Eps. 17 Malam Penyatuan

1692 Kata
Hujan yang sebelumnya turun begitu deras, perlahan mulai mereda, berganti gerimis kecil disertai kabut tebal menyelimuti desa. Malam kian larut dan udara dingin seakan kian merasuki semua jiwa yang sudah lelap dalam pelukan mimpi indah. Akan tetapi, di dalam sebuah kamar dan di atas ranjang yang sama, dua insan tampak belum mampu memejamkan mata. Malam itu adalah pertama kalinya Danu dan Sukma tidur sekamar serta merebahkan tubuh di atas satu pembaringan yang sama. Meski sudah mendekati tengah malam, tetapi keduanya masih terjaga. "Sukma, kenapa kamu nggak tidur? Kamu sedang tidak enak badan, seharusnya jangan begadang!" Danu berujar dan menyadari hingga saat itu Sukma juga belum bisa tidur, sama seperti dirinya. Sambil menarik selimut dan memiringkan badan menghadap ke arah Danu, Sukma berucap lirih, "Nggak tahu nih, Bang. Kantukku tiba-tiba hilang dan mata ini jadi nggak bisa terpejam." Danu yang awalnya tidur menengadah, ikut memiringkan badannya dan menatap ke arah Sukma. "Hmm ... apa karena ada aku disini, kamu jadi nggak bisa tidur?" tanyanya, sambil menyentuh kening Sukma dengan lembut dan dia bisa merasakan kalau suhu badan gadis itu sudah berangsur-angsur mulai normal, tidak demam lagi. Sukma tak menjawab, tetapi hanya senyum yang terukir indah di bibir tipisnya. "Kamu sangat cantik, Sukma. Aku tahu ... kamu pasti sangat kecewa karena harus memiliki seorang suami berwajah cacat seperti aku." Tiba-tiba rasa rendah diri itu kembali muncul di benak Danu. Menatap wajah penuh pesona yang begitu dekat di hadapannya, membuat dia merasa tidak pantas hidup mendampingi Sukma. "Untuk apa kecewa, Bang? Aku malah sangat bangga bisa memilikimu. Kamu itu pria yang baik dan bertanggung jawab. Sedangkan seorang pria tampan dengan wajah sempurna, belum tentu bisa memiliki sifat sebaik kamu," sanjung Sukma, tidak ingin Danu kehilangan rasa percaya diri di hadapannya. "Terima kasih banyak, Sukma. Kamu adalah seorang wanita berhati malaikat. Aku berhutang nyawa padamu. Dan untuk membalas itu semua, aku janji akan mengabdikan seluruh sisa hidupku untuk kamu." Danu tersenyum menatap wajah cantik yang juga selalu tersenyum padanya. Untuk sesaat, keduanya kembali diam dan hanya keempat binar mata mereka yang saling berbicara, sehingga perasaan hangat kini perlahan datang mengisi hati keduanya. "Sukma, malam ini sangat dingin. Apa aku boleh tidur sambil memelukmu?" Danu perlahan meraih tangan Sukma dan mengalungkan di bahunya. Teringat malam itu Sukma lah yang mengizinkan dia tidur di sana, membuat Danu memberanikan diri mencoba lebih dekat secara fisik dengan wanita yang sudah halal untuk disentuhnya itu. "Iya, Bang." Tanpa rasa ragu, Sukma memeluk pria yang sudah menjadi imamnya itu. Namun, tanpa dia sadari jantungnya berdebar tak menentu. Hanya Danu lah pria yang pertama kali pernah dia peluk sedekat itu, selain Alyarhum ayahnya. "Sukma, maukah kamu menjalankan kewajiban sebagai istriku malam ini?" Perasaan cinta yang mulai tumbuh di hatinya, mendorong Danu mengutarakan jujur tentang perasaannya. Akan tetapi, Sukma menanggapi dengan hanya diam. Lidahnya seakan tercekat dan tidak tahu bagaimana harus menjawab. Dalam hati, dia pun menginginkan hal yang sama. Dia paham, memberikan hak Danu sebagai suaminya, akan membuat perasaan cinta yang juga mulai tumbuh itu, akan semakin indah bersemi. "Ah ... maafkan aku, Sukma. Tidak seharusnya aku menuntut semua secepat ini darimu. Kalau kamu memang belum siap, tolong lupakan semua yang aku katakan barusan. Aku janji tidak memintanya lagi darimu, sebelum kamu sendiri yang memberikannya untukku," celetuk Danu, merasa bersalah dan berusaha mengalihkan semuanya. Karena Sukma hanya diam, dia menyangka gadis itu masih belum siap melakukan kewajibannya. "Bang Danu ... " Sukma kembali tersenyum dan terus menatap kedua mata Danu. "Aku ini sudah menjadi istrimu. Aku