Enam bulan bukanlah waktu yang sebentar untuk merintis Star Wash, Kini laundry yang ujang rintis sudah bisa menyewa ruko pinggir jalan. Kegigihan Ujang dan Mardi membuahkan hasil. Bukan tanpa hambatan beberapa kali mereka pernah membuat kesalahan. Pernah dimaki oleh pelanggan gara-gara salah satu pakaian mereka tertukar. Pernah mengganti kerugian karena kerudung pelanggan bolong kena setrika.
“Yang ini sebelah mana, Jang?” Mardi bertanya pada Ujang, dia memikul dua tumpuk kardus di bahunya.
“Di sana aja, Di. O iya jangan lupa ambil spanduknya jam sepuluh, sekalian beli paku sama lakban ya, Di. Gue mau periksa CV orang-orang yang ngelamar kerja di sini,” ujar Ujang seraya membolak balik kertas di hadapannya.
“Harus banget pake CV ya, Jang? Budi sama gue enggak.” Mardi berdiri di belakang Ujang yang sibuk memilah tumpukan CV milik pelamar. Mardi dan Budi pengecualian, bukan karena sahabat, Melainkan Ujang sudah tahu riwayat hidup Mardi dan Budi dari orok. Di mana dia sekolah, pengalaman kerja serta silsilah keluarga keduanya pun Ujang tahu.
“Karena Star Wash bukan laundry biasa, kita akan menjadi perusahaan besar. Sekarang kita kerja keras dulu bergerak sendiri di bidang pencucian baju, selimut dan karpet. Kedepannya kita buka jasa cleaning service seperti yang sudah kita bicarakan kemarin.” Kepala Ujang penuh dengan rencana setidaknya selama enam bulan ini banyak pencapaian yang telah dia raih. Melunasi utang Bapak, menjadikan Mak Lala ratu di rumah dengan tidak membiarkan perempuan itu bekerja. Ujang membekali Mak Lala seperangkat alat menyulam dan merajut. Biar tidak nonton sinetron yang judulnya sepanjang kereta api Serayu.
Mardi kadang tidak habis pikir dengan ide-ide Ujang yang kadang bagi dia sangat ajaib. Kemarin sebelum mereka pindah dari kontrakannya di dalam kampung Ujang mengumpulkan Mardi dan Budi. Mengumumkan rencana pindah ke ruko serta berbagai terobosan lain yang tidak pernah Mardi pikirkan sebelumnya.
Mardi tidak pernah tahu Ujang mencari tempat di pinggir jalan untuk tempat operasional usaha mereka. Mardi juga tidak menyangka Ujang sudah memiliki dua mesin cuci baru serta timbangan digital seperti yang mereka impikan selama ini. Mardi yang tahu betul berapa penghasilan Star Wash setiap harinya tentu saja curiga.
“Jang, lo pinjem duit di Bank?” tanya Mardi. Bagaimana tidak curiga, dua mesin cuci yang baru saja dibeli harganya tidak murah.
“Enggak, gue punya jaminan apa buat pinjam ke bank?” Mardi mengiyakan, tidak ada benda berharga milik mereka. Sepeda motor tua yang mereka gunakan untuk menjemput cucian milik bapaknya Budi. Ujang sewa setiap harinya sebelum mampu membeli kendaraan operasional Star Wash.
“Pinjem Kang Marlin?” tuduh Mardi. Kang Marlin adalah orang kaya di kampung mereka, dia suka meminjamkan uang dan harus dikembalikan berikut bunganya. Kalau nama kerennya kang Marlin itu Rentenir. Menggerogoti dan menghisap darah warga dengan bunga mencekik sampai titik darah penghabisan. Sampai habis tak bersisa.
“Lo kenal gue berapa lama sih, Di?” Wajah Ujang kaku, Mardi menyesal menanyakan itu, Mardi membuat Ujang tersinggung, dia mengerti Ujang tidak akan melakukan itu, tapi sampai saat ini otak Mardi masih kesulitan mencerna mengapa Ujang memiliki uang sebanyak itu.
“Gue kenal lo dari orok, bahkan Ceu Lilis sama Mak Lala hamilnya barengan. Mereka ke posyandu juga sering janjian.” Ujang sedikit meredam emosi setelah mendengar jawaban ini dari Mardi
“Trus kenapa lo nuduh gue pinjem sama Kang Marlin?” seildik Ujang.
“Wajar lah Jang. Namanya partner, gue bantu lo besarin Star Wash seperti anak sendiri, nah tiba-tiba lo bawa gue ke ruko lengkap dengan peralatan baru begini gimana gak curiga, seengaknya lo ajak gue diskusi.”
Saat itu hati Ujang mencelos seketika. Sebenarnya Ujang mendapat sejumlah bantuan dari Wak Haji, Wak Haji menginvestasikan sejumlah uangnya pada Ujang dengan sistem bagi hasil. Ujang terlalu bahagia hingga lupa sama Mardi.
“Gue terlalu bahagia, Di. Wak Haji invest di sini, nanti sistemnya bagi hasil.” Mardi baru mengerti, Ujang meminta maaf dan berjanji akan selalu melibatkan Mardi mengenai urusan star wash. Wak Haji adalah kerabat jauh Mak Lala.
“Ya sudah lupain aja, yang penting Lo gak pinjem duit ke Kang Marlin. Kaya enggak, dosa iya. Oh iya Jang, kalau pelamar cewek bagaimana?” tunjuk Mardi pada kertas yang sedang Ujang pegang. Dia membuyarkan lamunan Ujang.
“Saat ini kita terima karyawan cowok aja, Di. Gue takut takut jatuh cinta sama karyawan sendiri, Maklum gue kelamaan jomlo, takut baper.” Ujang menjawab sambil memilah sepuluh map milik pelamar. Tujuh di antaranya perempuan hingga otomatis gugur dan tiga sisanya langsung jadi kandidat karyawan mereka.
“Ya udah, itu urusan lo. Gue ke percetakan dulu,” pamit Mardi.
“Jangan lupa pakunya, Di,” teriak Ujang. Mardi mengacungkan jempol dia berjalan tergesa menyeret langkahnya keluar Ruko.
Mak Lala dan Ceu Lilis datang membawa nampan berisi tumpeng. Diikuti oleh Neni dan Mak Didah ibunya Budi. Menurut ibu-ibu tersebut, tempat baru itu artinya mereka harus potong tumpeng. Neni yang membawa karpet plastik dari rumah buru-buru menggelarnya. Tidak berselang lama datang Wak Haji, Pak RW juga Pak RT.
“Undang tetangga terdekat, Jang. Sebagai bentuk kesopanan kita, hade goreng ku basa,” kata Wak Haji menjelaskan.
“Biar Budi saja.” Budi menawarkan diri. Budi berdiri hendak keluar ruko, dan berhenti sejenak mendengar penjelasan Ujang.
“Kiri kanan masing-masing tiga rumah, terus toko seberang, nasinya cukup kan Mak kalau undang mereka?” tanya Ujang.
“Tenang Jang, Emak masak banyak,” jawab Mak Lala.
Ujang mendesah Lega. Budi berlalu mengundang para tetangga.
Acara doa bersama berlangsung khidmat. Ujang tidak pernah menyangka bisa berada di titik ini. Dia terharu dan berterimakasih kepada Mak Lala. Karena doa-doanya Ujang bisa seperti sekarang ini.
Ujang masih ingat ketika dia menerima amplop berisi surat pemberhentian kerja. Kepedihannya saat itu kini terbayar dengan pencapaian yang sekarang. Namun bukan Ujang namanya jika berhenti berjuang sampai di sini. Cita-citanya sebagai CEO masih tetap dia catat, dia tak akan berhenti dan cepat puas dengan apa yang telah dia raih.
Ujang yakin, suatu saat nanti Star Wash akan berkembang pesat, akan mengantarkan dia, Mardi, Budi dan yang lainnya mencapai tangga kesuksesan tertinggi. Dia aka buktikan pada Dunia bahwa anak yang tidak mengenal bangku universitas bisa berada di titik di mana semua orang memanggilnya CEO.
Dilihatnya Mak Lala, Wanita yang mempunyai cita-cita luhur, ingin menunaikan ibadah ke tanah suci sebelum ajal menjemputnya. Ujang janji, Mak, Emak bisa pergi haji, kita akan pergi haji bersama-sama. Batin Ujang dalam hatinya.