Bab 10. Di Balik Sikap Dinginnya 3

1401 Kata
# Lingga menatap Ethan dengan tatapan marah. “Kau dengan sengaja membatalkan kontrak rekanan antara brand yang aku pegang dengan perusahaan rekanan yang juga bekerja sama dengan perusahaanmu bukan? Itu kau kan? Mustahil ada orang lain yang bisa melakukan semua itu selain dirimu!” Amuk Lingga. Ethan melirik Lingga sekilas namun dia sama sekali tidak peduli pada Lingga. “Kalau kau punya waktu untuk mengamuk di sini, setidaknya kau seharusnya punya waktu untuk menengok darah dagingmu sendiri,” ucap Ethan. Lingga tersenyum sinis. “Anak itu? Kau sendiri yang menginginkannya. Aku bahkan tidak ingin melahirkannya tapi kau yang memaksaku, jadi urus saja dia sendiri dan jangan libatkan aku,” balas Lingga. Wajahnya menunjukkan kalau tidak ada keraguan di dalam nada suaranya. Ethan menarik napas panjang. “Noah sudah semakin dewasa dan dia memerlukan figur seorang ibu. Aku saja tidak akan cukup untuk mengisi sisi kosong di dalam dirinya yang seharusnya di isi olehmu. Aku mengerti kalau keluargamu tidak menginginkan Noah tapi dirimu, setidaknya sebagai seorang ibu apa kau tidak memiliki naluri? Apa kau sama sekali tidak merasa memiliki perasaan yang sudah kau lahirkan ke dunia ini? Apa perasaanmu terbuat dari batu?” cecar Ethan. “Berisik! Aku ke sini untuk membahas bisnis bukan anak itu! Kau ayahnya kan? Itu tugasmu,” ucap Lingga. “Baiklah, kalau itu yang kau inginkan, mari kita membahas bisnis. Katakan pada keluargamu kalau aku tidak akan berubah pikiran,” ucap Ethan. Lingga menatap Ethan dengan tatapan yang semakin sinis. “Kalau itu maumu. Kau tahu, bukan aku yang menentukan nasib di dalam keluarga. Sebaiknya jaga dirimu baik-baik,” balas Lingga kemudian berlalu pergi dari sana. “Ini bukan pertama kalinya Lingga. Kalian sudah melakukan banyak hal padaku dan juga Noah. Tapi aku masih percaya kalau dirimu berbeda karena kau ibunya Noah,” ucap Ethan. Lingga tidak berkata apa-apa lagi, dia melangkah keluar dari ruang kerja Ethan yang sebenarnya adalah mantan suaminya. Ethan langsung menyuruh orang-orangnya untuk mengecek kembali mobil yang biasa dia gunakan hingga memperketat keamanan kantor serta rumah. Dia tidak tahu kali ini teror seperti apa yang akan dilancarkan oleh keluarga besar Lingga karena dia berani mengusik bisnis yang menjadi incaran mereka. Sayangnya, saat Ethan dalam perjalanan ke sekolah Noah untuk menjemput putranya itu, mendadak di tengah jalan sebuah truk dengan muatan berat tanpa penumpang menabrak mobilnya dari samping. Jalan yang licin membuat sopir Ethan kesulitan untuk mengendalikan mobilnya untuk menghindar, untungnya Ethan sempat melompat dari mobil tersebut sebelum mobil itu terseret truk. Hanya sopirnya yang terluka parah sedangkan Ethan terluka kakinya karena melompat dari mobil dan kepalanya tanpa sengaja terbentur pembatas jalan hingga akhirnya dia pingsan. # Prisha menyetir sementara Noah duduk di kursi belakang. Dia tidak berani membiarkan Noah duduk di sampingnya karena berbahaya bagi anak kecil untuk duduk di kursi depan. “Tante, Papaku tidak apa-apa. Jangan khawatir. Itu 0” ujar Noah tenang. Anak itu tampak tenang menatap ke luar jendela. Prisha melirik Noah dari kaca spion. “Kau tadi menguping apa yang dikatakan oleh Bu Kepala?” tanya Prisha. Dia tidak mengatakan apa-apa pada Noah, jadi mustahil Noah tahu kalau ayahnya mengalami kecelakaan kalau dia tidak menguping. Noah mengalihkan tatapannya ke arah Prisha. “Kalau aku bilang bahwa aku bisa mengetahui segalanya saat aku memegang tangan Tante tadi, apa Tante percaya?” Noah balik bertanya. “Mungkin,” ucap Prisha. Tentu saja dia tidak bisa mempercayainya. Dia sudah sering melihat anak-anak seusia Noah memang memiliki intuisi yang tajam secara empati karena perasaan mereka sangat kuat pada orang-orang yang mereka sayangi. Lebih tepatnya semacam ikatan batin dengan orang-orang tertentu di dalam keluarga, tapi itu kemampuan mengetahui sesuatu hanya dengan menyentuh tangan. Noah tersenyum tipis. “Tante tidak percaya. Tidak apa-apa, Papa juga tidak percaya. Aku hanya ingin Tante tidak merasa khawatir. Lagi pula ini bukan pertama kalinya. Papaku dan aku terkadang mengalami hal-hal seperti ini karena keluarga Mamaku membenci kami,” ujar Noah. Prisha hampir tidak percaya rasanya mendengar bagaimana Noah menjelaskan situasi di antara kedua orang tuanya dengan ketenangan luar biasa yang tidak mirip dengan ketenangan yang seharusnya dimiliki oleh anak sekecil Noah. “Noah ...” Prisha ingin menghibur Noah tapi mendadak dia kehilangan kata-kata yang bisa dia ucapkan untuk anak itu. Lagi pula, dia tidak dalam posisi yang bisa bertanya lebih lanjut tentang keluarga Noah. Hujan masih turun dengan deras dan Prisha berusaha mengemudi dengan hati-hati. Dia berharap kalau hari ini tidak akan ada petir karena sesungguhnya dia masih belum benar-benar bisa mengatasi rasa gugupnya saat ada petir dan gemuruh yang terlampau besar. “Tante, tidak semua Mama itu seperti Tante. Makanya aku ingin Tante menjadi Mamaku tapi untuk itu Tante harus suka dulu pada Papaku,” ucap Noah lagi. “Tidak semua hal bisa berjalan seperti yang kau pikirkan Noah. Papamu dan Tante tidak saling tertarik, kami belum lama mengenal satu sama lain dan juga hubungan orang dewasa jauh lebih rumit dari yang kau bayangkan. Suatu saat kau akan mengerti sendiri saat usiamu sudah cukup.” Prisha berusaha memberi penjelasan. Dia mungkin beruntung karena Noah adalah anak TK dengan sikap dan pola pikir yang entah kenapa terdengar sangat dewasa dibandingkan dengan anak-anak seusianya sehingga Prisha bisa menjelaskan dengan lebih mudah pada anak itu. Akan tetapi, di sisi lain Prisha menduga kalau mungkin karena itulah terkadang dia mengamati kalau Noah lebih banyak diam di dalam kelas dan berinteraksi seadanya dengan anak-anak lainnya. Prisha juga mencoba untuk tidak memberi komentar tentang ibu kandung Noah karena dia tidak tahu kondisi sebenarnya dalam keluarga Atmadikara. Meski dia tahu kalau memang benar beberapa ibu bersikap tidak seperti seorang ibu yang selayaknya, di masih percaya kalau selalu ada alasan di balik setiap sesuatu. Yang bisa dia lakukan hanyalah berusaha memenuhi kewajibannya sebagai guru TK Noah meski jauh di lubuk hatinya, muncul semacam rasa tertarik pada Noah sejak anak itu entah bagaimana caranya membuat dia ingat pada Bima. Mobil yang dikendarai oleh Prisha akhirnya tiba di Rumah Sakit yang diberitahukan oleh Bu Kepala. Beruntung saat mereka tiba di Rumah Sakit tersebut, hujan sudah berhenti. Prisha turun lebih dulu dan kemudian membuka pintu belakang agar Noah bisa turun. “Kita akan menemui Papamu sekarang,” ujar Prisha. Dia mengulurkan tangannya dan menggandeng tangan mungil Noah. Noah tersenyum saat Prisha menggandeng tangannya. “Tante, aku benar-benar menyukai Tante,” ujar Noah. Prisha balas tersenyum. “Terima kasih. Tante juga menyukai Noah meski Tante tidak bisa menjadi ibumu,” balas Prisha. Noah tidak mengatakan apa-apa. Dia hanya diam mendengar ucapan Prisha, namun tangannya semakin erat menggenggam tangan Prisha. Prisha kemudian melangkah menuju meja resepsionis untuk bertanya tentang ruangan tempat Ethan dirawat namun saat itu seseorang memanggil nama Prisha. “Nyonya Prisha.” Baik Prisha maupun Noah menoleh ke arah suara yang memanggil Prisha itu dan seketika Noah sadar kalau Prisha mengenal pengasuhnya tersebut. “Bik Ida?” tanya Prisha. Dia sama sekali tidak menyangka kalau dia akan bertemu dengan mantan pengasuh anaknya tersebut di tempat itu. Sementara Noah masih tetap diam tanpa melepaskan tangannya dari Prisha. Bik Ida melangkah mendekat dan mengamati Noah serta Prisha secara bergantian. “Nyonya kenal dengan Den Noah?” tanya Bik Ida kemudian. Prisha menatap Noah yang masih berdiri diam di sebelahnya. “Noah adalah muridku di sekolah tempat aku mengajar. Bik Ida sedang apa di Rumah Sakit? Apa Bibik sakit? Lalu bagaimana Bibik bisa mengenal Noah juga?” tanya Prisha bingung. Bik Ida menggeleng pelan. “Saya sehat-sehat saja Nyonya, syukurlah. Saya di sini karena Tuan Ethan, Papanya Den Noah masuk Rumah Sakit. Saya bekerja di kediaman keluarga Atmadikara sebagai pengasuh Den Noah sejak berhenti dari kediaman Rakesha,” ucap Bik Ida. Prisha tersenyum haru. Dia kemudian maju dan memeluk Bik Ida sekilas. “Syukurlah Bibik baik-baik saja. Maaf waktu itu semua terjadi begitu tiba-tiba,” ujar Prisha dengan nada hangat. Bik Ida hampir menangis sejak pertama dia melihat Prisha. Baginya Prisha bukan hanya seorang majikan, jauh sebelum Prisha menikah ke dalam keluarga Rakesha, dia sudah mengenal dan melihat bagaimana Prisha tumbuh. Dia juga tahu semua cerita di dalam rumah tangga Prisha bersama mantan suaminya dulu. Meski pun sebagai baby sitter atau pembantu, dirinya tidak pernah ikut campur, namun jelas dia berada di pihak Prisha dan itu tidak akan pernah berubah. “Saya antar ke tempat Tuan Ethan,” ajak Bik Ida. Noah mengamati dalam diam selama beberapa saat sebelum akhirnya Prisha kembali meraih tangannya dan itu membuatnya senang. “Kita temui Papamu,” ucap Prisha. Untuk pertama kalinya di mata Noah dia melihat sedikit warna berbeda di dalam diri Prisha.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN