Mereka duduk berdampingan di sebuah anak tangga jalur darurat rumah sakit. Gary menyandarkan keningnya di atas kedua lengan yang ia tumpuk dengan bertumpu pada kedua lutut. Benar yang Irgi katakan, kali pertama melepaskan benar-benar siksaan nyata. Terlebih ada Megi di sampingnya. Sungguh ia menyesali keputusannya mengiyakan permintaan Megi. “Gary...” lirih Megi lagi, entah sudah kali keberapa. “Gi....” Akhirnya Gary menyahut. “Hmm?” “Tolong tinggalin gue.” “Gary....” “Tolong, Gi. Gue mau sendiri.” “Gimana mungkin gue ninggalin lo?” “Kalau lo sayang sama gue, gue mohon tinggalin gue.” “Gary....” Gary tak lagi menyahut. Pun sedari tadi ia tak kunjung mengangkat wajahnya. Megi menghapus air matanya. Ia tau akan percuma membujuk Gary yang tengah keras kepala. Ya, Megi dan