Dua hari sebelum pernikahan…
Kedatangan Levi di rumahnya disambut dengan perasaan haru dan bahagia oleh Melody. Tiga hari yang lalu Levi memang sudah mengabari ibunya itu kalau akan pulang ke Indonesia untuk menghadiri acara pernikahan sahabatnya. Tentu saja Melody tak akan menyia-nyiakan kesempatan bisa bertemu dengan anak sulungnya itu. Jarang-jarang bisa ketemu setiap tahun seperti ini. Biasanya Levi memberi jatah pulang ke Indonesia dua tahun sekali. Dan tahun lalu Levi baru saja pulang ke Indonesia. Meski hanya sebentar untuk menjenguk paman yang biasa dia panggil Daddy sejak kecil sedang sakit. Setidaknya belum genap satu tahun berlalu Levi sudah pulang lagi ke Indonesia.
Tentu saja hal itu menjadi kebahagiaan tersendiri bagi Melody. Sepuluh tahun tidak bisa bertemu dengan anak atau melihat pertumbuhan anak remajanya yang beralih menjadi dewasa setiap waktu adalah sesuatu hal menyedihkan bagi Melody.
“Nadip aja udah berani nikahin anak orang, Lev. Kamu kapan?” cibir Melody yang saat ini sedang berada dalam rangkulan Levi.
“US belum ada dalam genggaman tanganku, Mom,” balas Levi asal.
“Ya kali nunggu kamu jadi presiden US dulu baru mau nikah. Nggak mungkin banget.”
Nadip yang mendengar percakapan ibu dan anak itu terkikik geli. Apalagi melihat ekspresi malas di wajah Levi ketika diberi pertanyaan seputar pernikahan oleh ibunya.
“Laper banget, Mom,” rengek Levi melepas rangkulannya.
“Selalu gitu. Setiap ditanyain soal nikah responnya kalau nggak ngantuk ya, laper. Gitu aja terus sampai US berada dalam genggamanmu, Lev,” balas Melody sambil menampilkan wajah masam.
“Masak apa, Mom?” tanya Levi sama sekali tak memedulikan rengekan sang ibu.
“Mommy masak semua makanan favorit kamu. Termasuk tiga macam dessert coklat,” ujar Melody dengan raut wajah setingkat lebih ceria. “Nadip makan juga, yuk,” ajak Melody sambil tersenyum lembut pada Nadip.
“Maaf, Tante. Bukannya nggak suka masakan Tante Melo. Tapi aku harus balik ke kantor lagi. Ada hal yang harus aku beresin sebelum mulai cuti panjang,” jelas Nadip sopan.
“Emang lo cuti berapa hari? Bicara panjang kayak cuti melahirkan aja.”
“Ya nggak selama cuti melahirkan juga, Lev. 14 hari kerja sebenarnya. Tapi kalau ditotal sama weekend jatuhnya jadi 16 hari. Lo sendiri jadi ambil cuti berapa hari?”
“Sama juga 14 hari. 4 hari untuk perjalanan pulang pergi. Jadi ada di Indo 10 harian.”
“Kirain cuti sebulan,” celetuk Melody dari ruang makan sambil menyiapkan meja makan untuk Levi.
“Kalau pulang dua tahun sekali bisa, sih, sampai sebulan bahkan lebih. Masalahnya tahun lalu aku baru ambil cuti. Nggak enak sama karyawan yang lain kalau tahun ini cuti panjang.”
“Lagian kamu udah bolak balik disuruh pulang sama Papa biar bisa lanjutin firma hukumnya. Belum juga mau kamunya.”
“Entar pasti ada waktunya aku bisa tinggal lagi di Indonesia untuk seterusnya, Mom. Sabar ya,” ujar Levi dengan suara rendah dan berusaha memberi pengertian pada sang ibu.
Tidak ada perdebatan lagi soal itu ketika Nadip benar-benar berpamitan pada Melody. Setelah itu Nadip memutuskan untuk segera tancap gas karena harus kembali ke kantornya untuk menyelesaikan sisa pekerjaan hari ini sebelum dia cuti menikah.
~~
Setelah mobilnya bergabung dengan mobil-mobil lain di jalan raya, Nadip meraih ponsel yang terdapat di phone holder. Dia menyentuh kontak telepon milik Lody sekaligus menyentuh ikon speaker agar suara Lody terdengar tanpa perlu repot-repot memegangi ponselnya. Karena terburu-buru ke bandara, Nadip melupakan earphone-nya di laci meja kantornya.
Suara Lody terdengar sesaat setelah panggilan telepon diterima. “Lagi di mana, Kak?” tanya Lody dari balik speaker ponsel.
“Masih di jalan. Sayang udah di rumah?” tanya Nadip.
“Udah di rumah 15 menit yang lalu. Kak Nadip udah ketemu Levi?”
“Udah, Sayang. Tadi dari bandara langsung antar Levi ke rumah ortunya. Dia berubah banget ya sekarang. Terakhir ketemu secara langsung tujuh tahun yang lalu. Soalnya tiap dia lagi ada di Indo aku lagi dinas luar kota.”
“Oh, gitu,” ujar Lody tak berkomentar banyak soal cerita Nadip tentang Levi dan perubahan laki-laki itu. “Kak Nadip balik ke kantor lagi apa langsung pulang ini?”
“Balik kantor dulu. Beresin kerjaan bentar trus pulang.”
“Kak Nadip harus banyak istirahat. Biar pikirannya konsen pas akad besok lusa.”
“Iya, Sayang. Duh, jadi kangen kalau kamu udah ngomel-ngomel gini. Boleh nyamperin bentaran aja nggak sih, pulang dari kantor nanti?” mohon Nadip yang terhitung sudah tiga hari ini tidak bisa bertemu sang kekasih.
“Sabar atuh, Kak. Besok lusa juga ketemu. Puas-puasin deh. Ngomong-ngomong Kak Nadip udah hapal ijab kabulnya? Awas ya, sampai salah nyebut namaku, nama ayah atau maharnya,” canda Lody sambil terkekeh geli.
“Udah hapal, dong. Jangan ragu gitu, Sayang.”
Nadip menurunkan kecepatan mobil saat mobilnya hendak memasuki pintu tol. Dia ikut tertawa ketika mendengar suara tawa Lody yang begitu renyah. Tawa yang terbilang langka terdengar menurut orang lain. Namun sebaliknya ketika bersama Nadip tawa langka itu justru sering terdengar.
“Coba mau dengar kalau memang udah hapal,” tantang Lody.
“Kok, tiba-tiba grogi ya,” jawab Nadip.
“Dih, bilang aja kalau belum hapal, mah. Ngeles mulu kayak angkot.”
Lagi-lagi Nadip tertawa mendengar candaan receh Lody. “Serius, Sayang. Gimana dong, kalau beneran lupa pas akad nanti?” goda Nadip sambil menginjak gas menambah kecepatan mobilnya setelah memasuki jalan tol.
“Jangan bercanda mulu, deh, Kak. Ayo buruan, aku mau dengar hasil hapalan kamu selama beberapa hari ini,” ujar Lody sedang tidak ingin bercanda rupanya.
“Oke, oke! Bismillahirrohmanirrohim, saya terima nikah dan kawinnya Melody Sirrina Aksara binti Bayu Aksara dengan mas kawin…”
Belum sempat Nadip melanjutkan lafal ijab kabul yang akan diucapkan besok lusa, Nadip berhenti untuk menghindari kecelakaan antara dua mobil suv di depannya. Namun terlambat,, Nadip kehilangan kendali mobilnya yang mencapai kecepatan 100 km/jam tidak bisa mengerem dengan benar, mobil Nadip tersebut menabrak mobil di depannya yang berhenti secara mendadak. Dalam hitungan sepersekian detik dari arah belakang mobil Nadip dihantam mobil SUV yang berukuran dua kali lebih besar dari mobilnya. Tidak hanya satu mobil tapi empat mobil berturut-turut. Kecelakaan beruntun di jalan tol sore hari itu tidak bisa dihindari. Mobil Nadip terhimpit hingga ringsek di antara tujuh mobil yang bertabrakan. Beruntung Nadip masih sempat dilarikan secepatnya ke rumah sakit. Sesampainya di IGD kondisi Nadip mengalami luka serius dan tidak sadarkan diri. Dari IGD Nadip mendapatkan perawatan secara intensif di ICU karena dokter menyatakan kondisinya sudah dalam keadaan koma.
~~~
^vee^