BAB 3.

1603 Kata
Matahari begitu terang menerangi kota. Adrian sudah siap mengusai dunia. Ia sudah bersiap dengan kemeja berwarna biru langit pilihan Hera, Hera bilang hari ini adalah hari baik, dan dia menginginkan Adrian untuk memakai kemeja biru pilihannya. Hera terlihat serius memasangkan dasi pada kemeja Adrian. Sementara itu Adrian hanya menatap Hera dan menjahilinya. Menyentuh pipi dan hidungnya menggunakan jari telunjuknya, membuat Hera kerap kali memukul tangan jahil Adrian dan hal itu membuat suaminya tertawa. "Cha.. Sudah selesai"ucap Hera yang kemudian mengusap bahu Adrian. Setelahnya ia mengambil satu langkah mundur, kedua tangannya terlipat di depan d**a seraya memperhatikan hasil pekerjaannya. "Bagaimana sekarang, apa aku terlihat tampan? "Tanya Adrian, Hera memperhatikan pria itu, dari atas ke bawah secara bergantian dan Adrian juga memperhatikan bagaimana Hera melihatnya dengan memberikan penilaian. Adrian terseyum dengan begitu lebar ketika Hera memperhatikannya. "Eumm... " "Sama saja" Dahi Adrian mengerut, sebelah alisnya tertarik ke atas. Ia pikir Hera akan memberikan pujian yang membuat senyuman mengembang di bibirnya karena mendengar pujian Hera, tapi ternyata bukan."Apa! Apa maksudnya itu? Aku tidak tampan?" "Kau tampan.. Sungguh, tiap hari kau tampan. Jadi menurutku sama saja"Ucap Hera seraya mengangguk-anggukkan kepalanya. "Humm.. Benarkah?"Adrian tersenyum menunjukan gummy smilenya yabg membuat Hera mencubit sebelah pipi Adrian dengan gemas. "Uh... Imutnya"puji Hera. Seketika kata itu membuat wajah Adrian memberenggut sebal. "Jangan sebut aku imut"gerutunya yang semakin membuat Hera gemas. "Adrian kau sangat imut" "Hentikan itu"protes Adrian yang membuat Hera tertawa. *** Adrian sudah sampai di kantornya, ketika pintu lift terbuka ia berjalan keluar dan menemukan Evan sudah berada di balik mejanya dengan secangkir kopi mengepul yang tengah di minumnya. "Pagi"sapa Evan. Evan bergegas menaruh kopinya dan beranjak dari kursinya. Ia mengambil map hitam dari atas mejanya lau bergegas menghampiri Adrian yang sudah masuk ke dalam ruangannya. Adrian baru saja duduk ketika Evan berdiri di depan mejanya. "Rapat akan di mulai 15 menit lagi. Aku sudah mempelajari proposalnya. Kau bisa mempelajari nya juga. Aku rasa mereka harus mengkaji ulang isi dari pengajuan proposal tersebu" "Baiklah"Adrian mengambil poposal yang Evan sodorkan padanya. "Ini hanya salinan seperti yang ku berikan kemarin. Aku sudah menandai hal-hal yang menurutku kurang rasional. Mereka akan membahas nya juga dalam presentasi ini" "Okey. Beri aku waktu untuk membacanya sekali lagi sebelum rapatnya di mulai"seru Adrian yang membuat Evan mengangguk setuju. Kini keduanya berjalan menyusuri lorong kantornya. Ada Evan di sampingnya, mengikuti setiap langka Adrian hingga memasuki sebuah ruang rapat. ... Sekitar 3 jam hingga akhirnya rapat itu selesai. "Terima kasih, Adrian. Aku berharap sekali dapat bekerja sama dengan anda. Aku akan segera merevisi nya dan mengirimkannya padamu sesuai dengan apa yang kita sepakati tadi" "aku sangat menantinya Mr. Gibran"keduanya saling berjabat tangan dengan kesepakatan yang mereka sepakati. "Kalau begitu saya permisi, lain kali ayo kita minum bersama"ucap Hanbin, setelah jabatan tangan itu terlepas. Kau dimana? Aku mengantar makan siang bersama Allea, aku akan langsung ke ruanganmu. Adrian tersenyum menatap ponselnya ketika mendapatkan pesan dari Hera. Kemudian ia bergegas membereskan berkas-berkasnya yang berada di atas meja agar bisa segera bertemu dengan istri dan putrinya. *** Hera sudah sampai di Kantor Adrian, bahkan kini ia sudah berada di lantai ruang Adrian. Pintu lift terbuka, Hera melangkah keluar dari sana dengan Allea yang mengekor di sampingnya seraya menarik ujung jaketnya, sementara sebelah tangan lainnya memeluk boneka kelincinya dengan erat. "Maafkan aku"ucap Hera bahunya tak sengaja bertabrakan dengan seorang pria yang baru saja melintas di sebelahnya. Ketika pria itu menoleh, kepala Hera bergerak sedikit ke sisi kanan, yang merasa mengenalinya. "eh, Gibran?!"ucap Hera ketika mengingat wajah pria yang kini sedang berdiri di hadapannya saat ini. "Hera Allison"ucap pria itu yang membuat Hera menganggukan kepalanya dengan bibir tersenyum senang. "Lama tidak berjumpa"lanjutnya. "Aku terkejut kau ada di sini, aku banyak berubah, pasti kurang di kenaliya"Bisik Hera. Karena ketika melihatnya Gibran tak langsung mengenalinya. "Ya... Banyak sekali, kini kau semakin cantik"pujinya yang membuat Hera tersenyum malu. "Apa!! Kau pasti bercanda"ucap Hera terkejut. Hera tersenyum ke arah Gibran, pria itu terlihat semakin tampan. "Aku memang bercanda.. Hehehe.."ucapan Gibran membuat Hera menatapnya sengit. "Dasar kau ini, ternyata kau masih lah pria menyebalkan"ucap Hera dengan wajah memberenggut. "Terima kasih atas pujiannya, Ini putrimu?"Tanya Gibran ketika melihat seorang bocah perempuan yang berdiri di samping Hera, Gibran berjongkok di hadapan Allea, mengelus rambut gadis kecil itu dengan lembut. "Dia manis sekali?" "Siapa namamu?" "Allea paman"jawab Allea dengan senyum di bibirnya. "dia putriku,..tentu saja menuruni wajah manis mommynya"jelas Hera yang membuat Gibran mendengus remeh dan memutar kedua bola matanya malas. "Aku tidak mau menyetujui hal itu, kapan kau menikah? Kau tidak mengundangku kejam sekali -huh, Lalu siapa pria sial yang mendapatkanmu?"ucapan Gibran membuat Hera berdecak tak percaya. Mulut Gibran kadang-kadang begitu sesumbar. "Apa katamu? Kejam sekali kata-katamu, tidak punya perasaan menyebalkan, pria itu beruntung mendapatkanku"ucap Hera dengan wajah memberengut dan hal itu membuat . "Oh ya... Aku jadi prihatin dengannya"Gibran bangkit berdiri lalu kedua tangannya dimasukan ke dalam saku celananya, menatap Hera dengan senyum tak bisa ia hilangkan dari wajah tampannya. "Payahnya aku.. Aku merindukan sosok wanita gila ini"Gibran mengacak rambut Hera, yang membuat Hera terkekeh. “Yak. Jangan acak-acak rambutku”protes Hera, yang malah semakin membuat Gibrak gemas. *** Adrian menatap kesal pada jam dinding yang berada di dalam ruang kerjanya. Sudah 20 menit Hera tak kunjung datang setelah kabar darinya jika istrinya itu akan segera ke ruangannya. Baru saja namanya disebut Hera memasuki ruang kantor Adrian dengan Allea di sisinya. “DADDY”teriak Allea yang nampak kegirangan. Adrian berlutut ketika Allea berlari ke arahnya, anak perempuannya itu berhambur ke dalam pelukannya. Setelahnya Adrian berdiri seraya menggendong Allea di dalam pelukannya. "Darimana saja -huh?"Hera tersenyum lebar menatap Adrian yang kini menatapnya dengan tatapan kesal. "Aku dari kantin tadi Allea mau s**u, kau lapar..? Tidak sabaran sekali"dengus Hera dengan kedua mata menyipit meledek Adrian. Hera menaruh bekalnya di atas meja, lalu mendudukan dirinya di sofa ruang kerja milik Adrian. Adrian menghampiri Hera dan mengikutinya duduk di sisi kiri Hera dengan Allea yang berada di pangkuannya. "Deren dan Evan dimana ?"tanya Hera bingung, biasanya kedua makhluk itu ada di sini merecoki mereka makan siang. "Aku menyuruh mereka membeli coffee. Kenapa ?  Kau mencari anak tirumu itu"ucap Adrian sarkatis yang membuat Hera mendengus dan menggelengkan kepalanya terheran. "Iya, kenapa ?"Hera membuka bekal yang dibawanya dan menatanya di atas meja. "Aish, yang benar saja"decak Adrian kesal. “makan saja, jangan banyak bicara”Hera menyodorkan bekal yang dibawanya kepada Adrian. Ceklek/// "Aku menyesal tidak minta nomor handphonenya ?"gerutu Deren. Kini Deren dan Evan baru saja datang dengan 2 gelas coffee di masing-masing tangan mereka. "Harusnya tadi kau minta bantuanku, aku ini pangeran Cinta"timpal Evan yang membuat Deren menghela nafas penuh penyesalan. "Kalian berdua ini kenapa?"tanya Hera yang melihat kedua orang itu bertingkah aneh, Deren terlihat begitu frustasi. "Adrian ... Adrian ... Kau tahu?"ucap Evan antusias. "tidak tahu"jawab Adrian singkat yang terlihat asik dengan makanan yang dibawa Hera. "Bagaimana kau bisa tidak tahu ?"ucap Evan merasa tidak percaya dengan jawaban yang diberikan Adrian padanya. "Kau kira aku punya Indra keenam, kau saja belum memberitahuku"ucap Adrian seraya mengunyah makanannya menatap Evan dengan ekspresi malas. "Deren, kenapa ?"tanya Hera penasaran. "Wanita yang menjadi pekerja di cafe yang kami kunjungi adalah cinta pertama Deren "jelas Evan dengan penuh antusias. "Apa!"ucap Hera terkejut, tidak dengan Adrian, pria itu tampak asik dengan makanannya. "Lalu, Deren pasti masih suka kan, kenapa tidak coba dekati saja dia?... Uh.. Cinta pertama itu memang sulit untuk dilupakan"ucap Hera dengan senyum mereka di wajahnya, kedua telapak tangannya berada di bawah dagunya.   "Kau punya cinta pertama Hera?!"tanya Evan penasaran. "Tentu saja... Bagi wanita Cinta pertama itu berkesan, sulit untuk dilupakan" "Kau sendiri Evan, apa kau punya cinta pertama?" Evan melirik ke arah langit ruang, lalu bibirnya tersenyum dengan manis. "Tentu saja ada, itu saat aku di sekolah menengah, tapi aku sudah lupa padanya" Hera mendengus mendengarnya. Semua pria sama saja. "Dasar pria, cepat sekali melupakan Cinta, dan melihat Cinta" "Allea... Kau makan yang banyak ya, saat sudah besar nanti cobalah untuk fokus belajar dan jangan memikirkan cinta dulu, kau mengerti"Ucap Adrian yang membuat Allea mengangguk ketika mendengarnya. "ya daddy"gadis kecil itu mengangguk patuh. sementara mata pria itu melirik istri dan sahabat dekatnya itu dengan lirikan sinis. Hera langsung mengambil coffee nya yang berada di atas meja lalu menyeruputnya. "Ini salahmu"bisik Hera pada Evan. "Kenapa akuu... "Ucap Evan tak kalah berbisik.   "Hushh... Hush...  Jangan belantem"ucap Allea menengahkan. "Adrian, kau Raja Cinta apa kau punya saran untukku"tanya Deren pada Adrian, Adrian tersenyum dan nampak berpikir. "kau bisa bertanya padaku, ada pangeran cinta di sini"Evan menunjuk dirinya. Sementara Hosek terlihat menatap Adrian dengan begitu penasaran. "Kalian itu ngomong apa sih.. Deren, kau tidak salah bertanya pada mereka berdua?!!"Deren menoleh pada Hera, wanita itu berganti posisi pada Evan untuk duduk di sebelah Deren. "Suamiku ini, bahkan harus mengikuti kencan buta dan perjodohan, hingga akhirnya....yaaa.. Kau tahu sejarah kami....dan pria ini yang menyatakan dirinya pangeran Cinta, sampai sekarang bahkan masih menjomblo"kedua mata Evan dan Adrian membulat sempurna ketika mendengarnya. "Hei"protes Evan dan Adrian berbarengan. "Lebih baik kau tanya saja padaku.. Humm, begini-begini aku tahu tentang hal semacam itu"Hera mengatakannya dengan begitu meyakinkan "Apa.. Apa... Kasih tahu padaku"tanya Deren penasaran. “kau benar-benar mau tahu ?”Tanya Hera yang membuat Deren semakin penasaran. “ya. Katakan padaku Hera!” *** Kini Deren sedang berdiri di depan Cafe, tempat dimana sang wanita bekerja. Deren terus memperhatikannya, jantungnya berdebar-debar. Ia begitu gugup saat ini. namun tak ada kata nanti, Deren pun memberanikan diri untuk masuk ke dalam sana dan bertemu dengannya. Perlahan dengan langkah pasti Deren mendatangi wanita yang tengah sibuk di meja kasir. Ketika ia sudah berada di depan meja kasir, tatapannya seolah tersihir untuk terus memperhatikan wanita itu, hingga akhirnya wanita itu menoleh padanya dengan wajah terkejut. "ha.... halo"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN