Aruna melirik notifikasi pada layar ponsel, terlihat jelas nama Gerian ada di aplikasi w******p-nya.
‘Lembur lagi, Diak?’
‘Pulang jam berapa?’
Sudah empat hari ini Aruna menghindari Gege, dia sengaja mengulur jam pulang kantornya demi menghindari bertemu dengan pria itu. Tapi kali ini ia tak ingin menghindar lagi, Aruna sudah memantapkan hati untuk mengubur jauh-jauh perasaannya yang tak berbalas pada pria bertubuh jangkung itu. Menganggap kedekatan mereka hanya sebatas sahabat seperti yang lainnya. Aruna menarik nafas panjang sebelum mengetik balasan untuk Gege.
Nana : ‘Ndak lah bang, udah beres lemburnya dari kemaren.’
‘Pulang lebih cepet, jam tiga.’
Bang Geri Choco: ‘Okeh, main ke Carolina yuk, pulang kantor gue jemput.’
Nana : ‘Di mana tuh?’
Bang Geri Choco : ‘Ada lah pokoknya, daerah Bungus, tempatnya asik kok. Biar lu nggak main ke Taplau mulu.’
Nana : ‘Oke lah ngikut aja.’
***
Aruna berdiri takjub melihat pemandangan indah di hadapannya. Matanya tak henti berbinar menatap hamparan laut serta deburan ombak yang menyapu kaki telanjangnya, rambut hitam legamnya menari indah tertiup angin sore. Satu tarikan nafas sebelum akhirnya ia berkata pada pria yang diam-diam menawan hatinya.
“Abang, makasih.”
Gege melirik heran pada gadis di sebelahnya. “Makasih kenapa?”
“Pantainya cantik, kenapa Abang gak bilang kalo Carolina itu nama pantai?” gerutu Aruna.
“Bukannya lo udah tau?” Gege menoleh pada gadis di sebelahnya, namun Aruna hanya menggeleng pelan.
“Aku kira Carolina itu tempat kayak cafe cafe gitu.” Aruna terkekeh.
Gege memperhatikan penampilan Aruna dari atas hingga bawah, gadis yang mengenakan kaos biru muda lengan pendek dipadukan dengan celana jeans warna navy, rambut yang sudah melebihi bahu ia biarkan terurai dan bebas tertiup angin.
“Lo kedinginan?”
“Mayan siih, sore-sore gini anginnya lumayan kenceng.”
“Tunggu sini bentar, gue bawa jaket lagi di jok motor.” sedetik kemudian Gege berlari ke arah parkiran
Saat Gege kembali, ia tak menemukan Aruna di tempat semula, ia menaikkan sebelah alisnya, bukankah ia hanya pergi sebentar untuk mengambil jaket, kenapa gadis kecil itu sudah cepat menghilang.
Tak butuh waktu lama bagi Gege untuk menemukan Aruna, karena suasana pantai di jumat sore seperti ini memang tak seramai biasanya. Hanya terlihat beberapa pengunjung yang bisa dihitung jari, bahkan di waktu-waktu seperti sering digunakan beberapa pasang calon pengantin untuk melakukan foto prewedding seperti yang terlihat di salah satu sudut dekat Aruna.
“Hei ... anak kecil, baru ditinggal bentar udah ilang aja.” Gege mencolek bahu kanan Aruna dari belakang. Gadis itu sedikit terkejut dan segera menoleh ke arah suara dan cengengesan tanpa dosa.
“Nggak ilang, aku cuma ngeliatin orang-orang photoshoot tuh, keren aja.” Aruna menunjuk beberapa kru yang melakukan pemotretan untuk pasangan calon pengantin tadi.
“Kenapa? pengen?” selidik Gege seraya memakaikan jaket berwarna biru muda ke punggung Aruna.
“Pengen sih ... tapi nanti kalo udah waktunya.” Aruna menerawang, masih setia menatap pasangan yang berganti-ganti pose di bibir pantai. “Seru kali bang, foto-foto prewedding tema pantai gitu, romantic place for a romantic couple, iya kan?” Aruna menatap Gege yang kini sudah ada di hadapannya memasang resleting jaket yang ia kenakan.
“Kapan-kapan sama gue aja foto gitu.” Gege tersenyum, wajahnya tampak bahagia saat menjawab celotehan Aruna.
“Jalan ke sana yuk.” Gege mengulurkan tangannya.
Aruna menatap ragu pada uluran tangan Gege, sangat ingin ia menggenggam telapak tangan besar itu, tapi salah satu sisi hatinya menolak karena takut akan semakin terlalu dalam dengan perasaannya sendiri. Menyadari keraguan gadis di sebelahnya, dengan cepat ia meraih tangan kiri Aruna dan menautkan erat jemarinya di sana.
“Mau gandengan aja mikirnya lama bener sih nih bocah.” ledek Gege langsung membawa gadis mungil itu berjalan menyusuri pantai. Aruna beberapa kali melempar senyuman dan menatap Gege yang sengaja mengayun-ayunkan genggaman tangannya, ada perasaan aneh yang meletup-letup dihatinya saat merasakan tangan Gege.
“Abang.”
“Hmm...”
“Abang punya pacar?”
“Kenapa? Lo mau jadi pacar gue? Mau ya?”
“iissh....”Aruna menghentakkan kakinya sebal “Jawab dulu!” lanjutnya lagi
“Gak ada.” jawab Gege singkat.
“Yakin?” Aruna menoleh pada pria di sampingnya.
“Yakin banget lah.” jawabnya santai.
“Terus Irina?” Aruna akhirnya mengajukan pertanyaan itu setelah berhasil menetralkan debaran jantungnya.
Gege seketika tersenyum dan menghentikan langkahnya “Penasaran banget ya?” Aruna mengangguk pelan.
Gege tampak menghirup nafas panjang sebelum memegang kedua pundak gadis muda yang berhasil membuatnya susah tidur beberapa bulan belakangan ini.
“Nana Nana Nina Aruna,” Gege menyelipkan sebagian anak rambut Aruna ke belakang telinga.
”Percaya sama Abang, Irina bukan siapa-siapa abang, Abang hanya anggap dia adek, gak lebih. Dia memang ada perasaan lebih ke Abang, tapi abang gak pernah peduli, selamanya abang akan anggap dia sebagai adek.” Gege menatapnya intens mencoba meyakinkan Aruna.
Aruna menatap lekat pupil mata Gege, mencoba mencari kebohongan di sana, namun tak ia temukan. “Tapi kata bang Zul, hmm..” Aruna menggantung kalimatnya.
“Faizul, Wita dan anak-anak rumah hijau, tau luarnya doang. Mereka cuma denger dari sisi Irina aja yang demen ngaku-ngaku pacar abang, padahal abang gak pernah nganggep gitu.”
“Terus kalo Itang?” Gege yang mendengarnya hampir terbahak, namun sekuat tenaga ia tahan.
“Hah? Itang?” Aruna mengangguk cepat
“Yakin lo mau tau juga tentang Itang?”
“Iyaaa ... iih Abang ceritain semuanya biar aku bisa tidur nyenyak gak penasaran lagi” gerutu Aruna.
“Jadi selama ini lo gak bisa tidur karna cemburu sama cewek-cewek yang deket sama gue?” goda Gege tersenyum penuh kemenangan.
“Diiih ... sumpah GR banget sih Abang.”
“Itu barusan lo sendiri yang bilang, biar bisa tidur nyenyak gak penasaran lagi.”
“Dasar Geri Chocolatoss nyebelin.”
Aruna tak mampu berkata-kata lagi, seketika ia mendorong bahu Gege menjauh, ia menghentakkan kakinya dan berlalu menjauh dari pria yang kini terbahak-bahak karena gemas dengan tingkahnya.
Sejurus kemudian Gege yang tak tahan lagi dengan tingkah ajaib Aruna, langsung menyusul mengimbangi langkah kaki Aruna dan menautkan lagi jemarinya pada jari-jari gadis manis itu.
“Hei, tukang ngambek.” Gege mencubit kecil hidung Aruna.
“Abang sih, tinggal jawab aja susah bener.”
“Hmm ... kalo lo mau tau siapa itang, abis dari baraleknyo Okta kita mampir ke Bukittinggi ketemu langsung sama Itang.”
“Minggu ini dong?” Aruna menautkan alisnya.
“Iyess.”
“Ogah. Senin aku banyak kerjaan bang, kata pak Ardi ada anak baru yang harus aku ajarin.” seketika Aruna mengingat pesan manager di kantornya tadi, bahwa akan ada staff baru bagian front office yang akan menemaninya mulai senin depan.
“Hmm ... minggu depannya lagi gimana? Berangkat sabtu subuh, balik lagi minggu malam?”
“Nginep?” tanya Aruna ragu-ragu
“Iyalah.... lo belum tau kan gimana indahnya Bukittinggi, ntar gue ajak jalan-jalan di sana.”
“Ntar aku nginep di mana?”
“Lo bisa nginep di rumah Elma atau di rumah gue juga bisa.” Gege mengerlingkan sebelah mata.
“Nginep di kak Elma aja deh,” jawab gadis itu cepat
“Hmm ... emang itang siapa sih bang? Beneran aku kayaknya gak sabar kalo harus nunggu seminggu lagi, ceritain langsung sekarang aja kenapa sih?” protes Aruna
“Gak bisa, pokoknya lo harus liat sendiri ke sana, dia itu soulmate gue, cewek special banget buat gue makanya lo harus kenal langsung.”
Aruna menganga dan menatap tajam ke arah Gege, ia hampir tak percaya dengan yang baru saja ia dengar. Hatinya mencelos seketika saat mendengar kata ‘soulmate’, ‘special’ dari mulut seorang Gege.
“Elo juga special banget kok buat gue, makanya kalian berdua harus ketemu langsung.” lagi-lagi Aruna dibuat mematung dengan sikap Gege yang kini menahan pundaknya, tatapan tajamnya berubah menjadi tatapan teduh yang menenangkan.
Satu tangan Gege mengusap rambut lebat Aruna, ia mendekat dan memeluk tubuh kecil di hadapannya. Dan entah sejak kapan kecupan panjang itu sudah mendarat di puncak kepala Aruna, gadis muda itu menelan ludah karena baru pertama kali merasakan sentuhan hangat dari seorang Gerian Fernanda.
***