Chapter 6
“Ka-kau bercanda kan?” Sky mendapatkan kembali kesadarannya di tengah godaan hebat yang Osean berikan. Sky belum siap jika benar-benar berhubungan dengan Osean. Bagi Osean mungkin ini bukan sesuatu yang besar. Tapi bagi Sky ini bukan hal kecil.
Osean sama sekali tak menggubris pertanyaan Sky. Ia masih terus focus pada apa yang ia lakukan. Ia sibuk menggerayangi badan Sky. Pakaian yang Sky kenakan mulai terlihat tak jelas bentuknya. Baju tidur itu sudah berantakan.
“Osean..” Sky akhirnya menahan d**a Osean dengan kedua tangannya. “Apa kau akan mengabulkan kalau aku memohon? Please..” mata Sky berkaca-kaca.
“Kenapa?” tanya Osean enteng. “Kau pasti sudah sering melakukannya kan? Jangan bilang kalau kau masih perawan.
Sky hembuskan napas pelan. “Bukan masalah aku perawan atau tidak. Tapi—tapi ini bukan sesuatu yang biasa untukku. Maksudku, hmm kita tak ada hubungan apapun. Tunggu, bukan begitu, maksudku, ya kita mungkin ada hubungan tapi, tapi bolehkah aku memohon untuk tidak melakukannya sekarang?” tidak mudah untuk Sky bicara seperti ini pada Osean. Jadi harap maklum kalau susunan kalimatnya sedikit kacau.
“Kau siapa berani menyuruhku?”
Sky gemetaran. Sky sangat takut kalau kata-katanya memancing emosi Osean. Dia tengah mencoba membujuk Osean, bukannya membuat Osean semakin marah.
“A-aku tidak menyuruhmu. Aku hanya—aku hanya bernegosiasi.”
Osean menyeringai. Tubuh Sky meremang saat tangan Osean bergerilya dengan bebas di pahanya. Ia susah focus jika begini. Bagaimana Sky bisa berpikir kalau Osean masih mengerjai sisi-sisi sensitifnya.
“Bernegosiasi? Kau? Sepertinya ada yang salah dengan otakmu Nona Kiana Prista Morest. Apa perlu aku mengingatkan siapa dirimu?”
Sky menggigit bibir dan itu justru membuat Osean menjadi semakin tegang.
“Sky, jangan pancing aku!” ucap pria itu akhirnya dengan tegas.
Sky mengerutkan keningnya. “Apa?” tanyanya bingung. Sky tak tahu apalagi kesalahan yang ia buat sekarang.
“Aghh..” Osean merendahkan posisinya dan melumat kembali bibir ranum Sky. Tangannya masuk ke dalam celana dalam yang Sky kenakan.
“Eunghhhh… Ossheeaann..” jerit Sky tertahan dengan suara yang berat. Sky mendorong dengan tangannya, tapi Osean segera menahan kedua tangan kecil itu ke atas kepala Sky.
“Oseannn..” ucap Sky lirih dengan air mata yang mengalih di sela lenguhan. Sky benar-benar menangis. Dan itu berhasil menghentikan kegilaan Osean. Pria itu menghela napas kasar kemudian beranjak dari atas tubuh Sky.
“Kau benar-benar seperti seorang yang sedang diperkosa!” Osean kemudian meninggalkan Sky yang masih dalam kondisi shock dan setengah menangis. Sky bergegas menggulung dirinya dengan selimut. Ia meringkuk seperti siput yang bersembunyi di dalam cangkangnya. Sky masih gemetaran.
“Kau mau di sana sampai kapan? Mau aku buang ke kolam di lantai dasar?” Osean bahkan sudah selesai mandi dan Sky masih meringkuk di dalam selimutnya.
“Aku rasa aku demam,” ucap Sky dengan suara pelan.
Osean mendekat, kemudian meraba kening Sky. Pria itu menghela napas.
“Kau seperti bocah.” Ia kemudian menghubungi entah siapa. Tak berapa lama dokter wanita datang memeriksakan kondisi Sky. Dan Sky memang demam.
“Kau ini anak kecil atau bagaimana? Begitu saja demam..” Osean masih sempat menyindir Sky setelah semua orang pergi. Tapi kepala Sky terlalu berat untuk menggubris ocehan Osean. Belum sempat masuk telinga sudah mental.
“Itu makanan sudah datang. Kau makan dulu lalu makan obat. Aku tidak mau terlibat masalah tak penting kalau kau tewas di sini.”
Nyawa Sky memang tak penting bagi Osean. Akan aneh memang kalau mulut Osean tidak tajam. Hmm.
…
Setelah drama panjang di New Jersey, akhirnya Sky dan Osean kembali ke Indonesia. Entah apa yang terjadi, Sky sudah bersiap jika sang bos mencaci maki dirinya. Tapi nyatanya tak terjadi apa-apa. Hal-hal yang Sky takutkan sama sekali tak terjadi. Ia sampai bingung sendiri.
“Bukannya kau liburan? Kenapa kau malah terlihat semakin kurus.” Pertanyaan Mia berhasil membuat kedua telinga Sky berdiri tegak.
Liburan? Kata siapa?
“Kau tau dari mana aku liburan?” tanya Sky.
“Semua orang di divisi ini tau. Bos bilang kau sedang cuti untuk liburan. Kau tak pernah ambil cuti.”
Ya, Sky ini penggila kerja. Lebih tepatnya dipaksa untuk jadi gila kerja. Tapi siapa yang mengatakan kalau Sky ambil cuti. Seingat Sky ia tak membuat laporan apapun pada sang bos. Ahh, sepertinya ini ulah Osean.
“Ohh ya. Aku pulang kampung,” jawab Sky asal.
“Ke kampung? Kampung siapa?”
Sebenarnya tak banyak yang tahu tentang latar belakang seorang Kiana Prista Morest. Teman-teman kantornya tahu ia seorang blasteran dengan salah satu orang tuanya punya darah Indonesia. Tapi entah yang mana. Mereka bertemu dengan Sky yang memang sudah dengan tampilan sangat modern dan juga modis. Sky cantik dengan tubuh idealnya. Hanya Osean yang menganggap ia kurus kering. Kulit tan khas Indonesia dengan wajah yang sedikit bule membuat Sky punya pesonanya sendiri. Tak heran kalau banyak pria di kantor ini, baik dari divisi yang sama atau divisi berbeda mengejar Sky sejak awal ia bergabung di perusahaan itu. Tapi Sky terlihat tak peduli dan gelar wanita karir serta workaholic itu melekat begitu saja padanya.
Ada banyak orang yang penasaran dengan kehidupan percintaan seorang Sky. Tapi tidak banyak yang bisa dikorek karena Sky sangat tertutup dengan kehidupan pribadinya.
“Kau tidak punya pekerjaan?” tanya Sky mengalihkan perhatian Mia. Tak berapa lama Sky bangkit dari duduknya, membawa sebuah flashdisk di tangan. Ia kemudian berlalu begitu saja.
Mia kendikan bahu kemudian kembali ke mejanya. Ia sudah sangat mengenal Sky jadi akan sulit untuk Mia tersinggung pada sikap cuek seorang Kiana Morest.
Makan siang yang sangat tidak menyenangkan untuk Sky. Mereka tengah menikmati makan siang saat seorang pegawai dari divisi lain datang dan memaki salah satu teman pria Sky di divisi yang sama dengannya. Sepertinya dua orang itu memiliki hubungan. Jadi si wanita menuduh si pria selingkuh. Ia bahkan mengatakan kalau si pria sudah membawa selingkuhannya untuk tidur di apartemen pria tersebut. Sky yang sedang enak makan jadi kehilangan nafsu karena keributan itu berujung menjadi aksi k*******n. Si wanita menghancurkan barang-barang di atas meja. Makanan berserakan di lantai dan pecahan kaca nyaris mengenai wajah Sky. Beruntung ia mengelak dan pecahan kaca itu melukai lengannya.
“Sky! Astaga!” Mia langsung membawa Sky menyingkir.
Pertengkaran itu segera dilerai oleh security yang datang beberapa saat kemudian. Si wanita dan si pria langsung diamankan.
“Kau mau ikut memberikan kesaksian?”
Sky menggeleng.
“Tapi kau terluka. Setidaknya kau harus meminta ganti rugi, biaya pengobatan.”
“Bukan luka besar. Sudahlah.”
“Kau mau kembali ke ruangan? Lebih baik kita pesan makanan lagi. sejujurnya aku masih sedikit lapar..”
Sky menatap Mia yang memang terlihat masih lapar. Sky akhirnya mengalah. Ia dan Mia serta beberapa orang lainnya memesan ulang makanan mereka. Untungnya makan siang kali ini tak ada masalah.
“Apa katamu?” Sky kesusahan memasukkan barang-barangnya ke dalam tas karena satu tangan sibuk memegangi ponsel di telinga.
“Kau mau pulang Sky?”
“Kau duluan saja..”
Mia dan beberapa orang lainnya melambaikan tangan. Sky berkacak pinggang. Ia kesal pada si pelepon.
“Aku bukannya pelit. Tapi kau harus jelaskan dengan benar untuk apa uang itu.”
“….”
Sky menjepit ponsel di antara bahu dan telinga. Ia memasukkan semua barang-barangnya.
“Jangan bohong padaku.”
“…”
Kening Sky mengernyit. Ia melihat layar. “Nanti aku hubungi kau lagi. Sudah ya.” Sky memutuskan sambungan kemudian menjawab panggilan lain yang masuk. “Halo..”
“Kau di mana?”
“Kantor. Ada apa?”
“Ke rumah, sekarang.”
“Loh, tapi jadwalku ke sana besok. Bukan hari—” Sky langsung memejamkan matanya. Sejak kapan Osean bisa dibantah?! Kenapa Sky tak pernah belajar dari pengalaman?!
Dengan kekesalan yang nyaris naik ke ubun-ubun, Sky segera meninggalkan ruangannya. Seperti biasa, Sky selalu disambut dengan ramah di rumah Osean. Semua pegawai di sana seperti sudah sangat mengenal Sky. Mereka baik dan memperlakukan Sky seolah ia memang orang special di sana. Special apanya?! Sky membatin.
Sky melangkah pelan menuju living room. Tapi ia tak mendengar suara apapun.
“Nona Sky..”
“Di mana Osean dan si kembar, Bi?”
“Oh Tuan dan Tuan Muda sedang berenang, Nona. Tadi Tuan berpesan untuk menyuruh Nona langsung ke kolam renang saja.”
“Ohh baiklah, terima kasih.”
Sky geleng-geleng. “Kalau dia berenang untuk apa menyuruhnya buru-buru datang ke sini. Dasar manusia dictator.”
Samar-samar akhirnya Sky mendengar suara keceriaan. Kemudian pemandangan menakjubkan itu menyambut matanya kala Sky melewati pintu pembatas. Kolam renang dengan ukuran yang cukup besar dan mewah itu terlihat sangat indah dan menggoda. Di sana ada Osean dan kedua putranya sedang bersenda gurau.
Osean menyadari kehadiran Sky. Beberapa detik kemudian si kembar pun ikut menoleh.
“Tante Sky. Ayo ikut!” panggil Ravi.
Sky melebarkan bola matanya dan dengan cepat menggeleng. “Tidak, Tante di sini saja,” Sky melempar senyum kikuk. Berenang? Dengan Osean dan anak-anaknya? Gila! Sky tak akan melakukannya.
“Tante Sky tidak bisa berenang Sayang..”
Sky melotot lagi. Hey, aku perenang hebat! Gerutu Sky di dalam hati. Dasar sok tahu.
