"Loh Lo udah balik? Ga marahan sama Aruna lagi kan?" tanya Dilan ketika ia melihat Agam sudah kembali dari main ke Mall bersama Aruna.
"Enggak kok, Aruna emang harus pulang soalnya dia ada acara gitu deh. Jadi gua bisa pulang cepet. So, kenapa Lo ga berangkat tadi Ndra?" tanya Agam kepada Randra yang mana Randra masih terlihat kusut mukanya.
"Rania udah punya pacar." ujar Randra mengatakan hal itu membuat Agam yang baru makan satu martabak itu tersedak karena saking terkejutnya. Pasalnya apa yang dikatakan oleh Randra itu seperti sebuah bualan saja.
Aduh ini Randra kenapa deh sebenarnya, kok ngehalu sampai segininya. Jangan-jangan dia sakit lebih parah lagi. Batin Agam yang baru saja datang.
"Lo ngawur ya? Ga mungkin lah Rania udah punya pacar. Dia masih single gitu, Lo kenapa bisa ngomong kayak gini?" tanya Agam kepada Randra.
"Tuh kan Randra, kita semua yakin kalo Rania belum punya pacar. Rania emang masih single." ujar Kiara kepada Randra yang kini diam saja dirinya.
"Tapi jelas-jelas gua ngelihat sendiri dengan mata kepala gua dan gua juga tadi lihat di i********: Rania ngepost foto sama cowok yang gua lihat sama Rania tadi malam." ujar Randra masih memikirkan tentang hal itu. Randra memang tidak akan percaya jika ia tidak memastikannya sendiri.
Agam yang masih bingung pun kini diam, ia meminta pada Dilan untuk menceritakan sebenarnya ada apa kepada dirinya. Sementara Randra sekarang masih mengobrol dengan Kiara. Dilan menjelaskan semuanya dari awal bagaimana Randra menganggap bahwa Rania sudah memiliki pacar hingga bagaimana Rania tidak menjawab apa pun karena Randra tidak memberikan waktu kepada Rania untuk menjelaskan apa pun itu kemarin. Dari sini Agam sudah paham apa masalahnya. Sebenarnya ini sangat mudah, sebenarnya Randra hanya perlu bertanya secara langsung kepada Rania.
"Randra, besok berangkat sekolah. Kita tanya ke Rania..." ujar Agam belum selesai berbicara tapi Randra sudah menghentikannya secara sepihak.
"Ga perlu Gam, gua besok bakalan berangkat sekolah. Untuk tanya ke Rania.... gua bisa lakuin sendiri, gua ga mau kalian semua ikut pusing karena gua. Intinya jangan ada yang tanya ke Rania, gua ga mau kalo Rania nanti merasa ga nyaman sama Lo semua." ujad Randra meminta kepada mereka semua dan mereka semua akan menuruti permintaan dari Randra itu.
Mereka menatap Randra, tentunya kecuali Kiara. Kiara hanya bisa mendengar dan merasakan bahwa Randra memang benar-benar ingin menyelesaikan ini sendiri. Sementara Agam dan Dilan menatap Randra, mereka berdua yakin bahwa Randra memang ingin ini semua berhenti disini. Ia akan menyelesaikan apa yang sejak tadi malan menbuat pikirannya kalut.
Sementara itu, Rania yang sejak tadi mereka bicarakan itu sekarang ini menatap ke arah langit yang mana malam ini langit sedang bertabur bintang. Sedari tadi Rania tidak bisa fokus melakukan apa pun karena entah kenapa pikirannya terus menerus memikirkan tentang Randra dan Randra saja.
Ia memikirkan dimana Randra dan kenapa Randra tidak masuk ke sekolah tadi. Apakah semua itu ada hubungannya dengan kejadian tadi malam? Ia ingin memancing Randra agar Randra menghubungi dirinya dan menanyakan yang sebenarnya maka dari itu Rania memposting fotonya bersama dengan Rakha. Jika dipikir-pikir ini merupakan foto pertamanya dengan Rakha saat ia sudah besar dan ia upload di i********:. Karena fotonya dengan Rakha yang lainnya adalah foto saat mereka masih sangat kecil.
"Ck, kenapa sih ga chat atau DM gitu tanya sebenarnya itu siapa. Kan kalo ga nanya ya gua ga bisa jelasin kali itu cuman kakak gua." ujar Rania yang sekarang ini uring-uringan sendiri. Rania merasa sangat kesal sendiri.
Rakha yang sekarang ini sudah ada di dalam kamar Rania itu melihat Rania yang terlihat uring-uringan sendiri, Rakha juga tahu siapa yang menyebabkan adiknya seperti itu. Ia tahu bahwa Rania uring-uringan karena Randra, lelaki yang tadi malam mereka temui saat membeli pecel lele.
"Makanya kalo beneran suka itu ga usah gengsi, mana sini apa perlu gua yang hubungin dia nih?" tanya Rakha kepada Rania tersebut sekarang ini.
"Ihh Abang apaan sih, engga ya. Siapa juga yang suka sama dia. Gua ga suka kok, apa sih Bang ga perlu hubungi segala ga ngaruh juga mau buat apa. Lagian juga gua malah seneng sih kalo dia kayak gini terus, gua senang kalo Randra salah paham gini, kan kalo salah paham gini dia jadi ga deketin gua lagi bang. Tadi aja dia ga berangkat ke sekolah." ujar Rania tersebut.
Rania bercerita kepada kakakny. Sebenarnya Rania lebih ke keceplosan mengatakan hal tersebut kepada Rakha, ia yakin pasti sebentar lagi Rakha akan mengatakan yang tidak-tidak kepada dirinya itu.
Aduh harusnya gua ga keceplosan gini nih, duh gimana dong ini pasti Bang Rakha makin leluasa nih buat ngolok-olok gua. Rania kenapa lo bodoh banget sih kesel deh. Batin Rania yang memaki dirinya sendiri itu.
"Hah? Dia ga berangkat? Kenapa? Wah pasti karena tadi malam kan? Dia pasti sakit hati tuh gua yakin nih. Kalo dia tadi ga berangkat jadinya Lo kesepian dong karena ga ada yang gangguin Lo, ga ada yang cerewetin lo juga kan tadi?" tanya Rakha kepada adiknya tersebut sekarang ini juga. Benar kata Rania bahwa perkataan dari Rania yang keceplosan terlalu banyak itu membuka kesempatan yang digunakan oleh Rakha untuk semakin menjahili adiknya. Jika ada lomba tentang menjahili adiknya mungkin Rakha akan menjadi pemenangnya.
"Apa sih Bang, enggak lah. Udah lah sana jangan disini, gua mau tidur sekarang udah ngantuk." ujar Rania mengusir Kakaknya dari kamarnya itu.
"Alasan aja Lo mah ya, udah pokoknya nih pesen gua aja ya mending Lo bilang ke dia langsung lah. Mending Lo bilang kalo gua ini kakak Lo gitu biar semuanya sama-sama enak." ujar Rakha kepada Rania tapi Rania tetap diam saja dan sekarang ini Rania mengusir Rakha untuk keluar dari kamarnya.
“Iya kan? Bener kan kata gua kalo sebenarnya lo itu sayang sama Randra? Lo cinta, lo suka kan sama Randra? Hayoo ngaku lo ya.” ujar Rakha kepada Rania, ia terus menerus menganggu adiknya itu sampai membuat Rania benar-benar badmood malam ini.
“Abang, bikin kesel aja sih. Keluar ga, ga gua temenin lagi nih pas beli pecel lele.” ujar Rania pasalnya Rakha memang sering minta ditemani saat membeli pecel lele karena jika Rakha datang sendirian seringkali ia diganggu oleh beberapa cewek yang ingin mengenalnya lebih dalam lagi dari ini.
“Kenapa kok ga mau? Lo udah trauma ya? Takut kalo ketemu sama Randra lagi terus lo ga bisa jelasin ke dia kalo gua sama lo sebenarnya kakak adik?” tanya Rakha makin membuat Rania kesal.
“Abang keluar ga, gua capek mau tidur.” ujar Rania dengan puppy eyesnya membuat Rakha akhirnya luluh. Ia kasihan juga kepada adiknya itu jika ia terus menganggunya juga.
“Ya udah deh, mantapin hati ya Rania sayang. Jangan sampai salah langkah kalo lo ga mau nyesel dikemudian hari.” ujar Rakha kepada Rania dan Rania hanya mengangguk saja. Rakha pun akhirnya keluar sekarang.
Setelah Rakha sudah keluar, Rania menutup pintu kamarnya dan menguncinya. Ia terdiam sebentar, sebenarnya ia memikirkan tentang Rakha tadi. Ia memikirkan ucapan Rakha yang sebenarnya bisa dicoba, tapi dia terlalu gengsi untuk mengatakan secara langsung pada Randra padahal Randra sendiri sama sekali tidak bertanya kepada dirinya. Ia tak mau jika nantinya Randra terbang karena ia yang menjelaskan tentang itu padanya.
"Aduh kenapa gua serba salah sih ini. Gua bingung banget sumpah Tuhan harus gimana ini." ujar Rania tampak frustasi, ia pun mencoba untuk tidur tapi setiap ia memejamkan mata ia hanya melihat wajah Randra saja.
Rania tidak bisa tidur, akhirnya ia memutuskan untuk membaca n****+ lewat handphonenya. Ia akhirnya membaca hingga setelah lamanya ia membaca matanya mengantuk dan akhirnya ia tidur. Rania tidur dengan n****+ di handphonenya yang masih terbuka.
“Kiara ini Bang Kelvano udah telfon gua, kayaknya kita harus udah pulang deh sekarang.” ujar Agam kepada Kiara.
“Ah iya. Ini udah malam banget ya? Kita ngobrol sampai ga tahu waktu gini hehehe. Ya udah deh yuk, Randra inget ya besok pokoknya harus berangkat sekolah. Okay?” tamya Kiara kepada Randra.
“Iya Kiara bawel, gua pasti berangkat kok besok. Thanks ya guys udah disini nemenin gua hari ini. Sampai malam lagi.” ujar Randra.
“Siap Ran, inget ya lo besok beneran berangkat. Kalo ada apa-apa bilang aja sama kita.” ujar Dilan.
“Kalo gitu kita pulang dulu ya Randra.” ujar Agam dan Randra mengangguk kepada mereka semua.
“Hati-hati ya Dilan pulangnya.” ujar Kiara.
“Gua juga bakalan anter lo sampai ke rumah Kiara.” ujar Dilan.
“Eh ga usah, lo langsung pulang aja Dilan.” ujar Kiara tersebut.
“Ga papa, gua mau anterin lo dan abis itu gua balik. Gua akan baik-baik aja.” ujar Dilan tersebut.
Sebenarnya gua juga sedang ngulur waktu biar pas pulang nanti, harapan gua ga akan ada orang rumah yang masih terjaga. Batin Dilan sekarang ini.
Sekarang ini Kiara, Dilan dan Agam sudah pergi dari rumah Randra. Ini sudah hampir pukul sebelas malam makanya mereka pulang karena Kiara pun juga sudah mulai di cari oleh keluarganya. Kali ini Agam menggunakan mobilnya dengan Kiara duduk disampingnya. Sementara Dilan, sebenarnya Dilan sudah Agam dan Kiara minta untuk langsung pulang saja tapi Dilan keras kepala, ia ingin pulang setelah memastikan Kiara sampai.
Akhirnya saat ini Dilan mengikuti mobil Agam dengan motornya. Hingga akhirnya mobil Agam itu sampai juga di rumah Kiara dan Kiara sudah masuk ke dalam rumahnya. Agam dan Dilan pun berhenti disana sekarang ini.
Sebenarnya Dilan malas pulang ke rumah, tapi ia juga tak mungkin menginap di rumah Agam lagi karena pasti Agam nanti akan berpikir bahwa Dilan memang tidak baik-baik saja. Meskipun ia memang sedang dalam kondisi yang tidak baik-baik saja, tapi Dilan tidak ingin Agam tahu. Menginap di rumah Randra pun juga tak mungkin karena Randra sendiri juga sedang mencoba untuk menyelesaikan masalahnya tersebut sekarang ini.
Mau tidak mau Dilan harus pulang ke rumah, meskipun ia tak tahu bagaimana nanti ia di rumah. Ia tak tahu apa yang akan terjadi jika Papanya masih tetap terjaga dan menantikan kepulangannya. Apakah hanya makian saja atau disertai dengan pukulan, tamparan dan tendangan? Dilan tak tahu.
Namun yang pasti, Dilan sudah menyiapkan dirinya sendiri untuk itu. Ia sudah menyiapkan mentalnya, toh mentalnya ini sudah sekuat baja. Jika suatu saat nanti hancur dan Dilan sudah tidak kuat lagi, mungkin itu karena semuanya sudah keterlaluan. Semuanya sudah membuat Agam seperti ini.
Motor Dilan sudah masuk ke dalam halaman rumahnya, ia pun memarkirkan motornya di garasi. Kini Dilan masuk ke dalam rumahnya, berharap jika sudah tidak ada lagi penghuni yang masih terjaga pada pukul dua belas malam ini. Bukannya ia menghindari rasa sakit fisik dan psikis itu, ia hanya sedang lelah dan malas menanggapi apa pun yang akan dikatakan oleh Papanya, Mamanya atau Dikta. Ia lelah pada ucapan sinis mereka padanya.
"Bagus ya kamu, ga pulang satu hari dan sekarang pulang tengah malam. Mau jadi apa kamu? Kamu harus ingat jika kamu itu bodoh!" ujar Papanya. Permintaan Dilan pada Tuhan, kali ini tidak diwujudkan. Papanya masih terjaga, sepertinya Papanya memang sangat senang memarahi dirinya.
"Kamu tuh harusnya sadar Dilan. Kamu bodoh jadi kamu harus banyak belajar. Ini ga belajar kamu malah klayapan sampai ga pulang ke rumah. Kamu mau masa depan kamu suram?! Kamu itu benar-benar tidak tahu malu, harusnya kamu itu memang tidak lahir dari rahim istri saya." ujar Papa Dilan sembari sekarang ini Papa Dilan menampar Dilan. Dilan hanya diam saja.
"Kenapa kamu diam? Ga tahu malu kamu. Anak masa depan suram." ujar Papa Dilan sembaei masih menampar bahkan hingga Dilan terjatuh, tak puas hanya dengan tamparan saja kini ia juga menendang Dilan yang tersungkur di lantai ruang tamunya itu. Dilan hanya diam saja, ia sedang malas melawan.
Sabar Lan, sebentar lagi ini juga bakalan berakhir. Batin Dilan itu.
"Pah, ada apa sih kenapa kok ribut-ribut? Udah lah Pah ayo tidur aja. Mama ngantuk." ujar Mama Dilan yang baru saja datang dari kamarnya. Entah lah bagi Dilan Mamanya itu penolong atau bukan karena Mamanya hanya memikirkan ketenangan dirinya sendiri, bahkan ia tak menengok ke Dilan.
"Sial saya punya anak seperti kamu Dilan." ujar Papa Dilan yang langsung pergi ke kamarnya dengan Mama Dilan, pintu kamar tersebut tertutup.
"Saya juga ga mau dilahirkan dari keluarga ini Pa. Tapi bagaimana lagi? Saya tidak bisa memilih dimana saya bisa dilahirkan Pah." ujar Dilan yang sekarang ini mencoba untuk berdiri, ia sudah berdiri dengan tubuh yang sedikit remuk. Dilan pun berjalan hati-hati menuju ke kamarnya sekarang.