“Gimana sama Adrian? Apa katanya? Dia masih marah sama kamu?” tanya Yumi, kali ini tatapan matanya makin serius, karena yang ia tahu Adrian marah pada saudara kembarnya. Yumi dengan tatapan yang makin serius itu menunggu jawaban Adrena.
“Dia masih marah sama aku, awalnya dia nolak mau bertemu, tapi untungnya dia mau.”
Yumi mengenal Adrian, dulu mereka satu sekolah sama-sama, tapi Adrian juga kecewa kepadanya, karena dia yang mengenalkan Adrena pada Agung, padahal keluarga Yumi tahu bahwa Agung bukan pria yang baik untuk Adrena, dan Adrena terlalu baik untuk Agung.
“Terus terus?” tanya Yumi. “Dia kasih kamu uang kan?”
“Dia nawarin, tapi aku menolak.”
“Eh kok kamu tolak?”
“Aku tak mau menunjukkan ke Rian kalau aku udah kehilangan semuanya.”
“Kamu gak cerita ke dia kalau kamu kehilangan semuanya?”
“Aku cerita.”
“Terus kenapa nolak?”
“Yaa gak enak aja,” jawab Adrena.
“Ya ampun, Rena. Kamu kan butuh duit loh, kamu butuh tempat tinggal, tapi kamu menolak uang dari Rian?” tanya Yumi dengan tatapan serius, menganggap Adrena sebagai wanita yang bodoh. Kebodohan Adrena malah menghancurkan dirinya sendiri. “Rian itu saudara kembar kamu, dia pasti bantu kamu kalau kamu butuh bantuan, dan Rian juga pengusaha sukses loh.”
Adrena menggeleng, ia tidak berniat seperti itu, ia menemui Adrian karena ingin Adrian mempertemukannya dengan keluarganya, siapatahu saja ia di maafkan oleh keluarganya. Karena ia lelah dengan semua ini, ia ingin pulang.
Adrena tak memikirkan uang, karena semua hal ditanggung oleh Gama dan Adrena percaya bahwa Gama adalah pria yang baik, yang tidak akan macam-macam kepadanya. Anggap saja ia memang mudah percaya pada orang. Karena itu ia sering dibohongi. Namun, ia masih membutuhkan seseorang tempatnya bisa berkeluh kesah. Jika bukan Gama, siapa lagi? Yumi pun tak bisa membantunya karena Yumi juga kekurangan.
“Aku mendapatkan semua itu dari Gama,” jawab Adrena.
“Apa kamu akan tinggal gratis terus menerus di apartemennya?”
“Tidak. Hanya sementara,” jawab Adrena. “Untuk saat ini aku masih membutuhkan tempat itu.”
“Gama terima begitu saja seorang wanita tinggal di rumahnya?”
“Aku kerja kok di rumahnya. Aku jadi tukang masak, tukang bersih-bersih, dan tukang cuci juga, jadi sebagai imbalannya aku dibolehkan tinggal di apartemennya,” jawab Adrena menjelaskan.
“Jadi, kamu kerja di apartemen dia?”
“Iya. Aku kerja di apartemen dia. Aku gak gratis tinggal di sana.”
Yumi mengangguk, jika seperti itu Yumi bisa percaya bahwa Gama tak akan menyuruh Yumi tinggal begitu saja, pasti akan ada sesuatu.
“Terus kenapa kamu ketemu sama Rian?” tanya Yumi.
“Aku ingin Rian mendamaikan aku dengan keluargaku. Jujurly, aku kecewa dengan diriku sendiri dan aku ingin pulang,” jawab Adrena menundukkan kepala.
“Kamu bisa pulang, Rena. Kamu tak harus meminta Rian untuk mendamaikan kamu dengan mereka. Apa susahnya bertemu dengan mereka dan langsung minta maaf?”
“Ini gak semudah yang kamu katakan, Yumi. Gak semudah itu loh. Kalau semudah itu aku juga gak mungkin minta tolong Rian.”
“Terus Rian apa katanya?”
“Dia akan mencobanya. Karena sampai sekarang tak ada lagi yang menyebutku di rumah itu.”
“Kamu ini kaya raya, punya segalanya, hidup enak, tapi kenapa ya nasib kamu kayak gini? Jujur aja, aku tuh kasihan sama kamu, Ren. Aku kasihan pada diriku sendiri, tapi aku lebih kasihan sama kamu.”
“Aku memang pantas dikasihani, ‘kan?”
Yumi mengangguk dan memilih berterus terang. Yumi kasihan sama sahabatnya itu, telah kehilangan segalanya dan kali ini ia berusaha mendamaikan situasi yang masih memanas antara dirinya dan keluarganya.
“Aku harus pulang sepertinya,” kata Adrena melihat jam tangan yang melilit ditangannya.
“Heem? Kamu mau ngapain pulang secepat ini?”
“Gak lama lagi Gama pulang kerja.”
“Gama mau pulang kerja? Kamu kayak istri mau nyambut suami aja,” kekeh Yumi.
“Apaan sih. Aku mau masak, Yumi. Bukan mau nyambut Gama pulang,” geleng Adrena.
“Aku ikut,” kata Yumi.
“Ikut kemana?”
“Ya ikut kamu ke rumah Gama,” jawab Yumi.
“Ya udah. Kamu jangan buat kacau ya di sana, dan jangan ngomong sembarangan,” kata Adrena meminta Yumi.
Yumi tersenyum dan menganggukkan kepala, Yumi tentu saja tak akan seperti itu. Yumi masih punya harga diri, tidak mungkin dia mengatakan sembarangan atau membuat kacau di rumah orang lain.
“Ingat, ini bukan apartemen aku,” kata Adrena.
“Iya iya. Kamu ini nganggap aku kayak bocil aja,” kekeh Yumi.
Adrena tersenyum, lalu mereka sama-sama pergi kembali ke apartemen. Adrena berdiri di lift dengan tatapan matanya yang kosong, karena saking banyaknya masalah, ia sampai lupa merawat diri. Bahkan ia makin kurus saja.
Yumi menoleh dan melihat lamunan Adrena, Yumi lalu menyikut Adrena dan menggelengkan kepala. Akhirnya gadis itu sadar.
“Heem?”
“Kamu kenapa? Ngelamun lagi?” tanya Yumi.
“Gak kok,” geleng Adrena mengelus leher belakangnya.
“Bisa kan kamu lupain Agung?”
“Aku lagi berusaha,” jawab Adrena.
“Jangan ingat kenangan apa pun sama dia, karena jujur aja yaa kamu sama Agung itu gak ada kenangan yang bisa dikenang loh,” kata Yumi menggeleng mengingatkan luka yang selalu Agung tancapkan dihatinya.
Apa yang dikatakan Yumi memang benar, tak ada yang perlu diingat tentang Agung karena Agung selalu menyakitinya dan tidak pernah membahagiakannya, Agung membuat Adrena bekerja selama 7 tahun demi memberikan apa yang Agung mau.
Selama ini, Adrena memang disiksa secara tak langsung, hanya saja Adrena terlambat menyadarinya.
Tiba di lantai yang mereka tuju, dan langsung masuk ke apartemen Gama. Yumi mengangguk dan melihat aparteman ini cukup rapi, sama saja dengan yang Yumi lihat pertama kali, ketika Yumi kemari untuk menjemput Adrena karena tidur di sini.
Yumi lalu duduk di sofa, sementara Adrena meraih sekaleng minuman dan sepiring cemilan buatannya, lalu disuguhkan untuk Yumi.
“Kamu di sini dulu, aku masak,” kata Adrena.
“Kamu mau ninggalin aku sendiri?” tanya Yumi.
“Lah ninggalin gimana sih, Yum? Kan hanya di situ tuh. Kamu gak lihat dapur apa kalau dapur itu deket banget dari sini,” geleng Adrena.
“Ini sih apartemen paling mewah yang aku tahu,” kata Yumi.
“Apartemen ini memang yang mewah lah. Gedungnya saja apartemen terkenal di dunia selebriti,” kata Adrena.
“Pasti Agung menggadaikan apartemenmu begitu mahal yaa.”
“Sudah pasti. Karena 300 juta pun tak akan mampu membeli tempat di sini.”
Yumi mengangguk, sementara Adrena mengeluarkan semua bahan makanan dari dalam kulkas, dan mulai mengerjakannya satu persatu, Adrena akan membuat makanan yang sesuai dengan apa yang ada dikulkas, jadi tak perlu berusaha untuk belanja dulu.
Yumi mengiris beberapa sayuran, lalu mengeluarkan telur dari dalam kulkas, setelah itu mengiris bawang dan rempah-rempah lainnya, sementara Yumi masih menikmati minuman dan cemilan yang disiapkan Adrena.
Lebih baik menjadi ART di apartemen ini dibandingkan Adrena tinggal dijalanan karena tidak punya tujuan.