“Oh ya? Masa sudah besar tidak bisa berenang?” tanya Savy pula.
“Iya Sayang. Tante Sky sangat malas belajar berenang waktu dia kecil, jadi dia tidak bisa berenang.”
Sky rasanya ingin melayangkan gelas di atas meja kepada Osean yang sudah membuat cerita tak benar tentang dirinya.
“Apa itu benar?” Ravi seolah meminta validasi dari Sky.
“Ravi tidak percaya pada Daddy?” tanya Osean dengan ekspresi terluka.
“Tidak Daddy. Bukan begitu.”
Sky memutar bola matanya. Siapa yang akan menyangka Osean punya sisi ini. saat awal mengenal Osean saja Sky pikir ia pria yang berhati dingin pada anak-anaknya. Tapi dugaan Sky salah total saat di hari pertama ia melihat bagaimana manis interaksi antara Osean dan kedua putranya. Dulu Sky sempat terpesona, sebelum Osean mengacaukan kesan baik itu. Osean hanya baik pada 0,001% manusia di bumi ini. Dan Sky jelas tidak masuk dalam 0,001% itu.
“Savy dan Ravi lanjut berenang dulu ya. Daddy ingin bicara dengan Tante Sky.” Osean berenang ke pinggir kemudian naik ke permukaan.
“Kau seperti debt-collector,” sindir Osean yang memberi kode pada Sky untuk menyerahkan handuknya. Padahal Osean bisa mengambilnya sendiri. Kenapa harus merepotkan Sky?! Ya Tuhan!
“Tidak ada debt-collector secantik aku.”
“Apa kepalamu terbentur sesuatu?”
Sky tak menjawab.
“Kau tidak memintaku ke sini hanya untuk melihatmu berenang dengan Ravi dan Savy kan?”
Osean yang sedang meneguk jusnya menoleh pada Sky. Tatapannya benar-benar mampu membuat tulang lemah. Sky berusaha keras untuk tetap sadar. Tiba-tiba focus Sky tertuju pada jari-jari lentik Osean yang tengah memegangi gelas dengan sangat seksi. Jari-jari itu yang kemarin menyusup ke dalam celana—astaga! Sky dengan cepat mendapatkan kembali kewarasannya. Ia menggeleng kuat dan mengutuk diri di dalam hati. Bisa-bisanya ia membayangkan hal menjijikan itu.
“Apa aku terlalu baik padamu akhir-akhir ini, Sky?”
Kening Sky mengerut.
“Sejak kapan harus ada alasan untukku menyuruhmu ke sini? Aku bisa membuatmu dipecat atau bahkan membuat perusahaan itu bangkrut hanya dalam hitungan detik. Kau mau coba?”
“Aku hanya bertanya padamu. Kenapa kau selalu mengancamku?” Sky mulai kesal lagi.
“Aku tidak mengancam, tapi mengingatkan.”
“Berhenti menekanku. Dan berhenti melibatkan tempat aku bekerja. Kalau kau ada masalah denganku, cukup dengan aku saja. Jangan persulit orang-orang di sekitarku. Perusahaan itu tak salah apa-apa padamu.”
“Kau pikir aku peduli mereka salah atau tidak. Jika aku ingin aku bisa lakukan apapun yang aku mau.”
Inilah hal yang selalu membuat Sky tak berkutik. Osean ini gila dan masalahnya kegilaannya itu memang didukung dengan semua hal yang ia miliki. Osean tak bergurau saat mengatakan ia bisa membuat perusahaan tempat Sky bekerja hancur hanya dalam hitungan detik. Sebenci apapun Sky pada atasannya, Sky jelas tak pernah terpikir untuk melihat perusahaan itu hancur.
Sky akhirnya memilih bungkam. Melawan Osean hanya akan membuat keadaan jadi benar-benar buruk. Sky sempat berpikir bagaimana dulu istri Osean bertahan dengan pria tak punya hati ini. Rasanya sangat sulit untuk melihat cinta di mata Osean. Apa ia bahkan bisa jatuh cinta? Apa bahkan Osean punya hati?