akan berdosa jika aku tidak mau melakukan kewajibanku sebagai istrimu," ucap Sukma dengan wajahnya yang kembali terlihat merona. "Jadi, apa itu artinya kamu sudah siap memberikan semua untukku?" Danu tersenyum sumringah. Mendengar jawaban Sukma, dia merasa mendapat lampu hijau dan ingin segera menjalankan ritual malam pertama bersama istrinya itu. Lagi-lagi tak terdengar jawaban dari bibir Sukma. Dia hanya tersenyum dan menganggukkan kepala pelan. Danu menghela napas dalam, lalu perlahan mendekatkan wajahnya ke wajah Sukma, hingga pucuk hidung mereka pun saling bertautan. Tanpa rasa ragu, Danu juga mendekatkan bibirnya di pipi Sukma dan memberi kecupan mesra di sana. Sebuah kecupan yang untuk sesaat membuat Sukma begitu terbuai. "Aku cinta sama kamu, Sukma." Danu berbisik dan semakin berani mengecup semua bagian di wajah cantik nan sederhana itu. "Aku juga cinta sama kamu, Bang," aku Sukma jujur, tak ingin lagi menyembunyikan semua perasaannya. Entah bagaimana, ucapan jujur Sukma itu seakan membuat Danu kian berani menyentuh gadis itu lebih intens. Kecupan yang awalnya hanya di pipi, kini dia arahkan di bibir indah, berwarna pink alami milik Sukma tersebut. Bak dayung bersambut, Sukma tanpa ragu membuka mulutnya dan membalas hangat ciuman bibir Danu. Hingga keduanya semakin terbuai dan bibir itu pun saling melumat penuh gairah. Lidah Danu dengan sangat lincah bermain di rongga mulut Sukma dan keduanya bertukar saliva dengan cara yang kian lama kian panas bergelora. Cuaca yang sangat dingin di desa itu menjadi begitu hangat bagi Danu dan Sukma, ketika api asmara nan panas menyapa. Malam yang tadinya terasa sunyi, kini seakan dipenuhi suara deru jantung dan hembusan napas dua insan yang saling memburu. Tubuh Danu dan Sukma semakin menghangat oleh panasnya asmara dan darah mereka pun seakan berdesir lebih cepat. "Aaahhh ... Bang Danu ...." Sukma tak mampu menahan suara lenguhan yang keluar dari mulutnya. Pikirannya pun seakan melayang entah kemana, ketika dengan sangat lembut Danu mencumbu leher serta semua bagian dadanya, meninggalkan beberapa noda merah di sana. Kedua tangan Danu juga tak hanya diam, ikut bergerilya, menjelajahi setiap jengkal di lekuk indah tubuh Sukma. Sampai akhirnya pengembaraan tangan nakal itu terhenti pada dua gundukan mungil nan kenyal menantang, yang masih tertutup rapat di d**a sang istri. Sejenak Danu kembali menatap wajah cantik itu. "Apa kamu sudah siap terbang bersamaku ke nirwana, Sayang?" bisik Danu dengan sedikit genit menggoda. Melihat mimik wajah Sukma yang terlihat pasrah menerima segala perlakuannya, Danu perlahan meremas dua keindahan milik gadisnya itu. "Oouughhh ... " Tubuh Sukma melenting dan menegang hebat. Sentuhan tangan Danu membuatnya mabuk kepayang. Tak ada lagi perasaan ragu dan kata belum siap. Kini dia benar-benar pasrah, bahkan sangat ingin merasakan menjadi seorang wanita seutuhnya bersama Danu, pria yang sudah mampu mencuri hati dan membuatnya jatuh cinta. Beberapa menit berselang, tubuh Sukma dan Danu sudah tampak polos tanpa ada sehelai benang pun yang menghalangi keintiman mereka. Danu tersenyum dan pupil matanya kian melebar sempurna. Melihat tubuh polos Sukma secara nyata tanpa ada penghalang sama sekali, membuat hasrat membuncah dan tak sanggup dia bendung dalam jiwanya. Sesuatu yang ada di bagian bawahnya pun, kini berdiri tegak dan sudah sangat siap melaksanakan tugas sesuai fungsinya. "Sayang, kita mulai, ya!" bisik Danu sembari mengangkat pinggul Sukma dan menyangganya dengan sebuah bantal, agar Sukma merasa nyaman dengan posisinya saat itu. "Tolong pelan-pelan ya, Bang. Aku takut." Kedua tangan Sukma menutupi wajahnya. Sesungguhnya dia masih merasa canggung dan sangat malu berdekatan seperti itu dengan seorang pria. Melihat benda keras yang hanya dimiliki kaum lelaki pada tubuh Danu, membuatnya malu dan merasa geli. "Kenapa takut?" Danu tersenyum, menyadari sejatinya Sukma memanglah masih sangat lugu. Gadis itu pasti juga sama sekali tidak berpengalaman dalam hal bercinta. "Tenang saja, Sayang. Aku pasti akan melakukannya dengan lembut dan kamu tinggal menikmatinya saja." Perlahan Danu menggerakkan pinggulnya dan mengarahkan miliknya tepat di lembah terindah milik Sukma. "Aaahhh ... sa-kit, Bang!" Sukma menggigit bibir bawahnya dan seketika mengerang, meringis kesakitan. Hujaman kuat dari Danu, membuat bagian intimnya terasa begitu perih, akibat tertusuk benda tumpul yang mengeras seperti itu. "Tahan sebentar, Sayang. Sakitnya tidak akan lama." Sambil semakin dalam membenamkan benda keras miliknya itu di raga Sukma, Danu juga mengecup bibir Sukma, menahan erangan panjang yang keluar dari mulut sang istri. "Jangan keras-keras, Bang! Sakit sekali ...." Sukma tak kuasa menahan rasa perih, sehingga erangan itu juga tak sanggup ditahannya. Tangan kanan gadis itu juga spontan bergerak menyentuh bagian utamanya, yang sudah berhasil dibobol oleh Danu. Sebutir air mata lolos begitu saja membasahi wajah Sukma. Bersamaan dengan setetes cairan merah yang juga menetes di bagian bawahnya, Sukma sadar kalau kesucian permata miliknya yang selama ini selalu dia jaga, kini sudah direnggut oleh Danu, pria yang memang pantas mendapatkan semua itu darinya. "Aaah ... sempit sekali." Mulut Danu pun mendesah dan meracau, karena cukup sulit baginya menerobos penghalang di raga Sukma. Ketika hasrat begitu bergelora, dia pun tak ingin mengindahkan ringis kesakitan istrinya. Danu terus bergerak dan memberi hentakan-hentakan lembut. Bibir dan tangannya juga senantiasa bergerak semakin liar, membuat Sukma kian tak mampu mengendalikan gejolak hasratnya. Perlahan, rasa sakit yang tadi dia rasakan, berubah menjadi sensasi nikmat, yang seakan tak sanggup dia deskripsikan dengan kosa kata apapun. Begitu pula dengan Danu, mendapatkan seorang gadis yang masih suci seperti Sukma, membuat dia merasakan kehangatan yang sungguh terasa berbeda. Waktu terus berjalan dan malam kian larut. Tak terasa, dua manusia yang tengah hanyut dalam panasnya penyatuan malam pertama itu, sudah hampir setengah jam saling bergulat penuh kemesraan. "Oouugghhh ... Bang!" Sukma mendesah panjang seraya mencengkram erat-erat pinggang Danu. Matanya terpejam dan mulutnya menganga. Ketika dia mencapai puncak kehangatan percintaannya bersama Danu, Sukma merasakan seluruh tulang belulangnya seakan terlepas dari raga dan tubuhnya terasa begitu ringan, hingga mampu melayang hingga ke lapisan langit ketujuh. Lagi-lagi Danu tersenyum, dia tahu kalau Sukma sudah merasakan pelepasan yang sangat sempurna, sehingga dia pun kian mempercepat dan memperdalam serangannya. "Aaaaghh ... " Danu ikut mendesah hebat. Dia merasakan rongga kehangatan milik Sukma seakan menggigit, menyedot miliknya dan seolah mengundang bisa panasnya tersembur begitu saja. Peluh membanjiri tubuh Danu dan Sukma. Untuk pertama kali setelah resmi menjadi suami istri, keduanya merasakan kebahagiaan yang begitu luar biasa. Cuaca dingin yang menyelimuti desa itu, sama sekali tidak terasa bagi mereka, karena hanya panas bara asmara, kini tengah membakar dua insan yang sudah menyatu seutuhnya. "Terima kasih banyak, Sayang. Aku makin cinta sama kamu." Danu melumat bibir tipis Sukma lagi dan keduanya berciuman sangat dalam. "Aku sudah menyerahkan segalanya untuk Bang Danu. Aku juga sangat mencintaimu, Bang." Sukma menjawab tanpa sedikitpun ada penyesalan. Hanya kebahagiaan yang kini mereka tengah reguk bersama. Dengan napas yang masih sangat memburu, keduanya lalu sama-sama menghempaskan tubuh lelahnya di atas kasur yang sudah tampak sangat berantakan. Sambil berpelukan sangat erat, Danu mengecup lembut kening istrinya. Kedekatan terasa begitu hangat di antara mereka, setelah keduanya sama-sama mencapai puncak asmara nan bergelora.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN