Eps. 14. Menerima Sepenuh Hati

1196 Kata
Surya mulai condong ke arah barat. Siang hari yang panas berlalu dibarengi berbagai rasa gundah di hati Sukma dan Danu. Di ruang tamu rumah sederhana milik Sukma, dua orang yang sejatinya belum lama saling kenal itu kini tengah duduk termangu dan keduanya sama-sama diam seribu bahasa. Sungguh hal yang sulit dipercaya, kini mereka sudah sah menjadi sepasang suami istri. Di hari yang sangat tidak terencana, warga desa sudah memaksa mereka menikah, hanya untuk menghindari fitnah. Sungguh bagai sebuah mimpi yang tak pernah mereka sangka sebelumnya. "Aku tidak tahu bagaimana harus meminta maaf sama kamu, Sukma. Semua yang terjadi, sepenuhnya adalah karena kesalahanku." Ingin memecah kebekuan di antara mereka, Danu yang tadinya hanya diam, mencoba memulai pembicaraan di antara mereka. "Kalau saja hari itu aku tidak melarangmu untuk melaporkan aku ke kepala desa, mungkin semua ini tidak sampai terjadi. Kamu juga tidak harus menikah dengan seorang pria hilang ingatan seperti aku." Danu mengungkapkan penyesalannya. Karena dirinya, hari itu Sukma terpaksa harus melepas masa lajangnya dan menikah tanpa perasaan cinta dengan dirinya. Sukma menghela napas dalam dan sejenak memejamkan matanya. Ada genangan air mata yang berusaha dia tahan agar tidak sampai menetes. "Tidak ada yang perlu disesalkan, Bang. Semua sudah terjadi," ucapnya pasrah. Gadis itu berusaha keras menahan berbagai perasaan yang bergejolak di dalam dadanya. "Aku juga tidak ingin menyalahkan siapapun dalam hal ini. Entah mengapa, aku merasa ini sudah takdir yang Tuhan sudah suratkan dalam hidupku." Sukma menundukkan wajahnya. Kendati semua harus dia jalani dengan terpaksa, tetapi jauh di dalam hati kecilnya, dia berusaha untuk menerima dengan lapang d**a, jalan hidup yang Tuhan sudah gariskan untuknya. "Aku sama sekali tidak tahu, apakah takdir sedang mempermainkan diriku?" Danu meremas rambutnya dengan kasar. "Sekarang aku hilang ingatan, aku tidak tahu siapa diriku dan aku juga tidak pernah tahu apa yang sebenarnya terjadi, sehingga aku bisa ada di desa ini dan bertemu denganmu." Sambil menatap kedua mata gadis itu, Danu terus menyambung ucapannya, "Apa aku harus bersyukur atau bagaimana ... aku juga tidak tahu. Bagiku, kamu adalah malaikat penolongku, Sukma. Aku juga merasa, takdirlah yang membawaku sampai di tempat ini." "Iya, itu benar, Bang." Sukma hanya menjawab singkat, tetapi air mata yang sedari tadi dia tahan, kini lolos begitu saja tak tertahankan. "Tapi aku tahu ... kamu pasti menyesal dan merasa kecewa, karena harus menikah dengan laki-laki seperti aku, Sukma." Rasa bersalah itu kembali muncul di hati Danu. Melihat air mata yang menghiasi wajah Sukma, dia mengira pastlah gadis itu sangat menyesal harus menikah dengannya. "Selain asal usulku yang tidak jelas, wajahku juga cacat. Bagi semua orang aku pasti terlihat sangat menjijikkan. Aku merasa sangat tidak pantas menjadi suamimu." Danu menggeleng dan merasa rendah diri di hadapan Sukma. Dia merasa tidak pantas bersanding dengan seorang gadis secantik Sukma, meski gadis itu selalu terlihat sederhana. "Tidak! Jangan berkata seperti itu, Bang." Dengan cepat Sukma menyanggah ucapan Danu. "Aku tidak pernah mempermasalahkan wajah cacatmu, Bang. Bukan itu yang membuatku merasa ragu." Sukma ikut menggelengkan kepalanya. "Wajah tampan tidak selalu menjamin seseorang memiliki hati yang baik, Bang. Sebaliknya, aku merasa Bang Danu adalah pria yang berhati bersih. Aku sangat yakin kalau Bang Danu adalah pria yang bertanggung jawab. Tapi, hanya ada satu hal yang aku takutkan ... " Dengan wajah yang masih basah oleh air mata, Sukma ikut menatap kedua mata pria dengan wajah dipenuhi bekas luka di hadapannya. "Aku takut bila nanti ingatan Abang sudah kembali. Bagaimana jika sebenarnya kamu sudah menikah? Aku tidak berani membayangkan bagaimana perasaan istri Abang, jika dia tahu suaminya menikah lagi?" Sukma semakin terisak. Dia sangat khawatir, jika pernikahan terpaksa mereka nantinya akan menimbulkan permasalahan besar, apabila ingatan Danu pulih kembali. Danu menghela napas dalam-dalam dan terdiam untuk sejenak berpikir. Apa yang dikatakan Sukma, sesungguhnya juga adalah hal yang sama seperti yang dia khawatirkan saat itu. Danu kemudian beranjak dari tempat duduknya dan berjongkok di hadapan Sukma, serta memegang kedua tangan gadis yang kini sudah menjadi istrinya tersebut. "Sudah lebih dari dua pekan aku tinggal disini, Sukma. Selama itu, tidak ada orang yang mencariku. Dari semua berita di media, juga tidak ada petunjuk apapun tentang diriku. Mungkin saja saat ini semua orang menganggapku sudah mati dan hanya kamu yang setia merawatku," ujar Danu dengan segala dugaanya. "Sukma, bagaimanapun juga, saat ini kita sudah menjadi pasangan suami istri. Permintaanku sama kamu hanya satu ... maukah kamu menerima aku apa adanya?" Danu mengungkapkan perasaannya sangat jujur dan berusaha menepis segala keraguan di hati mereka saat itu. Sukma mengangguk dan berkata, "Aku tidak pernah ragu menerima kamu, Bang. Tapi aku masih takut jika ... " "Sttt ... dengarkan aku, Sukma!" Danu langsung memotong ucapan Sukma, sambil menempelkan telunjuknya di bibir gadis itu. " Aku memang tidak bisa mengingat masa laluku. Tapi, aku punya masa depan yang masih harus aku jalani. Aku berharap kamu lah masa depanku itu, Sukma." Dengan lembut Danu mengusap air mata di pipi Sukma. "Aku ingin kita mencoba dan sama-sama belajar saling menerima, sebab mau tidak mau, pernikahan ini harus tetap kita jalani," lantur Danu lagi. "Kalau pun suatu saat ingatanku kembali, aku janji akan selalu bersamamu. Apapun yang akan terjadi, kamu tetap akan menjadi istriku." Danu berkata sangat serius dan tulus ingin menjalani hidupnya bersama Sukma. Kendati masih banyak keraguan, dia ingin mereka berdua menjalani semua dengan iklas. "Iya, Bang. Aku mau." Sukma mengangguk dan berusaha mengulas sebuah senyum. Air mata haru juga kembali menetes membasahi wajahnya. Semua yang disampaikan Danu membuatnya merasa sangat terkesan. Di balik paras buruk rupa yang dimiliki pria itu, dia sangat yakin kalau Danu pastilah pria yang sangat bertanggung jawab dan pantas menjadi pendamping hidupnya. Meski banyak hal yang masih dia khawatirkan tentang masa lalu pria itu, tetapi semua harus tetap mereka jalani dengan tulus iklas. "Terima kasih banyak, Sukma. Terima kasih karena sudah menerima aku dengan segala kekuranganku." Danu juga tidak mampu membendung rasa haru. Jawaban polos gadis yang bersedia menerima dirinya dengan segala kekurangan itu, membuat air mata haru itu juga ikut menggenang di sudut matanya. "Sama-sama, Bang. Aku juga janji akan belajar dan berusaha menjadi pendamping yang baik buat Abang." Sukma ikut memegang erat tangan Danu. Keempat netra mereka saling menatap dan sebuah senyum mengembang di bibir keduanya. "Sebagai suamimu, aku yang seharusnya menjadi tulang punggung keluarga, Sukma. Karena itu, mulai saat ini aku janji akan bekerja keras dan membantu semua pekerjaanmu di kebun. Kita akan bangun rumah tangga kita bersama." Danu sangat yakin dengan janjinya. "Iya, Bang." Sukma tetap hanya menanggapi dengan sebuah senyuman. "Sejujurnya, aku sangat senang Abang ada disini bersamaku. Semenjak kehadiran Bang Danu, aku tidak pernah merasa kesepian lagi. Mungkin Tuhan memang mengirim Abang ke desa ini sebagai jodohku." Dengan butiran air mata haru yang kembali menetes dari kedua matanya, Sukma semakin yakin akan perasaannya. "Kamu adalah dewi penyelamatku, Sukma. Aku berhutang nyawa terhadapmu. Karena itu mungkin Tuhan juga sudah menyuratkan agar aku menghabiskan sisa hidupku bersamamu." Dengan berbagai perasaan, Danu memeluk erat gadis di hadapannya. Tanpa rasa sungkan, Sukma ikut membalas memeluk Danu juga sangat erat. Untuk sesaat, perasaan hangat mengisi jiwa kedua insan yang sudah menjadi pasangan suami istri itu, sehingga semua keraguan seakan sirna. Meski saat itu belum ada getaran cinta yang mereka berdua rasakan, tetapi Sukma dan Danu sangat yakin akan bisa saling menerima dan menjalani kehidupan berumah tangga bersama.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN