"Halo, Dad. Iya nih. Yasmine baru aja sampai. Oh iya, Yasmine bawa teman. Namanya Vivian," ucap Yasmine dan Vivian pun segera menoleh, untuk memastikan ketakutannya.
Dalam sekejap, Thomas menganga dengan kelopak matanya yang terbuka lebar. Wanita ini... Bukankah dia, wanita yang sudah menghabiskan malam bersamanya?
Vivian sendiri tidak kalah shock, saat tahu, bila ayah dari sahabatnya sendiri, adalah lelaki , yang sudah menjamah tubuhnya untuk pertama kalinya di malam ia, yang sedang diambang keputusasaan.
Thomas mengulurkan tangannya dan segera mengubah ekspresi keterkejutannya dengan sebuah senyuman yang ramah. Seramah menyapa teman dari putrinya sendiri saat ini. Berpura-pura baru bertemu. Walaupun kenyataannya, berbanding terbalik dengan hal itu.
"Halo Vivian. Saya Thomas. Saya adalah ayahnya Yasmine."
Vivian menatap tangan Thomas yang terulur kepadanya. Akan tetapi, bayang-bayang saat tangan itu membelai wajahnya malah datang. Vivian menggelengkan kepalanya dengan cepat dan menyambut uluran tangan dari Thomas, lalu mencoba untuk mengubah ekspresi wajah tidak menyangka, dengan sebuah senyuman yang tipis juga dan melakukan sandiwara yang sama seperti yang Thomas lakukan.
"S-saya... Saya Vivian, Om," ucap Vivian yang tetap saja tidak bisa menyembunyikan rasa gugup, sambil ia yang segera memutuskan jalinan tangannya bersama Thomas.
Thomas mengembuskan napas dan perlahan. Kemudian, ia menatap kepada putrinya seraya berkata, "Yasmine, sudah kamu buatkan minum, untuk teman kamu ini??" tanya Thomas.
"Ini mau kok, Dad," ucap Yasmine yang menatap kepada ayahnya sekilas, lalu kemudian kepada wanita yang sedang menundukkan kepalanya ini.
"Vi? Duduk dulu ya? Aku mau buatkan minum dulu sama bawakan camilan juga."
"Ha? Aku ikut saja ya?" ucap Vivian dan membuat Yasmine tersenyum bahkan hampir saja tertawa.
"Ya ampun, Vi. Tunggu di sini nggak apa-apa kali. Dad? Yasmine titip teman Yasmine dulu. Jangan digoda ya?? Awas aja, kalau Dad berani macam-macam!" ancam Yasmine dan Thomas pun tersenyum sembari berbalas ucapan putrinya.
"Iya. Kamu tenang saja," ucap Thomas, sembari menatap wanita yang segera menundukkan kepalanya lagi.
Yasmine pun pergi ke dapur. Sementara Vivian masih berdiri saja di sana. Langkah kaki dibuat, oleh pria yang kini berdiri di hadapan Vivian persis. Bahkan, ia harus menunduk untuk sekedar bicara pada wanita yang enggan menatap ke arah wajahnya ini juga.
"Dunia ini sempit sekali. Akhirnya, kita bisa berjumpa lagi," bisik Thomas dengan pelan dan sambil memperhatikan wanita yang segera mundur itu.
"Ayo, silahkan duduk, Vivian," ucap Thomas yang kembali memulai sandiwaranya lagi.
Vivian menyingkir. Ia pun segera duduk di sofa, tanpa menimpali ucapan dari lelaki yang merupakan ayah dari sahabatnya sendiri ini.
Mengerikan.
Bagaimana bisa, ia menghabiskan malam, bersama dengan ayah dari teman sebayanya?? Oh ya ampun. Mengingatnya saja, sudah cukup membuatnya merasakan kegilaan.
Thomas duduk pada sofa, yang posisinya berhadapan dengan Vivian. Ia topang kaki kanan dengan kaki kiri dan ia pandangi terus-menerus, wanita yang masih juga tidak mau menatap kepadanya ini. Sementara wanita itu, terus menerus merutuk dalam batinnya sendiri, kenapa bisa-bisanya, ia bertemu lagi dengan pria di sana itu dan kabar yang paling buruknya adalah, lelaki tersebut, merupakan ayah dari teman kuliahnya sendiri.
Apa yang akan dikatakan oleh Yasmine nanti, bila ia tahu, dirinya sudah pernah tidur dengan ayahnya ini?