“Jangan menantangku. Jangan lupa, kau punya tanggung jawab di rumah ini. Jadi jangan pernah berpikir datang ke sini hanya saat kau perlu saja.”
“Maaf Tuan Besar, ada tamu.”
“Hm..” Osean meletakan gelasnya di atas meja. “Jaga Ravi dan Savy.” Osena kemudian berlalu.
Sky menghembuskan napas panjang. “Kau memang tidak punya hati,” cicit Sky pelan.
“Tante Sky..”
“Iya..”
“Bisa bantu aku naik?”
“Tentu..” Sky kemudian bergegas mendekat ke pinggir kolam. Ia membantu Ravi naik. Savy terlihat masih asyik bermain di dalam air. Sebenarnya Sky agak takut disuruh menjaga anak-anak seperti ini. Ia selalu punya bayangan yang buruk tentang kolam renang dan anak-anak. Sky sering melihat berita anak tenggelam di kolam renang.
“Savy tidak mau naik?”
“Aku masih ingin bermain di sini.”
“Baiklah. Tapi jangan ke tempat yang dalam ya.”
“Hm..”
Ravi terlihat menikmati makanannya.
“Ravi masih ingin berenang?”
Bocah itu terlihat berpikir. “Sepertinya iya, setelah aku makan.”
“Baiklah.”
“Apa Tante benar-benar tidak bisa berenang?” kembali Ravi ajukan pertanyaan itu. Sky tersenyum. Si kembar memang sangat manis jika dalam mode baik begini. Tapi sayang saja mereka punya darah Osean. Mood mereka tidak bisa ditebak dan sudah pasti mereka ini tak jauh berbeda kejamnya dari Osean.
“Tante bisa.”
“Tapi Daddy bilang tidak bisa.”
“Hmmm Daddy tidak tahu kalau Tante bisa berenang. Tante tidak pernah cerita pada Daddy.”
“Kenapa?”
“Hmmm, kenapa ya? Karena tidak perlu?”
Ravi tampak berpikir. “Kenapa tidak perlu?”
Selama lima menit Sky habiskan untuk menjawab pertanyaan Ravi yang terus menodongnya sementara Sky tak berhasil temukan jawaban yang bisa membuat Ravi puas.
“Ravi mau minum lagi? Minumannya habis..”
“Iya, boleh.”
“Sebentar.” Sky bangkit. Tapi Sky tak langsung kembali ke dalam. Ia menghampiri sisi kolam renang. Sky perlu membujuk Savy dulu untuk naik ke permukaan. Sky tak bisa meninggalkan Savy dalam kondisi masih di dalam air, meski di tempat yang sangat dangkal. Untungnya Savy menurut. Ia bersedia menunggu di dekat sang kembaran.
“Anak pintar. Jangan berenang sebelum Tante atau Daddy datang, okay?”
Keduanya mengangguk. Sky segera bergegas ke dalam. Di dalam ia menemukan salah satu ART Osean.
“Harusnya tadi Nona panggil saja, tidak perlu sampai menjemput sendiri ke sini.”
“Bukan masalah,” ujar Sky sambil tersenyum ramah. Ia mengedarkan pandangan dan tak menemukan Osean.
“Osean mana, Bi?”
“Oh tadi di depan Non, sepertinya masih di sana.”
“Ohh..” Sky penasaran pada tamu Osean. Pria itu sama sekali tak mengganti pakaiannya. Tak mungkin kan ia menemui kliennya dengan tampilan sembrono seperti itu? Sky yang penasaran akhirnya menyempatkan diri untuk mengintip ke depan.
“Dia bicara dengan siapa?” tanya Sky berbisik. Ia mengintip dengan satu tangan memegangi teko minuman.
Beberapa detik kemudian bola mata Sky membulat sempurna. Karena terkejut, refleks Sky menjatuhkan teko kaca yang sedang dipegangnya. Suara kaca yang pecah dan jeritan tentu saja menarik perhatian orang yang mendengarkan. Osean yang tengah asyik berciuman dengan sang kekasih Nancy, di ruang tamu langsung menoleh ke sumber suara. Keduanya bergegas menghampiri Sky yang juga dalam kondisi shock dengan apa yang terjadi.
Nancy menatap Sky tak suka—seperti biasa. Jelas saja Nancy marah. Ia tengah asyik b******u dengan Osean dan Sky mengacaukan momen manis itu.
“Kau kenapa?” tanya Osean.
“Tidak apa-apa.” Sky melangkah mundur. Ia nyaris menginjak pecahan besar kaca.
“Apa kau tak bisa hati-hati?!” bentak Osean yang dengan sigap menahan lengan Sky, mencegah wanita itu menginjak pecahan kaca sebesar itu yang tetap bisa menyakiti Sky meski ia mengenakan sendal sekalipun.
Sky terkejut, begitu juga Nancy.
“Kenapa kau di sini?! Aku menyuruhmu menjaga Ravi dan Savy!” Osean tampak benar-benar marah. Menurut Sky, Osean marah karena ia sudah mengacaukan momen intim Osean dan Nancy. Padahal bukan itu alasan amarah Osean.
“Aku minta maaf,” ucap Sky pelan dengan wajah agak menunduk. Sky tahu ia salah. Lagipula tak harusnya Sky kepo pada urusan Osean.
“Ini kenapa?” tanya Osean mengangkat lengan Sky. Ada bekas luka karena kejadian tadi siang.
“Bukan apa-apa,” jawab Sky dengan cepat menarik tangannya. “Aku akan bersihkan. Sekali lagi aku minta maaf.”
“Tidak Nona. Biar Bibi yang membersihkan.”
Tanpa pikir panjang Sky langsung pergi, kembali ke tempat Ravi dan Savy. Entah kenapa Sky merasa sedikit down karena bentakan dan amarah Osean tadi. Jika Osean marah padanya, Sky sama sekali tak keberatan. Tapi tidak di depan orang lain terlebih Nancy.
“Mana airnya Tante?” tanya Ravi.
“Oh iya, ya ampun, maaf Tante lupa. Tante ambilkan sebentar..” Sky bersiap bangkit saat salah satu ART datang membawakan teko berisi minuman. Ia tersenyum pada Sky dan dibalas Sky dengan senyuman serta ucapan terima kasih. Untung si kembar tak mendengar keributan tadi. Di rumah sebesar ini jelas saja kecil kemungkinan untuk mendengar keributan seperti itu.
“Kaki Tante kenapa berdarah?”
“Hah?” Sky menunduk ke arah yang Savy tunjuk. Ternyata memang ada goresan di kakinya. Sky menghela napas.
“Oh, ini, tadi Tante jatuh. Tante kurang hati-hati.” Sky mengambil tisu dan menyeka darah di kakinya. Tapi sepertinya lukanya agak besar dan itu terasa pedih.
“Benar-benar hari s**l,” batin Sky. Darahnya tak berhenti hanya karena Sky menutupnya dengan tisu.
“Ravi dan Savy sudah ya berenangnya. Kita lanjutkan besok. Masuk dengan Bibi.” Osean datang. Keduanya menurut tanpa banyak tanya. Pengasuh mereka datang dan membawa pergi si kembar. Kini hanya ada Sky dan Osean di sana. Perasaan Sky masih seperti tadi, tidak nyaman. Ia menolak menatap Osean meski pria itu sudah ada di depannya. Sky masih dengan usaha bodohnya menghentikan darah pada kakinya.
Hawa di sekitar terasa agak mencekam. Sky merasa sekelilingnya tiba-tiba menjadi gelap.
“Kau benar-benar keras kepala!” ucap Osean dengan suara dingin.
***