Bab 9. Di Balik Sikap Dinginnya 2

1031 Kata
# Noah berdiri di pinggir lapangan sekolahnya sambil menatap anak-anak Sekolah Dasar berseragam putih merah yang sepertinya ingin menikmati waktu istirahat sekolah dengan bermain di lapangan namun terhalang hujan besar yang saat itu turun dengan derasnya. Dia satu-satunya anak TK yang tersisa dan belum dijemput. Tumben sekali ayahnya hari ini tidak datang menjemputnya. Biasanya kalau ayahnya terlambat datang maka akan ada sopir yang datang menjemputnya. Terkadang bahkan sekretaris ayahnya yang akan datang untuk menjemputnya jika seandainya ayahnya benar-benar terlambat datang. "Noah?" Sebuah suara lembut menyapanya dan Noah tahu kalau pemilik suara itu adalah Prisha meskipun dia tidak menengok ke belakang. Prisha tampak sedikit terkejut melihat Noah yang masih belum di jemput padahal semua anak sudah dijemput pulang. Ini tidak seperti biasanya karena Noah tidak pernah terlambat dijemput tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. "Kau belum dijemput Papamu?" tanya Prisha akhirnya. Noah menggeleng pelan. "Belum. Sepertinya Papa sedang sangat sibuk," ujar Noah pengertian. Prisha kemudian ikut duduk di samping Noah yang tampak melamun sambil memandangi hujan. "Ibu temani yah?" Prisha menawarkan diri. Noah melirik sekilas ke arah Prisha dan kemudian dia mengangguk mengiyakan sambil menggeser tubuh kecilnya menjadi semakin dekat dengan Prisha. Prisha tersenyum tipis. Tangannya kemudian terulur membelai puncak kepala Noah. Dia bisa merasakan betapa harusnya helaian rambut anak itu di telapak tangannya. "Sudah selesai sekolah, boleh aku panggil Tante Sha?" tanya Noah. Dia menatap Prisha dengan tatapan memohon. Prisha sendiri tidak mengerti kenapa Noah begitu bersikeras memanggilnya dengan sebutan Tante dan tampak tidak suka dengan sebutan Bu Guru. Prisha masih memberikan senyuman tipis yang lembut ke arah Noah. "Sebenarnya kita masih berada di lingkungan sekolah, tapi untuk kali ini saja ya. Berikutnya kau baru boleh memanggilku dengan sebutan Tante kalah seandainya kita sudah benar-benar berada di luar lingkungan sekolah," ucap Prisha. "Iya Tante," balas Noah ceria. Noah kemudian menyentuh tangan Prisha dan selama beberapa saat dia tampak mematung. "Noah?" panggil Prisha saat dia melihat Noah yang terlihat seperti tengah terdiam dengan raut wajah yang aneh. "Tante. Apa Tante tidak pernah merasa lelah menangis?" tanya Noah kemudian. Sekarang ganti Prisha yang tampak tertegun mendengar pertanyaan Noah karena pertanyaan itu terdengar seakan Noah tahu tentang masa lalunya dan apa yang sudah dilaluinya. Namun Prisha segera menepis pikiran itu. Tidak mungkin Noah yang masih berusia lima tahun akan bisa mengetahui tentang dirinya. Terlebih Noah sendiri masih anak kecil. Dia menduga kalau mungkin itu terjadi karena Noah masih sangat kecil sehingga pemilihan kata anak itu yang masih kurang tepat. "Apa kau sendiri pernah merasa lelah saat menangis?" Prisha malah balik bertanya. Noah mengangguk cepat. "Saat aku benar-benar sedih atau kesal, aku akan menangis sekeras mungkin. Lalu ketika aku sudah merasa lelah, aku akan tertidur," jawab Noah. "Begitu juga dengan Tante. Ada masanya Tante juga merasa lelah kalau sudah terlalu lama menangis. Lalu Tante akan tertidur karen kelelahan. Bagaimanapun hal itu terus terulang dan selalu terjadi saat Tante merasa sangat sedih atau kesal," ucap Prisha. Noah tampak berpikir selama beberapa saat. "Kalau Tante jadi Mamaku, Tante akan banyak menangis lagi," balas Noah. Prisha tertawa kecil. Noah benar-benar pantang menyerah memintanya untuk menikah dengan ayahnya meski sudah berkali-kali