"Vi, ini jus sama camilannya," ucap Yasmine dan Vivian hanya tersenyum dengan posisi kepala yang masih tertunduk.
"Iya. Terima kasih, Yasmine," ucap Vivian yang kedengarannya agak aneh saat terdengar olehnya.
"Formal sekali sih?? Oh iya, Dad. Mumpung Dad ada di sini, Yasmine sekalian mau minta izin nih," ucap Yasmine.
"Izin apa??" ucap Thomas yang sudah mulai dengan mode yang tegas.
"Rumah Vivian baru disita bank, Dad. Boleh tidak, Vivian tinggal di sini untuk sementara waktu?? Sampai dia dapat pekerjaan paruh waktu dan bisa sewa kamar kost sendiri."
"Tidak jadi!" seru Vivian cepat-cepat, saat Thomas baru saja membuka mulutnya dan hampir bersuara.
"Lho kenapa?? Memangnya kamu mau tinggal dimana lagi coba?? Sanak saudara nggak punya. Mau tidur di kampus??"
Vivian melirik kepada Thomas sekilas dan segera menyangkal, kata-kata yang Yasmine lontarkan tadi.
"Biar aku cari tempat lain nanti. Dimana saja dulu bisa kan?"
"Dimana dulu itu ya dimana??" ucap Yasmine yang kini segera menatap kepada sang ayah. "Dad? Boleh ya??" ucap Yasmine dengan nada memohon, padahal tanpa harus memohon, Thomas pasti dengan senang hati , menerima wanita ini di rumah mereka.
"Iya. Tentu saja boleh. Tapi, jangan mengobrol hingga larut malam dan kalian, sebaiknya tidur di kamar yang terpisah. Kalau disatukan, pasti nanti kamu akan sering begadang karena keasyikan mengobrol terus," ujar Thomas.
"Tidak kok, Dad. Tapi nanti, biar Vivian tidur di kamar tamu deh."
"Ya baguslah kalau begitu. Sangat bagus," ucap Thomas sembari mengusap-usap janggutnya dengan tatapan mata, yang terus-menerus terarah pada wanita yang sedang terlihat panik.
"Yas, aku tidak jadi. Aku akan cari kost-kostan saja nanti," ucap tolak Vivian kembali.
"Memangnya masih ada uang?? Bukannya kamu bilang cuma sisa sedikit?? Cukup, buat makan dan sewa kost?? Kalau kurang, kamu mau cari kemana coba?? Udah. Tinggal di sini dulu aja. Dad juga udah setuju kok."
Vivian telan salivanya, yang seperti tersangkut di tenggorokan. Ia lirik sekali kepada pria yang masih juga memperhatikan dirinya, sampai dia pun akhirnya ikut-ikutan berucap juga.
"Sudah, kamu menginap saja di sini dulu. Kalau sudah memiliki cukup uang, baru mencari tempat tinggal yang baru. Lagi pula, di sini kami hanya berdua saja. Sayangkan, rumah yang lumayan besar ini, hanya dihuni oleh dua orang. Ya, hitung-hitung kamu ada di sini, untuk menemani Yasmine supaya dia tidak kesepian," ucap Thomas yang terdengar penuh wibawa sekali. Padahal sebelumnya, mulutnya itu selalu mengatakan hal-hal yang tidak senonoh, saat bersama dengannya di malam itu.
"Terima kasih, Om. Tapi nanti saya merepotkan di sini," tolak Vivian bersikukuh. Ia masih memiliki cukup kewarasan, untuk tidak melakukan hal yang aneh-aneh, dengan tinggal di satu atap yang sama, bersama dengan lelaki yang sudah pernah tidur dengannya. Apa lagi, lelaki itu ternyata adalah ayah dari sahabatnya sendiri. Ini terlalu gila bila sampai ia nekat untuk melakukannya.
"Vi, jangan sungkan begitu deh. Katanya mau, besok juga orang Bank-nya datang kan?? Terus, kamu mau tinggal dimana coba?? Sudah ayo, menginap di sini aja," desak Yasmine, yang masih menjadi orang paling polos diantara dua orang yang ada di dekatnya ini.
"Yasmine," panggil Thomas dan Yasmine segera berpaling muka kepada sang ayah.
"Iya, Dad??" sahut Yasmine.
"Kamu langsung ajak saja ke kamarnya. Dad juga harus segera kembali ke kantor. Masih ada meeting dengan klien sore ini," perintah Thomas.
"Ok, Dad. Siap!!" seru Yasmine sembari memberikan sikap hormat dengan tangan yang ia tempelkan di pelipisnya sendiri.
Thomas bangkit dari sofa dengan tangan yang berada di dalam saku celananya. Ia melemparkan senyuman untuk wanita yang sedang tertegun, dengan tatapan mata yang kosong itu sembari berkata dengan senyuman menyeringai.
"Saya pergi dulu ya, Vivian. Anggap saja rumah sendiri dan semoga, kamu betah tinggal di sini," ujar Thomas dan saliva pun diteguk oleh wanita yang sedang tertegun itu.
"Yasmine, Dad berangkat lagi ya? Kamu hati-hati di rumah dan juga, berikan apa saja untuk tamu kita ini. Kita harus memperlakukan tamu kita dengan baik kan??" ujar Thomas sembari menatap kepada Vivian lagi, dengan tatapan mata yang tidak biasa.
"Siap, Dad!" seru Yasmine sembari melakukan gerakan hormat.
Thomas menatap kepada Vivian lagi, sebelum ia pergi. Setelah itu, Yasmine pun membawa Vivian ke lantai atas dan ke sebuah ruangan, yang akan Vivian pergunakan untuk tidur nanti malam.
"Ayo, Vi. Aku tunjukkan kamar kamu," ajak Yasmine dan Vivian hanya bisa menggerutu di dalam batinnya saja.
Sial sekali. Kenapa malah jadi seperti ini?? Tidak ada benar-benarnya hidup, karena harus sampai mengalami hal semacam ini.
"Vi?? Kok bengong sih?? Ayo, kita naik ke atas. Aku mau tunjukkan kamar kamu," ajak Yasmine lagi.
Vivian menghela napas dengan sangat panjang. Sudahlah. Apa mau dikata. Ini hanya untuk sementara dan setelah itu, ia akan segera akan kaki dari rumah ini. Vivian bangkit dari sofa dan mengikuti kemana Yasmine membawanya pergi
Malamnya.
Semuanya berjalan lancar dan normal. Obrolan ringan dan ditutup dengan makan malam bersama. Hanya saja, hal yang aneh malah terjadi tepat di tengah malamnya, saat Vivian tengah terlelap dengan nyenyak di dalam kamar tamu sendirian.
Rasa geli tiba-tiba menjalari tubuhnya kini dan disertai suara mengecap yang lumayan kencang. Vivian masih menutup rapat kedua kelopak matanya. Tapi segera membeliak, tatkala merasakan suara kecupan yang makin keras dan rasa geli, yang semakin naik hingga sampai ke pahanya.
Vivian membuka selimut, yang menutup tubuhnya, lalu mengintip ke dalam sana. Sebuah kepala terlihat dan sepasang mata, menatap kepada Vivian, hingga ia melonjak dan bergeser hingga ke ujung tempat tidur.
Selimut tersibak dan penyebab rasa gelinya tadi, kini mencuat dari balik selimut yang sudah terbuka.
"Om! Kenapa anda...,"
Mulut Vivian sontak dibekap. Sebelum suara kerasnya itu, membangunkan Yasmine yang tengah terlelap pulas di dalam kamarnya sendiri.
"Jangan keras-keras, nanti ketahuan," ucap Thomas dengan sembari berbisik dan Vivian sendiri semakin bergidik. Kenapa lelaki ini?? Kenapa dia bisa masuk ke dalam kamar yang sudah ia kunci tadi??
Thomas menurunkan tangannya dari mulut Vivian dan tiba-tiba saja mengecup leher Vivian, hingga bulu kuduknya berdiri semua.
Vivian menyingkirkan orang yang menyerangnya dengan sembarangan ini, dengan dorongan dari kedua tangannya.
"Om, jangan begini. Tolong yang sopan sedikit!" bisik Vivian, sembari melihat-lihat ke arah pintu. Takutnya, ada yang memergoki mereka berdua di dalam kamar ini.
Thomas mengeluarkan sunggingan pada bibirnya yang sedikit tebal itu. "Sopan?? Bukankah, kamu pernah dengan tidak sopannya, duduk di atas tubuhku ini," ujar Thomas, dengan satu alis yang sengaja ia angkat ke atas.