Eps. 25. Merelakan Pergi

1185 Kata
Awan hitam menutupi langit dan kabut tebal masih menyelimuti seluruh kawasan desa. Pagi itu, cuaca tampak kurang bersahabat, bahkan kokok ayam serta kicauan burung pun terdengar hanya samar-samar, seakan mereka enggan menyambut hari yang sudah berganti. Hembusan angin dingin pagi itu, juga seolah mewakili perasaan sedih Sukma, karena pagi itu Danu sudah memutuskan akan pergi ke kota dan mulai bekerja di bengkel yang direkomendasikan oleh Irwan. "Sudahlah, jangan bersedih terus, Sayang. Aku pergi tidak untuk selamanya. Secepatnya, setelah bendungan selesai diperbaiki, aku akan pulang agar kita bisa selalu bersama lagi." Danu mengusap lembut pipi Sukma, menyeka air mata yang terus menetes membasahi wajah sayu istrinya itu. Tidak ada jawaban yang keluar dari bibir Sukma. Dia hanya menunduk dan berusaha menelan tangis serta rasa sedihnya. "Kalau aku sudah dapat libur dari tempat bekerja, aku pasti akan usahakan untuk bisa pulang." Danu terus berusaha menghibur Sukma, mengusir segala keresahan hatinya. "Iya, Bang." Sukma mengangguk pasrah. "Abang jaga diri baik-baik di kota nanti, ya! Aku doakan semoga Abang sukses dan pekerjaanmu lancar sesuai harapan." Meski sangat berat, Sukma bersusah payah menyembunyikan semua perasaannya. Sebagai seorang istri, tak banyak yang dia bisa lakukan, kecuali mendukung saja apa keputusan sang suami. Meskipun demikian, sejujurnya dalam hati, dia tidak rela Danu pergi menininggalkannya seorang diri di desa itu. Setahun tinggal bersama Danu, Sukma merasa kalau hidupnya sangat bergantung dari pria itu. Kendati sebelumnya dia adalah seorang wanita tegar dan mandiri, tetapi kehadiran Danu dalam kesehariannya telah membuat dirinya seakan tak lebih dari seorang gadis manja. "Sebenarnya, aku juga ingin kamu ikut ke kota bersamaku, Sayang. Tapi, aku masih belum tahu seperti apa pekerjaanku nanti di sana. Bila nanti semua sudah jelas, aku juga pasti akan membawamu ke kota." Danu mengusap kepala istrunya dan dia paham apa yang tengah dirasakan Sukma. Sejujurnya, dia juga merasa sangat berat bila harus pergi meninggalkan wanita yang begitu dicintainya itu, demi merantau ke kota. "Aku tidak akan pernah ikut ke kota, Bang. Aku memilih untuk tetap tinggal di desa ini. Bagaimana pun juga, desa ini adalah desa kelahiranku." Meski tidak ingin Danu meninggalkannya, tetapi Sukma juga tidak berniat untuk tinggal di kota. Bagi seorang gadis sederhana seperti dirinya, hidup di desa tentulah akan terasa jauh lebih nyaman dan damai. "Aku mengerti akan semua itu, Sayang. Karena itu, aku tidak akan selamanya tinggal di kota. Aku pasti akan pulang untukmu." Danu kembali menegaskan janjinya serta terus menghibur Sukma, agar tidak menjadikan kepergiannya sebagai beban. "Iya, Bang ... aku juga akan selalu setia menanti Bang Danu kembali. Dan ingat pesanku ... selama di kota nanti, Abang juga harus selalu menjaga hati Abang untukku," ujar Sukma sendu, dengan air mata yang kembali menitik membasahi pipinya. "Tentu saja, Sayang. Kamu jangan pernah meragukan cintaku padamu. Apapun yang terjadi ... percayalah, hatiku akan selalu jadi milikmu seorang." "Aku percaya sama kamu, Bang." Sukma mulai berusaha mengulas senyum di bibirnya. "Ini sudah siang ... sudah waktunya Abang berangkat ke kota. Aku nggak mau gara-gara aku, Abang ditinggal mobil yang akan mengantar Abang ke kota." Walau kepergian Danu terasa sangat berat bagi Sukma, tetapi dia tetap berlapang d**a dan merelakan. "Baiklah, Sayang. Aku berangkat dulu. Setelah aku tiba di kota nanti, aku pasti akan menghubungimu." Danu memeluk erat seraya mengecup pucuk kepala Sukma. Air mata juga ikut menggenang di sudut matanya. Meski merasa cukup siap untuk pergi bekerja ke kota, tetapi kesedihan Sukma seolah semakin memberatkan kakinya untuk melangkah. Tak ingin terlalu larut dalam segala perasaan, Danu lalu bergegas meraih tas ransel usang yang sudah Sukma persiapkan untuknya. Tas dengan beberapa potong pakaian serta kotak makan siang itupun dia gendong dengan satu lengan di punggungnya. Pagi itu, dia sudah berjanji akan menumpang di sebuah truck pembawa bahan pokok lintas daerah, yang bersedia mengantarkannya sampai di kota. Truck itu pun sudah menunggunya di perbatasan desa. "Hati-hati di jalan, Bang. Semoga Bang Danu sampai di tujuan dengan selamat." Sukma mengecup punggung tangan suaminya sebagai salam perpisahan. "Iya, Sayang." Danu melambaikan tangannya dan berjalan keluar dari pintu pagar rumah mereka. Untuk sampai di perbatasan desa, dia cukup berjalan kaki selama kurang lebih sepuluh menit saja melewati sebuah jalan setapak. "Selamat jalan, Bang Danu." Sukma membalas melambaikan tangannya, serta terus memandangi Danu hingga tak terlihat lagi dari pandangannya. Meski cuaca mendung disertai hembusan kabut, Danu tetap melangkah pasti, sambil menggenggam harapan untuk bisa mendapat pekerjaan lebih baik di kota. "Semoga Tuhan selalu melindungimu, Bang." Air mata seketika kembali tumpah membasahi pipi Sukma. Menyadari Danu sudah benar-benar pergi meninggalkannya, rasa sedih itu sungguh tak sanggup dia sembunyikan lagi. Sukma berlari kecil masuk ke dalam kamarnya serta menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidurnya. "Tanpa kamu, hari-hariku pasti akan sangat kesepian, Bang." Sukma menangis sejadi-jadinya, menumpahkan segala kesedihan yang tadi berusaha keras dia sembunyikan dari Danu. "Bagaimana kalau di kota nanti ada yang mengenali Bang Danu? Apa yang akan terjadi seandainya ingatan Bang Danu kembali dan ternyata kota itu adalah tempat tinggalnya selama ini?" Pikiran Sukma tiba-tiba sangat kacau. Berbagai kekhawatiran akan Danu seolah tengah menari-nari dan mengejek di dalam benaknya. "Tuhan, tolong beri aku kekuatan menjalani semua ini! Aku sadar, karena menikah dan mencintai seorang pria amnesia, aku juga harus siap dengan segala konsekuensinya. Tapi, kalau Bang Danu adalah jodoh yang Kau kirim untukku ... ku mohon jangan beri ujian yang terlalu berat untuk cinta kami." Sukma menengadahkan tangannya, berdoa dan berserah kepada Yang Kuasa. Dia hanya berharap, semua yang dia khawatirkan akan Danu tidak akan pernah terjadi, sehingga Danu bisa kembali kepadanya. * Di dalam mobil truck pengangkut bahan pokok yang ditumpanginya untuk berangkat ke kota, pikiran Danu juga tidak pernah lepas dari Sukma. "Maafkan aku karena harus meninggalkanmu sendiri di desa ini, Sayang. Ini semua aku lakukan demi kamu juga dan demi kebahagiaan kita. Percayalah padaku, demi cinta kita, aku pasti akan segera pulang ke desa ini." Sepanjang perjalanan Danu terus menggumam dalam hati. Meski kini dia sudah keluar cukup jauh dari wilayah desa tempat tinggalnya selama ini, tetapi separuh hatinya seolah masih tertinggal di sana. Hingga tanpa dia sadari, air mata kembali menggenang. Di balik penutup wajah yang selalu dia pakai, ada raut kesedihan yang juga terpancar dari sorot matanya. "Bang Danu pasti sedih, karena harus meninggalkan istri Abang yang cantik itu sendiri di desa ini, 'kan?" Danu terkesiap dan lamunannya seketika buyar, ketika sopir truck di sebelahnya berceletuk serta bertanya dengan nada menggoda. "Iya, Bang. Semenjak kami menikah, baru kali ini aku terpaksa akan meninggalkannya untuk perjalanan jauh," sahut Danu menyembunyikan segala kesedihannya. "Ya ... aku maklum kok, Bang. Apalagi kalian 'kan masih pasangan pengantin baru," gurau sopir itu, seraya terkekeh dan terus berceloteh menggoda Danu. Danu hanya menghela napas datar dan ikut terkekeh samar, sambil merebahkan punggungnya lebih santai di jok penumpang bagian depan truck itu. "Berapa lama kita akan tiba di kota, Bang?" Danu lanjut bertanya, berupaya mengalihkan topik pembicaraan dengan sopir truck tersebut. "Dari sini kurang lebih lima jam, Bang. Kalau tidak ada hambatan, tepat tengah hari nanti, kita harusnya sudah akan sampai di kota," ungkap sopir itu, memberi penjelasan kepada Danu. Danu menanggapi hanya dengan anggukan kepala dan paham. Tak ingin terus hanyut dalam perasaannya, dia berusaha memantapkan hati dan meyakini bahwa keputusannya untuk mencari pekerjaan di kota sudah sangat tepat.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN