya.
"Eum, belum, Yas. Aku... Aku bingung mau pakai baju yang mana, Yas."
"Ya ampun... Yang mau pergi kencan sampai kebingungan sendiri begini sih. Ayo, aku bantu kamu pilih baju," ucap Yasmine, yang kini masuk ke dalam kamar dan menutup serta mengunci pintu kamar ini kembali.
Dua orang wanita muda itu sibuk memilah-milah pakaian. Sementara yang berada di dalam ruang kerja, bukannya mengurusi pekerjaan, tetapi malahan sedang memikirkan cara, untuk memukul mundur keponakannya yang brengsekk itu.
Thomas melakukan panggilan telepon terhadap orang tua Axel, yang merupakan kakak kandungnya sendiri. Ia berusaha melakukan negosiasi, tetapi malah hasilnya di luar ekspektasinya.
"Kak, mau sampai kapan kakak menitipkan Axel di sini???" tanya Thomas, terhadap kakak perempuannya Theresia.
"Kenapa memangnya, Thom?? Apa Axel merepotkan kamu?? Kami sudah memberinya uang dan juga mengizinkannya membawa mobil sendiri. Apa dia mengganggu di sana??" tanya Theresia.
"Sejujurnya sangat mengganggu sekali!" cetus Thomas.
"Oh ya?? Dia mabuk-mabukan? Membuat party di rumahmu? Atau melakukan hal apa??" tanya Theresia dengan begitu spesifik, sampai adiknya ini malah jadi tidak berkutik. Bagaimana mungkin, ia mengatakan, bila Axel mendekati kekasihnya?? Yang ada, urusannya bisa panjang nanti.
"Lho??" ucap Theresia, ketika sambungan telepon malah terputus begitu saja. "Hahh dasar. Ada apa dengannya??" ucap Theresia bermonolog sembari menatap layar ponselnya sendiri.
Thomas mengusap wajahnya sendiri dengan kencang. Menelpon kakaknya sudah dan sepertinya, tidak berpengaruh apa-apa. Agaknya, ia harus mencari cara yang lain, untuk membereskan bajingann tengik itu.
Sementara itu di dalam kamar Yasmine saat ini.
"Nah... Yang ini bagus dan cantik. Kamu cocok pakai baju yang ini," ucap Yasmine sembari menatap Vivian, dengan balutan pakaian miliknya yang tidak terpakai, karena kekecilan. Ia suka modelnya dan membeli saja pakaian itu. Berharap tubuhnya akan menyusut, saat melakukan diet yang ketat. Tetapi, ia yang gemar sekali ngemil ini, tetap tidak berhasil juga. Tubuh Vivian begitu mungil. Ia malah cocok sekali menggunakan dress dengan motif bunga ini.
"Ini tidak apa-apa, Yas? Aku kok malah jadi pakai baju kamu begini," ucap Vivian.
"Nggak apa-apa kok. Oh iya, untuk kamu aja deh bajunya. Emang masih baru. Aku beli karena lucu modelnya. Tapi malah nggak cocok di aku. Kalau di kamu malah pas ini sih," ucap Yasmine sembari memperhatikan tubuh Vivian.
"Tapi aku...,"
"Udah. Nggak usah pakai tapi-tapi. Bajunya buat kamu titik! Lagian, aku juga buat apa? Disimpan di lemari terus juga sayang kan. Lebih baik juga dipakai, untuk kamu pergi kencan," ucap Yasmine yang kembali tersenyum dengan semringah lagi. Sepupunya sangat to the point sekali dan langsung mengajak Vivian untuk pergi kencan begini.
Suara ketukan pintu menyapa indra pendengaran keduanya, sampai kedua wanita itu menoleh bersamaan ke arah pintu.
"Vivian? Sudah belum?" ucap suara orang yang mengajak Vivian untuk pergi.
"Kak Axel udah nggak sabar tuh! Ayo ayo , kamu cepat berangkat dengannya," ucap Yasmine sembari menatap Vivian dan terlihat seperti ada yang kurang.
Vivian sudah akan pergi, untuk menemui orang yang berada di luar kamar. Tapi, Yasmine malah menarik tangan Vivian dan menahannya sebentar.
"Nanti dulu. Masih ada yang kurang," ucap Yasmine yang segera pergi ke dekat meja rias , lalu mengambil sesuatu dari sana dan datang secepatnya ke hadapan Vivian.
"Ini, pakai ini dulu," ucap Yasmine yang kini memulas bibir Vivian dengan menggunakan lip gloss.
"Nah beres. Ayo kita temui Kak Axel!" seru Yasmine yang kini membukakan pintu untuk Vivian.
Vivian diam saja. Ia tidak terlalu percaya diri, dengan tampilan yang seperti ini. Belum lagi, malah harus pergi bersama dengan lelaki, yang pamannya memiliki affair dengan dirinya sendiri.
"Ayo keluar, Vi. Masa iya harus aku seret dulu," ucap Yasmine yang segera memegangi lengan Vivian dan menyeretnya keluar, ke hadapan Axel seperti sekarang.
"Bagaimana, Kak?? Cantik kan??" suara lantang Yasmine, yang membuat lelaki yang berada di dalam ruang kerja jadi penasaran dan segera keluar, untuk membuktikan sendiri ucapan Yasmine tadi.
"Iya, cantik," balas Axel kemudian sembari tersenyum dan menatap Vivian. Manis juga dia, bila dilihat-lihat.
Thomas pun membuka pintu ruangan kerja dan keluar dari dalam sana. Ia segera menatap ke arah wanita, yang sedang melirik kepadanya dan disapa, oleh wanita lainnya, yang merupakan putrinya sendiri.
"Hai, Dad. Gimana menurut Daddy?? Vivian cantik kan?? Tadi Yasmine yang dandani dia," tanya Yasmine.
Thomas tidak langsung menjawab. Ia dekati dulu wanita yang Yasmine maksud, lalu memperhatikannya dari atas sampai ke bawah.
"Cantik. Cantik sekali," ucap Thomas sembari menatap Vivian dalam-dalam. Bahkan, bola matanya seperti tidak mau berhenti untuk menatap dan membuat ia, sampai tidak mau berkedip sama sekali.
Yasmine lantas panik sendiri, melihat tatapan ayahnya ini terhadap teman sebayanya dan berusaha untuk menghentikan tatapan, yang lama kelamaan terasa menjijikkan.
"Dad?? Tadi katanya ada pekerjaan yang harus diurus. Udah selesai emangnya???" tanya Yasmine.
"Belum," jawab Thomas tapi matanya masih juga memperhatikan Vivian.
"Ya kalau belum kenapa Dad di sini?? Cepat sana selesaikan dulu pekerjaannya!" perintah Yasmine. "Oh iya, ini juga tunggu apa lagi?? Ayo Kak Axel, cepet bawa Vivian pergi. Katanya mau kencan?? Nanti keburu siang. Terus Vivian keburu pergi kerja deh."
"Iya. Ya sudah. Kita pamit pergi dulu. Ayo," ajak Axel terhadap wanita yang masih juga dipandangi oleh pamannya.
"Ayo, Om. Axel pergi kencan dulu ya?" ucap Axel sembari tersenyum puas dan Thomas pun memutar bola matanya ke arah lain sambil menghela napas.
"Dad mau lanjut kerja lagi," ucap Thomas, yang kini kembali masuk ke dalam ruangan. Tetapi diam-diam mengintip dari jendela balik jendela. Sedangkan Yasmine sendiri, kini pergi menyusul dua orang yang sudah turun ke bawah lebih dulu tadi.
"Vi! Hati-hati ya!" seru Yasmine dari teras rumah sambil melambaikan tangan kepada Vivian, yang baru akan memasuki mobil.
Pintu mobil ditutup oleh Axel dan ia berjalan memutar, lalu masuk dari pintu yang bersebrangan dan duduk di kursi kemudi.
"Jangan lupa pakai sabuk pengamannya," ucap Axel, kepada wanita yang sedang duduk tertegun di sisinya ini.
"Oh iya, Kak," ucap Vivian sembari bergegas menarik sabuk dan melingkarkan di atas tubuhnya.
"Sudah?" tanya Axel selanjutnya, saat ia sudah siap untuk berangkat.
"Iya sudah, Kak," balas Vivian.
"Ya sudah. Ayo kita jalan sekarang," ucap Axel yang sudah mulai menyalakan mesin mobil dan melaju setelahnya.
Sementara itu, pria yang hanya bisa memandangi sambil gigit jari itupun segera mengambil ponsel dari saku celananya dan mengirimkan pesan, sampai bertubi-tubi kepada kekasih hatinya, yang sedang dibawa orang lain.
Di mobil.
Suara dentingan yang berasal dari tas kecil di depan tubuh Vivian, sudah berhasil membuat kegaduhan di dalam mobil. Berkat suara nyaringnya, yang bukan hanya satu kali saja terdengar, tapi mungkin ini sudah hitungan belasan kalinya, sampai Vivian pusing sendiri. Vivian cepat-cepat merogoh tas kecilnya itu dan mengambil ponsel, lalu mengubahnya menjadi mode silence.
Aman untuk sementara ini. Meski, layar ponselnya yang tetap tidak mau mati juga, karena pesan yang masih juga masuk tanpa mau berhenti.
Vivian melirik kepada lelaki di sisinya kini, yang kelihatannya tengah serius sekali mengemudi. Tetapi ada bagusnya juga. Ia jadi bisa mengintip isi pesan yang datang, karena penasaran juga dengan isinya.
Sekitar tiga puluh chat lebih terlihat, pada kotak masuk aplikasi pengiriman pesan. Vivian buka dan langsung melihat rentetan pesan, yang banyak sekali tanda serunya. Bila dibaca pun, ia langsung bisa membayangkan suaranya secara langsung dan juga, bila si pengirim pesan inipun, mengetiknya dengan cepat dan penuh dengan penekanan. Plus, dengan emosi yang berada di tingkatan tertinggi.
'Kenapa kamu tetap pergi dengannya!!!??'
'Jangan macam-macam kamu dengan dia!!!'
'Jangan biarkan dia menyentuhmu!!'
'Akan aku patahkan lehernya, bila dia berani menciummu!!!'
'Bibirmu milikku!!!'
'Tanganmu juga!!!'
'Jangan biarkan dia menggandeng tanganmu!!!'
'Atau akan aku patahkan tangannya itu saat dia pulang nanti!!!'
'Ayo cepat kembali!!!'
'Jangan habiskan waktumu dengannya!!!'
'Ayo cepat pulang Vivian!!!'
'Pulang sekarang juga!!!'
'Sekarang!!!'
'Cepatlah pulang sekarang juga!!!'
Vivian menggaruk-garuk dahinya sendiri. Si tukang menggerutu. Ditinggal pergi dengan keponakannya sendiri, ia sudah sampai menggila macam begini. Biarpun sedang jauh, ia sampai bisa merasakan sensasi marahnya dari kejauhan.
Tapi, biarkan sajalah. Tidak usah dipedulikan dulu, untuk sementara waktu. Sekarang, lebih baik ia urus laki-laki yang satu ini dulu. Karena dia, sudah sangat vokal sekali dalam mengumandangkan ajakan, yang sudah membuat pamannya sendiri murka.
Jangan sampai, ada dua orang gila, yang sibuk mengejarnya. Satu saja sudah membuatnya pusing setengah mati. Apa lagi, bila ditambah dengan yang satu ini juga?? Apa tidak mau mati berdiri rasanya.
"Kak, Sebenarnya ada apa?? Tumben sekali mengajak pergi berduaan begini???" tanya Vivian to the point, sembari menatap lelaki, yang tengah sibuk mengemudi.
"Hm? Kita sedang pergi kencan kan sekarang??" jawab Axel tanpa melihat ke arah Vivian, karena sedang fokus kepada jalanan di depan sana.
"Ck. Aku serius, Kak. Kakak itu kenapa sebenarnya?? Apa yang kakak inginkan??" tanya Vivian dengan sedikit desakan. Ia harus menuntaskan masalahnya satu persatu, kalau tidak mau bertambah pusing nantinya.
"Ck. Apa ya?? Aku juga bingung," ucap Axel masih dengan tatapan mata yang lurus ke depan sana. "Oh iya, apa ada yang marah, kita pergi hanya berduaan begini??" tanya Axel.
"Bukannya, Kakak sudah tanya masalah itu semalam?" tanya Vivian dengan kerutan yang ada di dahinya sekarang.
"Pacar kamu??" ucap Axel lagi.
"Tidak ada. Aku tidak punya!" jawab Vivian gemas.
"Benarkah?? Kalau begitu, pamanku apa??" pertanyaan jebakan, yang seketika membuat pikiran Vivian seperti kosong melompong.