dijelaskan. Pada awalnya Prisha merasa risih saat Noah memintanya ingin menjadi ibunya di depan semua orang beberapa waktu lalu, tapi lama kelamaan Prisha menjadi terbiasa dan merasa kalau Noah mungkin berbuat demikian karena dia merindukan sebuah keluarga yang lengkap. "Terima kasih ya, tapi Tante tidak bisa menjadi pengganti Mamamu. Tante yakin kalau Papamu juga akan menolah idemu itu," ujar Prisha. Noah menarik napas panjang. Sepertinya dia memang tidak bisa meminta guru cantiknya itu menjadi Mamanya dengan dengan mudah. "Papaku hanya belum sadar kalau Tante sangat cantik. Papa masih sangat gelap," balas Noah. "Gelap?" tanya Prisha tidak mengerti. Noah menatap Prisha lekat-lekaf. "Tante juga gelap. Tante mirip dengan Papa," ujar Noah. Prisha kembali tertegun. Dia merasa kalau kadang Noah memiliki maksud yang terselubung dari beberapa kata-katanya yang terdengar ganjil. Meski begitu , lagi-lagi sisi logis dalam diri Prisha mengatakan kalau hal itu tidak mungkin. Anak kecil tetaplah anak kecil. "Apa yang gelap?" tanya Prisha sambil menatap Noah. Dia sengaja berjongkok menyamakan tingginya dengan Noah saat ini. Noah mengulurkan tangan kecilnya dan menyentuh puncak kepala Prisha yang bisa dia gapai dengan tangannya saat Prisha akhirnya berjongkok di depannya. "Terlalu gelap sampai-sampai aku takut kalau Tante akan tertelan olehnya. Sama seperti Papaku," jawab Noah. Prisha terdiam. Dia sedang berusaha memahami maksud dari kata-kata yang baru di ucapkan oleh Noah. Namun saat itu, mendadak ibu kepala memanggil namanya. "Sha! Syukurlah aku bisa menemukanmu. Noah juga," ucap Bu Kepala yang bergegas mendekati Noah dan Sha. Sha bangkit berdiri dan menatap Bu Kepala. "Ada apa Bu?" tanya Prisha. Bu Kepala melirik sekilas ke arah Noah. Dia kemudian kemudian menarik lengan Prisha untuk sedikit menjauh dari Noah. Wajahnya terlihat khawatir. "Papanya Noah mengalami kecelakaan bersama dengan sopir yang mengantarkannya saat akan datang untuk menjemput Noah. Bisakah kau ke Rumah Sakit mengantarkan Noah menemui Papanya?" tanya Bu Kepala. "Kecelakaan?" Prisha malah balik bertanya. Meski nada suara dan raut wajahnya terlihat tenang, nyaris datar tapi dalam hatinya Prisha merasa khawatir dengan Noah. "Aku tidak tahu detailnya Sha. Namun untuk sekarang, Papanya tidak ingin orang lain yang mengantarkan Noah ke Rumah Sakit. Dia khusus meminta dirimu karena dia bilang bahwa dia mempercayaimu," jawab Bu Kepala yang sebenarnya tidak bisa menjawab pertanyaan Prisha. Hanya saja mendengar Ethan Atmadikara secara khusus menghubungi Bu Kepala dan meminta dirinya, itu berarti kalau kecelakaan yang dialami oleh pria itu mungkin tidaklah seberapa parah. "Saya yang diminta? Tapi kenapa? Saya bahkan bukan guru wali kelasnya," ucap Prisha. "Entahlah Sha. Tapi kau mau kan?" desak Bu Kepala. Prisha akhirnya mengangguk menyetujui. Dia melirik Noah sekilas dan menarik napas panjang. "Baiklah," jawab Prisha akhirnya. Bu Kepala kemudian menyerahkan kunci mobilnya pada Prisha. "Terima kasih Sha. Aku tahu kau selalu bisa di andalkan. Ini, pakai saja mobilku. Dan tolong sampaikan pada Pak Ethan kalau kita berharap dia kesembuhan dan agar dia bisa segera pulih," lanjut Bu Kepala. Prisha hanya mengangguk mengerti dan menerima kunci mobil yang disodorkan oleh Bu Kepala. "Baiklah, akan saya sampaikan," ujar Prisha. Kelegaan terlihat di wajah Bu Kepala. Sedangkan bagi Prisha, kepalanya masih dipenuhi pertanyaan kenapa Ethan Atmadikara memintanya untuk mengantarkan Noah secara khusus. Meski begitu, Prisha sendiri tidak mungkin juga tidak peduli pada Noah.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN