Bagian Lima

2718 Kata
"Kamu antar Nabila pulang ya?" "Ga!" "Zilo!" Seketika Zilo menoleh ke arah Bundanya yang mendesis marah menatapnya. Zilo hanya menatap Bundanya dengan pandangan Oh-so-what? Dan Bunda memutar bola matanya kesal. "Aku ada tugas, Bun!" Azilo berkilah, matanya bergerak-gerak gelisah. Berada satu ruangan dengan Nabila saat ini saja sudah membuat suasana hatinya tak menentu, apalagi harus mengantarkannya pulang nanti. Zilo tidak mau! "Tugas? Kamu kan baru selesai ujian? Dan bukannya besok itu minggu?" Oh, crap! Zilo memasang tampang bloon nya, lalu menyeruput jus storberinya cuek. Sekali engga ya engga! Nabila semakin tidak enak melihat sikap dingin Zilo. Sedari tadi, cowok tampan itu selalu mengalihkan pandangannya saat bertemu dengan Nabila. Belum lagi penolakan nya saat para tetua di sana mempercepat pernikahan mereka mengingat kondisi Oma Zilo yang semakin memburuk. "Ga papa, tante. Aku kan bisa bulang sama Bunda." tolak Nabila sungkan. Anna mendecak sebal ke arah Zilo yang masih cuek, kini cowok itu tengah sibuk dengan ponselnya. "No, sayang. Kalian harus saling mengenal satu sama lain lebih jauh. KAmu kan calon menantu Bunda. Aaah Bunda tidak sabar!!" jerit Anna girang. Nabila merasakan pipinya memanas mengingat kenyataan itu. Pandangan Anna beralih ke arah Zilo. "Zil.." Mamah cantik, mamah muda itu menggunakan jurus andalannya. Dia tahu Zilo tidak akan pernah bisa menolaknya dengan tampang ini, tampang yang juga di miliki oleh putra bungsunya itu disaat dia menginginkan sesuatu. Zilo menoleh, lalu mendesah kesal melihat Bundanya. "Okay Bun, you win!" geramnya kesal lalu bangkit dari kursinya. Melenggang menuju pintu, sebelumnya berpamitan dengan kedua orang tua Nabila.Tanpa Nabila duga cowok itu menarik tangannya sedikit kasar. "Aku pulang dulu, Tante.. Om." ucapnya lalu sebelum dia sempat berpamitan dengan Bunda, tangannya sudah di tarik oleh Zillo menjauh. *** Suasana di dalam mobil begitu canggung. Zilo fokus dengan kemudinya sedangkan Nabila mati gaya. Sesekali melirik Zilo dari sudut matanya. Cowok itu menghembuskan nafas panjang beberapa kali. Seolah oksigen dalam mobil ini di serap habis semuanya oleh Nabila. Nabila tersentak. Astaga. Semua ini begitu absurd dan drama. Padahal baru tadi siang Zilo menjadi temannya, bahkan tidak secara resmi. Mereka hanya mengobrol karena tidak sengaja bertemu. Dan sekarang cowok yang berada di samping nya ini adalah tunangannya dan akan menjadi suaminya dalam waktu satu minggu. Mengingat itu Nabila merasakan perutnya mual dan kepalanya pusing. Ini Gila! "Zil.." Nabila mencoba meminta perhatian Zilo yang terlihat asik dengan pikirannya sendiri. "Zil, lo marah ya ?" suara Nabila tercekat. Zilo masih belum menoleh sampai di sebuah traffic lamp yang menyala merah. "Gue-" "Lo insane!" sembur Zilo tiba-tiba membuat Nabila terkejut. "Lo ngerti ga sih? Satu Minggu! FOR GOD'S SAKE! Satu minggu itu; Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, nah Sabtunya Lo dan gu nikah, ngerti!?" ucapnya berteriak ke arah Nabila yang menatapnya takut-takut. Untuk sesaat Nabila terdiam, namun saat dia tersadar baru saja di teriaki oleh seorang cowok. darahnya seketika mendidih. "Lo ga bisa salahin gue atas semua ini, gue juga korban di sini!" belanya. Dia melipat kedua tangannya di d**a. "Korban ? Lo punya kesempatan untuk nolak, tapi lo diam aja!" ucap Zilo lagi. ".." Nabila bungkam. Benarkah ? Benarkah dia punya kesempatan itu namun dia menghiraukan nya? Apa gerangan yang terjadi padanya? Nabila menggelengkan kepalanya.  Zilo benar, dia punya kesempatan untuk menolak. Namun tadi hal yang di lakukannya hanya menggeleng, mengangguk dan menyerahkan semuanya pada bunda.  Harusnya dia menolak, tapi... "Lo pikir dengan penolakan gue, mereka bakal batalin pernikahan ini?" ucap Nabila lagi. Astaga pasti ada yang salah dengan otaknya karena setiap perkataan yang akan di ucapkannya berbeda dengan isi hatinya Zilo mendengus, traffic lamp kembali menyala hijau namun dia masih di tempatnya menghiraukan klakson dibelakangnya. "Setidaknya dengan penolakan lo, mereka bakalan menunda pernikahan ini sampai kita berdua udah cukup dewasa. Lo nyadar ga sih! Kita masih sekolah, apa kata orang-orang? Emangnya lo mau nikah di saat masih sekolah kayak begini?" Nabila terdiam. Entah kenapa segala yang akan terjadi bukan menjadi masalah besar baginya saat ini. Sebagian hatinya memang menjerit bahwa ini tidak lah benar, namun sebagian besar dirinya menerima ini dengan enteng. "Toh, walaupun di tunda berapa tahunpun, kita bakalan tetap di nikahin!" jawab Nabila enteng, membuat Zilo langsung menoleh ke arahnya. Tidak mengerti jalan pikiran cewek di sampingnya. "What?" tanya Nabila. "Gue benar kan?" Bunyi klakson tidak sabaran semakin nyaring terdengar. Nabila meringis dan seketika Zilo memutar bola matanya kesal dan berteriak melalui jendela. "YEAH! YEEEAH! I GOT IT, DAMN IT!" teriaknya penuh emosi, lalu beranjak dari tempatnya. Nabila melihati cowok itu. Yang memburu nafasnya dan rahangnya mengeras. Manik hitam legam itu penuh dengan kemarahan.. kesedihan, kentara. Nabila bertanya-tanya apa yang membuat cowok ini terlihat begitu sedih dan marah secara bersamaan. Marah? Tentu saja dia tahu penyebabnya, namun sedih? Apa segitu parahnya bertunangan dengan dirinya? "Okay, Im sorry. Maaf karena Oma lo maksa Opa gue untuk menikahkan kita berdua. Maaf karena gue ga seperti orang yang lo bayangkan jadi istri lo. Maaf merusak masa depan lo ! Maaf, oke!?" ucap Nabila pada akhirnya. Tidak tahan juga dengan sikap Zilo yang mendiaminya. Zilo segera menoleh ke arahnya. "Bukan itu-" dia memotong ucapannya saat melihat tatapan Nabila. "Argh, what ever!" sentaknya sambil memajukan mobilnya lebih kencang. Bukan itu yang menjadi masalahnya. Bukan karena Nabila tidak memenuhi kriteria yang di harapkannya.  To be hones , Nabila sudah melebihi ekspetasinya sebelum ini. Namun saat mengingat percakapannya dengan gadis ini siang tadi, kembali menorehkan luka di hati Zilo. "Untuk saat ini, gue nerima-nerima aja.." "Gue ingin melupakan seseorang...." Nabila tidak sadar apa yang membuat cowok ini begitu kalut dengan keadaan mereka.  Dia pun tidak mengerti dengan jalan pikirannya yang tenang-tenang saja. Dia bahkan tidak merasakan kekhawatiran padahal dalam satu minggu statusnya akan berubah dan Demi tuhan, dia baru delapan belas tahun! Namun Nabila terlihat tenang saja. Apa benar bahwa ini karena dia ingin melupakan Garal. Nabila menjawab pertanyaan Zilo tadi semata-mata karena bukan dia yang mengalaminya. Namun sekarang, saat semua itu benar-benar dia yang mengalami akan kah alasannya masih sama? *** Sepertinya minggu ini benar-benar berkonspirasi untuk menyatukan mereka secepatnya. Melalui pernikahan absurd dan gila itu. Tidak terasa, Minggu terlewat begitu saja. Nabila mengerang merasakan cahaya matahari senin pagi menyilaukan matanya.  Dengan gerakan pelan dia menggeliat, mengumpulkan nyawanya untuk kembali menjalani hari menyebalkan ini. Ugh, she hates monday!  Who dont? Saat melirik ke arah jam dinding Doraemon lucu di sudut kamarnya, Nabila tersenyum masam melihat angka yang tertera di sana. Jam Tujuh tepat, dia sudah positif telat. Secepat dan sesigap apapun dia mencoba untuk bersiap-siap ke sekolah dia akan tetap telat. Pada akhirnya, dengan gerakan lamban gadis itu bangkit dari tidurnya dan berjalan menuju kamar mandi. Toh, berdiri di lapangan upacara bukan hal yang baru baginya. Nabila menyelesaikan semuanya saat jam menunjukkan pukul setengah delapan. Rumah sudah sepi, Ayah dan Bunda tentu saja sudah berangkat mengingat ini adalah hari Senin. Dan Radit, pagi ini dia tidak terlihat dimana pun. Biasanya dia kan juga baru bangun jam segini. Sambil memasang dasinya, Nabila menuruni tangga dengan malas. Di ruang makan, Kevan meliriknya dengan senyum geli dan menggeleng lemah. Nabila hanya mendengus dan menyunggingkan bibirnya tak peduli. "Kamu kapan tobatnya sih dek?" tanya Kevan tak habis fikir.  Sekarang pria itu sudah tertawa geli, melihat adiknya yang masih santai-santai saja.  Gadis itu mengoleskan selai bluberry dan meminum s**u yang sudah di buatkan Bunda. "Bunda udah teriak-teriak dari subuh, tapi kamu ga bangun-bangun!" ucap Kevan lagi. "Aku udah bangun kali bang!" sewot Nabila. "Abis solat, tidur lagi kan ?" Nabila mendengus mendengar tawa Kevan. Dia cukup heran hari ini. Sekaligus lega.  Tadi dia menyangka kalau Zilo akan berdiri di depan pintu, menjemputnya dengan wajah bete, seperti yang dia baca di novel dan ia tonton pada drama. Bisa jadikan, Bundanya memaksa untuk berangkat bareng dengan Nabila? Namun tampaknya orang tua mereka mengerti kalau Nabila dan Zilo butuh waktu untuk mencerna semua ini. "Dek, buruan kali, udah setengah delapan tuh!" Tegur Kevan saat Nabila masih berlama-lama dengan sarapannya. "Bang... I got to enjoy every single time of my life! Untuk apa buru-buru kalau akhirnya telat juga?" Jawabnya enteng. Lalu dengan gerakan alay menggigit rotinya dan mengunyah dengan.... pelan. *** Jam delapan tepat saat Nabila memakirkan VW Combynya di pelataran parkir. Upacara sudah berakhir beberapa menit yang lalu. Dan Nabila beruntung saat itu gerbang terbuka lebar sehingga dia bisa menyelinap masuk. Namun, belum beberapa langkah dari gerbang seseorang menarik tasnya. "Nabila Asrina, lagi?" suara itu terdengar lelah sekali. Seolah-olah Nabila ini sangat-sangat-sangat membuatnya kualahan. Nabila berbalik dan menyengir lebar. "Pagi Pak! Apa kabar bapak pagi ini? BAB-nya udah lancar Pak?" Nabila masih saja senyum-senyum saat Pak Gatot mengerang mendengar pertanyaan yang di dengarnya hampir setiap pagi dari mulut manis itu. Dia tahu, seharusnya hari itu tidak meminta tolong membelikan pepaya untuk masalah pencernaan nya pada Nabila. "Sudah tiga minggu berlalu dan kamu masih menanyakan itu!" Gerutu Pak Gatot.  Kenapa harus anak ini lagi sih yang terlambat? "Itu tandanya saya perhatian Pak!" "Ya ya ya, terserah kamu. " Pak Gatot semakin terlihat letih. "Kamu, ini sudah keberapa kalinya kamu terlambat! mata bapak sudah berbulu melihat nama kamu di buku piket. Dan rasanya sudah letih mengirim surat panggilan untuk Orang tua kamu. Namun tampaknya kamu tidak jerah ya?" suara Pak Gatot bertanya-tanya. "Kamu sudah kelas dua belas, Nabila. Harusnya kamu segera berubah." nasehat Pak Gatot yang di terima telinga kiri dan keluar telinga kanan oleh Nabila. "Pak, I got to enjoy-" Belum sempat Nabila berucap Pak Gatot sudah memotong. "Bapak bahkan sudah bosan mendengar alasan kamu dan menghukum kamu setiap harinya." "Ya sudah, saya tidak usah di hukum saja kalau begitu, Pak." Nabila tersenyum lebar.  "Bagaimana kalau bapak mencoba hal yang baru? menghukum Satria misalnya? Saya yakin itu akan membuat bapak semangat karena ini adalah hal yang baru!" usul Nabila, tampangnya serius saat menyuruh Pak Gatot untuk menghukum Satria, Ketua Osis teladan mereka yang tidak salah apa-apa. Pak Gatot mengerang kencang. "Sudah kamu masuk sana! Bisa-bisa Bapak gila muda gara-gara kamu. " "Mungkin maksud Bapak, gila tua." "Argh, terserah kamu!" Nabila tersenyum melihat Pak Gatot yang ngacir. Dia melambai pelan lalu akhirnya tertawa terpingkal-pingkal. Menjahili Pak Gatot adalah sebuah keberkahan di Senin sialnya. Rambut nya yang di ikat ponytail, bergerak kesana kemari, seirama dengan badannya yang tidak stabil karena tertawa. Saat itulah dia mendapati sosok Zilo yang tengah menatapnya dari ujung gedung. Cowok itu memandangi nya dengan tatapan... entahlah. Nabila tersenyum manis ke arahnya.  Saat gadis itu akan berteriak dan melambai ke arahnya, Zilo berbalik menuju gedung kelasnya.  Dan menghilang di lorong kelas 12 IPS. Nabila baru tau kalau calon suaminya itu berada di jurusan IPS. Nabila menelenkan kepalnya ke arah kiri. Heran dengan sikap Zilo dan sikap nya sendiri.  Mengendik acuh, gadis itu melenggang ke arah kelasnya. Saat masuk ke dalam kelas, Nabila mendapati Raju yang tengah berdiri di depan kelas dengan sebelah kaki di angkat, dan dia berdua dengan... Garal ? Nabila mengucek matanya, dia pasti salah liat. Ini adalah untuk pertama kalinya Garal terlihat berdiri di depan kelas, untuk di hukum. Apalagi dengan keadaan cowok itu yang acak-acakan. Rambutnya berantakan dan dia melirik Raju yang menatapnya penuh amarah dengan tatapan dingin. Dengan gerakan pelan Nabila menyelinap ke tempat duduknya di saat Bu Meri masih sibuk memarahi Garal dan Raju. Gendis yang melihat kedatangan Nabila segera bergeser ke samping untuk memberi gadis itu jalan. "Mereka kenapa ?" tanya Nabila sesaat setelah menghempaskan pantatnya di kursi.  Dia berbisik ke arah Gendis yang sekarang sibuk dengan buku Biologinya. "Raju ngelabrak Garal." sahut Gendis tanpa mengalihkan pandangannya dari buku. Apa? "Dis!" Nabila berbisik lagi merebut buku Gendis, sekarang gadis itu sepenuhnya menatap ke arah Nabila. "Maksudnya apa?" Nabila benar-benar tidak percaya apa yang di dengarnya. "Tadi pagi Raju marah-marah sama Garal dan tiba-tiba aja mereka berantem. Saya ga tau kenapa!" Gendis menatap Nabila penuh perhatian. Sementara Nabila semakin kalut saat manik Raju menatapnya dengan serius. Untuk pertama kali setelah tiga tahun mengenal pria berbadan buntal itu. Selama jam pelajaran berlangsung, kedua cowok itu di hukum untuk berdiri di depan.  Nabila berusaha untuk menjauhkan tatapannya dari manik Raju yang membara dengan kemarahan. Dia tidak tahu apa yang terjadi sehingga membuat sahabat nya itu begitu marah.  Sedangkan cowok di sebelahnya, sedapat mungkin menghindari tatapan Nabila yang setiap semenit sekali mencari maniknya. Nabila menghela nafas, matanya mencoba mencari sesuatu di wajah Garal, dan mendesah lega saat tidak menemukan satupun lebam di sana.  Dia tidak bisa membayangkan apa yang akan di ciptakan oleh pukulan Raju di wajah Garal,  kalau sampai itu terjadi. Saat bel istirahat berbunyi, Nabila segera berdiri, berlari mengejar Raju yang terlebih dahulu ngacir keluar kelas.  Dia masih sempat melihat Raju mendorong bahu Garal sebelum keluar kelas. Tampaknya cowok itu benar-benar marah. "RAJ!" panggil Nabila. Raju tetap berjalan, menyusuri koridor lantai dua, menuju ke arah wc. "Raj.." tangan Nabila menarik seragam raju sehingga cowok itu berhenti.Nafasnya ngos-ngosan, karena berlari mengejar Raju. "Raj.., Lo kenapa sih?" Tanya Nabila dengan napas pututs-putus. Raju mendengus. "Harusnya kamu tanya sama cowok b******n itu. Kamu udah di permainkan tahu ga Bil!" teriak Raju. Dia menggelengkan kepalanya saat apa yang di lihatnya kemaren membuat emosinya memuncak. Sebuah kebetulan yang sangat tepat. "Maksud lo?" "Garal berengsek itu, dia selingkuh sama Sania tau ga! Sania yang sering gangguin hubungan kamu sama dia. Aku ga nyangka dia mau sama cabe kayak begitu. Dan yang buat aku makin meradang adalah karena dia nyakitin kamu dan buat kamu nangis Bil! Kamu pikir aku ga liat apa yang terjadi hari Jum'at kemaren? Garal tu berengsek tau gak!" Raju berbalik, menendang loker dan berteriak marah. "Anj*ng!" umpatnya lalu pria itu menghilang di ujung jalan. Nabila terdiam, dia masih belum mengerti apa yang di maksud Raju, saat dia berbalik, gadis itu mendapati Garal yang menatapnya ragu-ragu. Garal mendekat beberapa langkah.  Dia terlihat sangat sedih dan lelah. "Kita bisa bicara?" *** Malam itu harusnya menjadi malam yang sempurna. Harusnya malam itu menjadi momen terbaik, dimana Nabila dan Zilo resmi bertunangan. Tidak banyak yang hadir di acara kecil-kecilan itu. Hanya keluarga dekat dari Nabila dan Zilo yang berkumpul di sebuah acara makan malam. Nabila kembali menghela nafasnya yang terasa berat. Dress yang di pakainya membuatnya semakin tidak nyaman. Semakin mengingatkannya dengan cowok itu. Cowok yang ternyata masih dia cintai. Cowok yang membuat Nabila rela memakai dress dan tampil cantik saat bersamanya. Kini dia tahu kenapa cowok itu memutuskannya tiba-tiba. Nabila kembali meringis mengingat ekspresi Garal siang itu. Pertemuannya terkahir kali dengan Garal membuat Nabila ragu tentang perasaannya saat ini. Dia mengelus cincin emas putih yang tersemat indah di jarinya, lalu hatinya bergemuruh hangat saat melihat cincin yang serupa dengan miliknya melingkar di jari manis cowok bermata indah yang kini tengah tertawa dengan Ayahnya. "Apa benar yang Raju bilang, kalau kamu sama Sania-" "No! No.. for heaven's sake No, Bill! Kayak ga ada cewek lain aja!" "Terus? Kenapa dia semarah itu?" "Salah paham, dia pikir aku selingkuh dari kamu, dan dia lihat kamu--nangis, keluar dari rumah pohon, minggu lalu!" Nabila tersenyum pelan saat Bunda menyentuh lembut bahunya. Bunda tersenyum ke arahnya yang membuat Nabila semakin sedih, kenapa Bunda setega itu? Dia bukan hanya menyakiti Nabila namun juga Garal. "Gimana pertunangannya?" Nabila menoleh horor kepada Garal yang terlihat sangat menyedihkan. "K-kamu?" Nabila tidak tau apa yang akan di ucapkannya. Dia begitu kaget dengan apa yang di ucapkan Garal. "Apa karena itu kamu mutusin aku? You knew it dont you?" "Im sorry!" "Kamu ngelamunin apaan sih?" Lagi-lagi Nabila tersentak karena sentuhan pada bahunya. Dia mendongak dan kembali mendapati manik Bunda yang menatapnya khawatir. "Kamu ga enak badan?" tanya Bunda khwatir. Nabila menggeleng."Cuma kecapek-an, Bun. Sekolah sore tiap hari ternyata ga enak juga!" kilahnya sambil tersenyum kecut. Bunda terkekeh, membawa Nabila menyandar di bahunya. Mereka tengah berada di meja makan, menikmati hidangan sambil bercengkerama ringan. Nabila melirik Kevan dan Moudy yang tengah asik debgan dunia nya sendiri. Moudy terlihat menyuapi Kevan yang merajuk manja. Lihatlah bagaimana cinta mengendalikan seseorang. Yang kuat terlihat lemah, dan yang lemah berpura-pura tegar. "Bun." lirih Nabila. "Hmm?" Nabila mendekatkan posisinya ke tubuh Bunda. "Bagaimana kalau ini tidak berhasil. Bagaimana kalau aku dan Zilo, tidak bisa menjalani ini?" bisik Nabila sehingga hanya Bunda yang mendengar. Namun dia tidak menyadari ada sepasang manik hitam legam yang tengah menatapnya intens. Memperhatikan setiap gerakan bibir plumnya. Bunda seketika menegang. Sudah lima hari berlalu saat Nabila mengetahui semua ini, namun baru kali ini gadis itu mengutarakan kekhawatirannya. "Everything will be alright."Bunda mencium puncak kepala Nabila. "Maaf Bunda tidak bisa melakukan apa-apa." Nabila menggeleng," bunda sudah memberikan yang terbaik buat Nabila." ucapnya tulus. Nabila hanya takut, Bun. Takut kalau Zilo tidak bisa menerima Nabila, seperti yang Garal lakukan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN