“Kenapa kamu ke sini? Mau ngapain?” tanya Livy kepada Daven. Pria itu sampai tertatih menghampirinya ke tempat parkir yang ada di depan restoran. Livy yang nyaris menutup pintu sebelah kemudi, menatap aneh Daven. Suaminya itu mendengkus, menatapnya dengan kekecewaan meletup-letup. Hanya begitu, tanpa jawaban berarti. Seolah mereka bukan suami istri. Seolah mereka tidak pernah sangat saling mencintai meski kini tak terjadi lagi. “Masa iya, aku juga harus mengikuti cara Arsy?” ucap Livy sambil menunduk sedih. “Aku enggak bisa terus-menerus begini jika sendiri saja, aku merasa jauh lebih baik, Ven.” “Vy ....” Hati Livy langsung tercabik karena tanggapan Daven barusan. Daven memanggilnya dengan sebutan nama dan itu sangat jarang pria itu lakukan terlebih jika ia sedang merajuk. Biasanya, D