SELIDIKI DENGAN MATA MANUSIA NORMAL SAJA

1006 Kata
Julanar menengok Biru, dia ingin tahu mengapa dia tak boleh menyebut kalau sekolah tersebut adalah milik Biru. Tapi akhirnya dia mengerti saat melihat Biru mengangguk, tidak mengedipkan mata tapi mengangguk. “Saya mengajar di kelas sebelahnya Senja. Tapi dua minggu lalu Senja minta pindah ke kelas saya, jadi sekarang dia ada di kelas saya,” kata Pelangi dengan lembut. Sesekali dia membantu Senja untuk mengambilkan makanan dan memotong ikan serta membuangi duri ikannya. Biasanya yang melakukan itu bik Siwa, pengasuh itu akan berdiri di samping Senja selama makan malam. Tapi tadi Biru memberitahu biarkan kalau ada Pelangi, bik Siwa sudah tidak usah ikut campur tangan. Biru belum tahu bahwa bik Siwa sudah mengenal lama Pelangi karena dulu bik Siwa adalah pengasuh anak Pelangi yang Bernama Gerhana. Makan malam itu berlangsung lama, intinya perkenalan Pelangi dengan Tara dan Julanar. Tara yang sudah tahu arahnya ke mana ingin menyelidiki Pelangi secara manusiawi, karena tadi sudah diberitahu oleh Gerhana dia tak bisa menyelidiki Pelangi secara kasat mata, karena pagarnya sudah ditutup rapat oleh Gerhana. Begitu juga Senja. Sengaja Gerhana menutup semuanya agar mereka bergerak atau melakukan semuanya secara manusia normal saja, bukan rekayasa batin, kalau sudah tahu lebih dulu bagaimana dan ke mana langkah Pelangi selanjutnya nanti Tara dan Senja menjadi berbeda terhadap Pelangi. Jadi Gerhana maunya biarlah semua berjalan apa adanya. “Jadi kamu kalau pulang mengajar langsung kuliah?” tanya Julanar persis seperti jurnalis yang meliput suatu kegiatan. “Iya Nyonya. Begitu selesai mengajar saya istirahat, makan sebentar lalu saya kuliah. Itu saya lakukan dari hari Senin sampai hari Kamis. Saya sudah laporkan pada Pak Biru saat pak Biru minta saya menjadi tutornya Senja. Lalu Pak Biru mau ya silakan.” “Karena waktu saya siang itu hanya hari Jumat dan biasanya saya Sabtu dan Minggu itu tidak mau melakukan kegiatan mengajar dan belajar. Hari Sabtu dan Minggu saya biasa untuk kegiatan personal. Saya biasa mencuci dan menyetrika baju hari Sabtu dan Minggu, juga masak untuk simpanan selama satu minggu ke depan. Jadi masakan yang misalnya ikan daging dan macam-macam itu sengaja saya masak satu minggu. Nanti harian saya tinggal masak yang ringkas saja seperti tumis sayur atau sayur sop. Jadi saya tetap bawa makan siang ke sekolah dan pulang kuliah untuk makan malam juga sudah lengkap.” “Itu kegiatan rutin setiap Sabtu dan Minggu saya lakukan begitu. Jadi saya bilang sama Pak Biru, sehingga saya hanya punya waktu hari Jumat siang sampai Jumat malam saja. Tapi pak Biru menyuruh saya untuk stay di sini agar sepulang saya kuliah masih sempat bicara dengan Senja.” “Begitu pun kalau pagi. Jadi ya sudah kalau kondisi seperti itu pak Biru terima, saya berani menerima pekerjaan ini.” “Jadi kamu sudah tidak punya orang tua?” tanya Tara. “Tidak lagi Tuan besar,” jawab Pelangi. “Ayah saya meninggal enam tahun lalu dan ibu saya meninggal empat tahun lalu. Saya sendirian tak punya siapa pun. Tapi ya tetap saja saya tidak nyaman lah kalau harus tinggal di sini terus.” “Saya tetap nyaman tinggal di rumah saya sendiri walau kecil, walau berantakan, walau tak punya apa pun, tetap lebih nyaman tinggal rumah sendiri,” kata Pelangi. Itu maksudnya bahwa Pelangi sama sekali tidak silau dengan mansionnya Tara. Dia tidak ingin dibilang bahwa dia menerima pekerjaan dari Biru karena melihat kekayaan dari Tara. ≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈ “Mengapa ikut ke sini?” tanya Bu Siwa ketika mereka sudah di kamar Senja. Karena bik Siwa menggantikan baju Senja dulu dengan baju tidur, Pelangi belum tahu letak peralatan Senja jadi masih ditemani bik Siwa. “Nanti aku cerita ya Bik, kalau Senja sudah tidur. Nggak enak cerita kalau dia belum tidur. Tadinya aku juga nolak tapi kejadiannya nggak enak banget. Aku takut Bik, aku takut,” bisik Pelangi. “Oke,” jawab Bik Siwa. Biar bagaimanapun bik Siwa juga sama-sama perempuan, sama-sama yatim piatu dan mereka juga sama-sama pernah jadi seorang ibu. Tentu sangat menyakitkan kehilangan anak. Bedanya bik Siwa dulu mereka sedang pergi berempat. Dia bersama dua anak dan suaminya naik motor tapi mereka mengalami kecelakaan dan yang selamat hanya bik Siwa. Semua menyalahkan bik Siwa mengapa dia selamat sendirian. Tentu saja bik Siwa marah. Memangnya dia yang mengatur hidup orang, mengatur hidup suaminya, mengatur hidup anak-anaknya. Memang dia mau ditinggal tiga orang belahan jiwanya itu? Itulah sebabnya bik Siwa kabur dari Surabaya ke Jakarta dia tak mau lagi berhubungan dengan semua keluarganya. Itu pertama kali dia diajak kerja oleh rekannya yang bekerja di keluarga Pridantono Kadri. ≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈ “Begitu Bu lengkapnya. Mulai aku sampai café aku baru sadar diikutin sama motor gede, yaitu pokoknya lengkapnya dari satu minggu lalu yang aku bilang tadi sama ibu. Tadi aku di café itu karena ketemuan sama Pak Biru saja, tapi aku nggak minum nggak makan, langsung ke kampus.” “Aku keluar dari café masih nolak pekerjaan dari pak Biru Bik. Masih enggak butuh. Pas di supermarket baru aku mikir kalau digedor pas di rumah sendirian.” “Ya ampun Non, kok sampai segitunya ya den Hasto.” “Tapi Bibik inget kok. Bibik pernah denger sih para orang belakang ngomong den Hasto cuma cinta sama Non Lala saja katanya, tapi ibu Radmila Utari nggak suka karena Non kan cuma anak sopir sama tukang warung. Bu Tari maunya den Hasto dapat orang kaya. Itu sih yang Bibik denger dari orang belakang,” kata bik Siwa. Maksudnya orang belakang adalah para pembantu di rumah keluarga Kadri. Bik Siwa kan bukan pembantu rumah tangga, dia pengasuh Gerhana khusus yang di rekrut Pelangai karena Hasto tak ingin Pelangi kelelahan, jadi bik Siwa ada sejak Gerhana belum lahir, masih baru menikah, Pelangi masih hamil dua bulan. “Aku juga nggak suka kok sama Hasto. apa yang aku suka dari sosok dia? Sejak SMA aku tolak, dia saja yang ngejar-ngejar sampai Dwi memanfaatkan karena tahu Hasto ngejar aku.” “Dwi berupaya deket-deketin aku ke Hasto, aku tetap nggak mau lah, terus Dwi bilang karena aku sudah nolak Hasto, dia akan berupaya entah gimana caranya bisa ngiket Hasto.” Pelangi saja jijik saat bercerita masalah Dwi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN