Adrena saat ini ada di atap apartemennya. Adrena menghampiri pinggir atap apartemen dengan air mata yang luruh, dunianya hancur jadi apa lagi gunanya berada di dunia ini, keluarganya membuangnya, menganggapnya tak ada, pria yang ia anggap rumah malah mengkhianatinya, bahkan uang yang ia miliki, di ambil oleh Agung dan tak menyisahkannya untuk hidupnya, lalu gunanya ia hidup apa?
Adrena naik ke pagar tembok atap tersebut, dan berdiri tak jauh dari tempat kematian didepannya. Ia akan melompat, ia harus mengakhiri hidup agar dunianya tidak lagi sengsara seperti saat ini.
Adrena menyeka airmatanya, berharap setelah menjatuhkan diri dari sini, ia tak akan pernah bisa lagi membuka mata, percuma hidup sendirian, percuma tak memiliki apa pun, tak ada yang ia miliki saat ini selain dirinya sendiri.
Adrena melihat ke bawah sana, ia akan melompat dari lantai 18. Adrena menyunggingkan senyum dan melihat wajahnya didepan sana, hanya ada tangis, tak ada tangis kebahagiaan. Jadi, percuma untuk melanjutkan hidup. Ia sudah tidak memiliki siapa pun.
Adrena lalu mendekati ujung pagar tersebut, dan selangkah saja ia maju ke depan, ia pasti akan jatuh dari lantai 18. Ketika hendak menjatuhkan dirinya, seseorang menariknya dan menjatuhkannya ke lantai, Adrena merasakan tubuhnya tak sakit sama sekali, karena ia menindih pria yang menariknya.
Pria itu meringis dan menyentuh bahunya yang sakit. Pria itu telah menyelamatkan Adrena dari hidupnya yang kelam saat ini, ia hampir mengakhiri hidup dan menanggung dosa yang besar.
Pria itu lalu duduk dan menekan bahunya yang sakit. Pria itu tak lain tak bukan adalah Gamaliel yang tadi mengikuti Adrena dari belakang.
“Apa seluruh hidupmu sudah berakhir? Sehingga kamu dengan berani mau mengakhiri hidup? Apa kamu tidak takut dosa dari Allah? Apa kamu tidak memiliki kehidupan yang harus kamu jalani? Mengakhiri hidup adalah perbuatan yang tidak akan pernah Allah maafkan.”
“Apa urusanmu? Dan, kamu siapa?”
“Saya seorang pria yang harus menyelamatkan hidup seseorang.”
“Apa kamu tahu hidupku seperti apa? Kenapa kamu bicara seolah kamu tahu segalanya?”
“Jangan sia-siakan hidupmu yang berharga. Kamu masih memiliki kehidupan yang bisa kamu jalani. Tidak ada gunanya mengakhiri hidup. Tujuan mengakhiri hidup itu tidak akan membuatmu terbebas dari masalah.”
“Kenapa kamu ikut campur?”
“Saya tak ingin ada seorang wanita yang mengakhiri hidupnya hanya karena masalah yang tengah ia hadapi. Masih banyak jalan untuk bangkit dari keterpurukan.”
“Terus apa urusanmu?” tanya Adrena lalu bangkit dari duduknya dan hendak naik kembali ke pagar untuk melompat, namun dengan cepat Gamaliel menariknya dan tidak memberikannya peluang untuk melompat.
“Apa kamu tidak ingat orangtuamu?” tanya Gamaliel.
Pertanyaan itu membuat Adrena spontan terdiam dan menoleh melihat pria tampan disampingnya.
“Kamu tidak ingat mereka? Kamu tidak mengingat bagaimana mereka dulu ketika kamu masih kecil? Mereka sangat menyayangimu, mereka memberikan seluruh hidupnya untukmu. Kamu rela mengakhiri hidup dan membuat mereka sengsara?” tanya Gamaliel.
Sementara Adrena masih mendengarkannya dengan jelas. Tiba-tiba saja Adrena mengingat kedua orangtuanya. Adrena menitihkan airmata lagi, terlalu sulit menghadapi semua ini sendirian. Ia tak punya siapa pun, pria yang ia anggap rumah telah meninggalkannya dengan membawa tabungannya yang susah payah ia kumpulkan.
Adrena memalingkan wajah dan menyeka airmatanya, ia terlalu lemah sehingga menganggap satu-satunya jalan untuknya adalah mengakhiri hidup.
“Sedih, sakit hati, atau depresi adalah hal yang dirasakan setiap orang ketika kehilangan orang tercinta atau masalah yang tengah kamu hadapi. Tak jarang, akibat hal itu orang sampai ingin bunuh diri. Tapi yang harus kamu ketahui bahwa mengakhiri hidup tidak dapat menyelesaikan masalah. Ini juga bukan satu-satunya cara kamu untuk melupakan seseorang atau terbebas dari masalah.” Gamaliel melanjutkan, membuat Adrena memalingkan wajah lagi karena terlalu sakit di dalam sana, sehingga ia tak bisa menahan airmatanya. Ia terlalu lemah, ia tidak memikirkan cara lain, ia hanya menganggap bahwa hidupnya tidak akan pernah membaik setelah kehilangan Agung dalam hidupnya.
Adrena menangis sesenggukan. Sementara Gamaliel masih duduk diatas pagar atap rumahnya.
“Konsultasikan ke psikolog, ia pasti akan membantumu menangani masalah dan kesedihanmu. Jangan takut meminta bantuan orang lain. Ini tidak akan terdengar aneh. Ini merupakan hal yang wajar.” Gamaliel melanjutkan berusaha menenangkan Adrena dengan caranya sendiri.
Adrena menangis lagi dan menunduk sesaat, lalu ia histeris dan menangis didepan pria yang menolongnya itu. Adrena tak perduli, apa pun itu yang penting ia bisa menumpahkan segalanya saat ini.
“Aku udah gak punya tempat untuk pulang,” lirih Adrena menitihkan airmata lagi.
“Kamu masih punya keluarga.”
“Kamu berbicara seperti ini seperti tahu segalanya. Kamu gak tahu apa yang terjadi.”
“Kalau kamu tidak mau saya salah paham, katakan apa yang terjadi? Kamu bisa menjadikan saya teman kamu saat ini.”
“Kamu tidak akan paham. Kamu tidak akan pernah bisa memahamiku.”
Gamaliel menggelengkan kepala, sebenarnya ia tahu segalanya, ia tahu jika Adrena putus cinta dan dikhianati, bahkan seluruh uang tabungannya diambil, Gamaliel bisa saja memberikan pelajaran kepada Agung dan Fitria, namun itu tak akan mungkin untuknya, karena ini bukan masalahnya.
Gamaliel mendesah napas halus, lalu mendengarkan Adrena menangis sesenggukan, ia histeris, sebenarnya Adrena butuh pelukan. Gamaliel turun dari duduknya dan menghampiri Adrena. Lalu menarik Adrena untuk menenangkannya dengan pelukan yang ia punya.
Adrena menerima pelukan Gamaliel, ia tidak perduli siapa pria itu, yang ia butuhkan saat ini adalah ketenangan dan sandaran, Gamaliel menepuk punggungnya lembut, dan Adrena masih menangis sesenggukan.
Dengan menangis, ia bisa tidur dan ia bisa melupakan segalanya sesaat. Tak ada yang tak mungkin di dunia ini, mengakhiri hidup memang tidak akan menyelesaikan masalah namun malah menambah masalah untuk keluarga yang ditinggalkan. Padahal patah hati bukan akhir dari dunia. Banyak orang yang bisa diajak berbagi, dan ia tidak sendiri.
Airmata terus saja luruh dan membasahi kemeja Gamaliel. Airmata mengajarkannya arti kekuatan.
“Semua belum berakhir, semua belum ada dititik terakhir, masih banyak hal yang bisa kamu lakukan, jangan merasa sendiri, jangan pernah merasa dunia ini berakhir, tidak ada yang berakhir, sebelum Tuhan yang memanggil kita,” kata Gamaliel masih menepuk punggung Adrena.
Adrena merasa lebih baik, niat mengakhiri hidup hanya ada dalam khayalannya saja, pria yang tak ia kenal kini menjadi sandarannya. Membuat airmatanya luruh begitu saja.
Penyesalan memang selalu dibelakang, dan jika didepan namanya pendaftaran, itulah yang dikatakan orang-orang, dan itu lah yang dirasakan Adrena saat ini. Pengorbanannya sia-sia. Pengorbanannya untuk orang yang salah.