BAB 4.

2497 Kata
"Ha… halo" "Selamat datang, mau.. Eoh, Deren "wanita itu terkejut saat melihat Deren yang datang, bibirnya tersenyum senang ke arah Deren. "Halo Luna”sapa Deren, pria itu benar-benar gugup saat ini. Bahkan ia sendiri dapat mendengar debaran jantungnya yang begitu kencang "Kau mau pesan coffee lagi? Senangnya bisa melihatmu"Deren tersenyum kikuk, merasa gugup. Tangannya menyentuh tengkuknya, lalu mengangguk kecil. "Sama seperti kemarin" "baiklah, tunggu sebentar”Deren mengangguk, wanita itu mulai meracik coffee nya, dan itu sukses membuat Deren terpesona. *** "Mommy, sedang lihat siapa sih?"tanya Allea saat melihat tingkah mommy yang menurutnya sangat aneh. Sejak tadi ibunya itu tidak bisa diam. "Paman Deren?"ucap Hera dari luar cafe, wanita itu memperhatikan secara detail bagaimana gerak-gerik Deren di dalam cafe. "Kenapa dia diam saja.... Katanya mau pendekatan"cerocosnya sedikit kesal. "Mommy ngintip paman Deren"dengus Allea. Kedua tangannya terlipat di depan d**a. Pipinya mengembung kesal. "Allea... Mommy sedang jadi spy, saat ini"ucap Hera dengan terus memperhatikan gerak-gerik Deren di dalam sana, "Spy itu apa?" (Hera : asdjkjshakaganzbshala) Putrinya ini benar-benar memiliki rasa penasaran yang cukup tinggi. Itu bagus, tapi terkadang membuat frustasi, tepatnya ketika Hera malas untuk menjelaskan sesuatu pada Allea. *** "Sekarang, bicara basa-basi dan minta no. Handphonenya, semangat Deren"batin Deren menyemangati dirinya sendiri. Hatinya bergejolak penuh dengan perasaan bahagia. Deren menarik nafasnya dengan kuat, mencoba mengatur detak jantungnya yang berdebar keras tak karuan. "Hmm... Luna, kau... Sudah lama di sini?"ucap Deren, membuka topik pembicaraan. "Tidak.. Baru 3 bulan" "Lulus kuliah, aku langsung mencari kerja di sini"ucap Luna seraya meracik coffee,  sesekali pandangannya mengarah pada Deren dan tersenyum. "Hm... Bagaimana dengan orang tuamu?" "Mereka pindah ke Texas, di sana tinggal dengan kakakku. Tadinya aku diminta untuk tinggal di sana, tapi aku tidak mau, aku suka Seattle"ucap Luna begitu senang, bibirnya tersenyum. Hal itu seketika membuat Deren terdiam, seolah ia tersihir akan senyuman di wajah Luna. "Kalau aku menyukaimu"gumam Deren kelepasan. "Apa?”Luna menoleh ke arah Deren cepat. "A... Tidak, bukan apa-apa"ucap Deren dengan cengiran di wajahnya yang membuat Deren mengulum senyum. "Kau.... Barusan bilang”gumam Luna. "Coffeenya sudah ya, aku... Aku pergi dulu, ini uangnya jam makan siangku hampir habis, senang bertemu dengan mu Luna" Luna menatap kepergian Deren, diliriknya jam dinding cafe, waktu masih menunjukan pukul 10.00. Cukup pagi untuk waktu makan siang. Pria yang aneh pikirnya. Tapi bibirnya tersenyum menyadari hal itu. "Makan siang jam segini, benarkah?"gerutu Luna. Deren berjalan cepat keluar cafe, dan langsung masuk ke dalam mobil yang terparkir tak jauh di depan cafe. "Bagaimana ?"tanya Hera penasaran. Wanita itu begitu antusias untuk hal ini. Sementara Allea yang duduk di belakang, hanya menatap kedua sosok itu dengan bingung. "Gagal" "Apa?!" "Aku kelepasan bilang kalau aku menyukainya, itu membuat kami dan terutama aku jadi begitu canggung. Akh..... Kenapa mulutku melakukan itu"rutuknya frustasi. Deren "Jadi?"tanya Hera lagi. "Jadi?"ulang Deren. "Ishh.... Jadi bagaimana? Kau sudah dapat no. telponnya atau belum? "Deren menoleh pada Hera, dengan cengiran di wajahnya. "Belum.. Bagaimana bisa aku minta no telponnya saat suasananya sudah canggung seperti itu. Padahal aku ingin sekali memintanya"gerutu Deren frustasi. Ia bahkan mengacak-acak rambutnya karena begitu frustasi. "Baiklah, Allea tunggu di sini, Deren  kau tenang saja, percayakan hal ini padaku"ucap Hera dengan senyum di wajahnya. "Apa yang mau kau lakukan?"tanya Deren saat melihat Hera melepaskan seatbelt dan membuka pintu mobil. "Percayakan saja padaku. Tunggu di sini"ucap Hera. "Eoh... Jangan bilang kau, kau... Hei Hera"protes Deren yang tidak wanita itu gubris, Hera malah terus berjalan masuk ke dalam cafe. "Mommy mu ngapain paman ?"tanya Allea bingung. "Tidak tahu, akh... Benar-benar"ucapnya frustasi. *** Hera berjalan mendekat ke arah kasir, matanya menangkap sosok Luna yang tengah bergelut dengan racikan coffee untuk salah satu pengunjung yang ada di hadapannya. "Permisi"ucap Hera saat gilirannya. "Mau pesan apa?"balas wanita itu ramah. "Emm... Begini, maaf kalau aku begitu kurang sopan pada anda. Tapi... Atas nama persahabatan dan kekeluargaan yang kami miliki, aku harus membantunya. Bisakan aku minta tolong padamu"ucapan Hera membuat Luna memandangnya dengan tatapan bingung. “eum.. maaf”ucap Luna bingung. "Aku mau minta nomor ponselmu untuk diberikan padanya, biasakah aku minta no ponselmu"ucap Hera lagi. "Untuk siapa? Kalau boleh tahu"tanyanya bingung dan penasaran. "Untuk.. Seorang pria yang baru saja dari sini, Teman lamamu, Deren”ucapan Hera membuat kedua mata Luna melebar dengan ekspresi terkejut. "Deren ?"tanyanya lagi, cukup terkejut. "Ya. Dia begitu mengagumimu, dan terlalu takut untuk meminta nomor ponselmu, aku yang mendengarnya jadi tidak sabaran, bisakah? kumohon"Hera menempelkan kedua telapak tangannya di hadapan Luna. "Kenapa tidak dia minta sendiri saja padaku?”Tanya Luna penasaran. "Karena kalau dia melakukannya, dia akan mati di hadapanmu, jantungnya hampir saja berhenti untuk beberapa waktu yang lalu, aku harap kau mau memberikannya padaku"Luna membekap mulutnya menahan tawa. Ucapan Hera yang begitu frontal tentang Deren membuatnya ingin tertawa. "Dan kau... ? Siapanya Deren"pertanyaan Luna membuat Hera teringat. Bagaimana bisa dia melupakan untuk memperkenalkan diri dulu. "Eoh iya... Aku benar-benar bodoh, langsung berbicara sok akrab tanpa memperkenalkan diriku"rutuk Hera seraya menjitak kepalanya sendiri, ak itu membuat Luna terkekeh melihatnya. "Maafkan aku. Kita dari ulang.. Halo namaku Hera Allison, kau bisa panggil aku Hera, aku sahabat, teman dan adik terbaik bagi Deren. Aku bukan siapa-siapanya yang spesial dalam tanda kutip" "Jadi kau tidak perlu khawatir tentang aku! Lagi pula aku sudah punya keluarga , selesai.. Dan bolehkah... kumohon"mohon Hera dengan kedua tangannya yang bersatu. Lagi. Kepada Luna. *** Brakk!! Hera menutup pintu mobilnya, Deren menghadap Hera menatap wanita itu  dengan penasaran."Apa yang kau katakan padanya? Kau dapat nomor ponselnya" "Lihat ...aku sudah mendapatkannya, aku tidak mengatakan yang aneh-aneh..jadi kau tenang saja..persiapkan mentalmu untuk menelponnya nanti malam karena dia akan menunggu"goda Hera. "Wah... Terima kasih Heraaaaaa"gemas Deren seraya mencubit pipi Hera gemas. "kau adalah adik terbaik ku, bagaimana caranya aku membalas kebaikanmu -huh!" "Ada.... Caranya sangat mudah"ucap Hera yang membuat Deren menatapnya malas. "Jadi ini tidak gratis?"tanya Deren dengan mata menyipit. "Tidak... Di dunia ini sudah tidak ada yang gratis, lagi pula Ini soal mudah kau hanya perlu membantuku sedikit” "Apa... Apa itu Katakan padaku? " *** TINGG!! Deren keluar dari lift, waktu sudah menunjukan pukul 13.00. Istirahat makan siang sudah selesai."Ohh... Paman, makanan untuk siapa itu?"tanya Deren pada sosok Office boy yang membawa makanan dengan nampan. "Ini untuk tuan Refano" "Tuan Refano, Adrian belum makan siang jam segini, tumben"gumam Deren. "Baiklah, terima kasih"Deren berjalan ke tempatnya lalu mendudukan dirinya di kursi. Sedikit berpikir tentang suatu hal, yang terus memenuhi otaknya. "Apa tidak apa? Berurusan dengannya sama saja seperti aku berurusan dengan seekor serigala, menyeramkan dan sangat berbahaya"gumam Deren berpikir. "Tapi... Demi balas Budi, Deren kau harus berjuang hari ini" *** Deren masuk ke dalam ruang kerja Adrian, pria itu terlihat sedang mengunyah makan siangnya seraya membaca suatu berkas dan menandatanganinya. "Kau sedang sibuk ?"tanya Deren yang tidak digubris oleh Adrian. "Kau bisa liat sendiri Deren. Kerjaanku banyak hari ini, kemana si Evan itu, tidak masuk tanpa memberikan kabar, melihatnya ku kutuk dia jadi batu" "Oh... Kau kejam , Evan seperti anak durhaka. Apa aku boleh curhat?"pertanyaan Deren membuat Adrian mengunyah makanannya dengan cepat. "Aku sedang sibuk Deren. Apa tidak bisa curhat di lain waktu saja" "Tidak bisa ... Aku mau curhat sekarang dengarkan aku ..... " "Bla... Bla.... Bla..... Bla.... Bla.... " "Bla... Bla.... Bla... Bla... Bla.... " "Eh"Deren terkejut saat tangannya tak sengaja menyenggol air minum Adrian dan membuat meja Adrian basah karenanya. "Maafkan aku. Aku tidak sengaja"ucap Deren memelas, Adrian menarik kertas yang sudah setengah basah. Wajahnya terlihat kesal dan datar, hari ini dia begitu sibuk, Evan menghilang entah kemana, tidak ada yang membantunya dalam pekerjaan kantornya. Deren berbicara panjang lebar yang membuatnya semakin pusing dan sekarang bocah tengik itu malah menumpahkan air minum dan membasahi meja dan kertas pentingnya. Ini sungguh hari sial untuknya. "Sekarang kau pergilah... Aku tidak ingin kau terkena marah dariku Deren"ucap Adrian berusaha sabar. Walaupun luapan emosinya sudah mencapai ubun-ubun. "Baiklah, aku permisi. Aku akan pergi ke tempatku" "Ya. Pergi cepat”ucap Adrian begitu kesal. "Kau benar tidak apa sendiri"ucap Deren meyakinkan. "Pergilah” "aku pergi nih" "Pergi, kubilang pergi:bentak Adrian pada akhirnya, dia benar-benar pusing hari ini. Deren benar-benar membuatnya kesal. *** 20.35 pm. Ceklek// Waktu lembur yang melelahkan, akibat hanya bekerja sendirian, dengan kertas kerja yang menumpuk selama 2 hari lalu. Adrian membuka pintu rumahnya, lelah, suntuk, dan kesal memenuhi relung hatinya. Hari ini benar-benar begitu buruk. Hari buruk sepanjang masa hidupnya. "HERA"panggil Adrian kencang. Rumahnya masih gelap dan begitu sepi. Drrtt... Drrtt... Adrian meraih ponselnya, sebuah pesan dari sang istri masuk. From. Istriku yang cantik. Aku dan Allea menginap dirumah mommy, besok kami baru pulang, aku sudah masak, kau makanlah.. Dan tidur lah yang nyenyak. Selamat malam~ To. Istriku yang cantik. Pulang sekarang... Aku tidak bisa tidur kalau kau tidak ada... From. Istriku yang cantik. Jangan kekanakan... Mimpi Indah.. Aku mencintaimu..   (Jangan sebut Adrian alay, itu Hera yang menggantinya, Adrian protes tapi protesnya sia-sia.. Kenyataannya istrinya begitu galak untuk dibantah. ) Adrian mendesah lelah, dia tidak bohong, dia tidak bisa tidur kalau tidak ada guling pribadi disampingnya. "Haruskah aku ikut ke rumah mommy" "Hah! Tapi aku begitu lelah untuk ke sana" Adrian melirik makanan yang berada di atas meja, mendadak selera makannya hilang, hari buruk dan Hera tidak ada. Dia kehilangan moodnya hari ini. Adrian membersihkan dirinya, hingga akhirnya berbaring di atas kasur. Dia benar-benar ngantuk, tapi rasanya dia tidak bisa memejamkan matanya. "Kalau lelah seperti ini aku malah begitu merindukan sosok wanita cerewet itu"gumamnya. Ada 1 jam 30 menit Adrian membolak-balikkan tubuhnya untuk tidur hingga akhirnya matamya baru bisa terpejam. "ADRIAAAAANNNNNN" Adrian tersentak, seketika tubuhnya bangkit menjadi terduduk dengan cepat. Suara teriakan tadi benar-benar membuatnya terkejut bukan main. "Hera.. Itu suara Hera kan"gumamnya pada diri sendiri. "Hera"panggilnya. Adrian beringsut bangun, matanya mengedar ke segala arah, mencari asal suara tersebut dan mencari sosok yang mungkin akan ditemuinya. Adrian membuka pintu kamar Allea yang berjarak tidak terlalu jauh dari kamarnya. Tapi kamar itu kosong, tidak ada siapapun di sana. Adrian berjalan turun ke lantai 1, tangannya meraih payung yang berada di samping tangga, menyembunyikannya di belakang tubuhnya. "daddy"Adrian tersentak, suara Allea. Putrinya, dia dapat mendengar dengan jelas, suara tadi. Dan pikiran negatif makin memenuhi isi kepalanya. Suara seperti seseorang yang terbekap mulutnya, karena kalimat putrinya yang terpotong. Tubuhnya merayap pada dinding, mencoba meraih saklar lampu untuk menerangi ruang tamunya. Klik. "SELAMAT ULANG TAHUN" "SELAMAT ULANG TAHUN" "SELAMAT ULANG TAHUN" ""SELAMAT ULANG TAHUN" Adrian tersenyum, menatap setiap orang yang di sana bergantian. Evan, Deren, Elena, mommy, Allea, kakak iparnya Sella yang cerewet dan putra nya juga sang istri yang membawa kue ulang tahun untuknya, Hera nampak tersenyum dengan lebar. "Ohh... kejutan manis, kau dari mana saja seharian ini, tidak membuat bekal untukku, dan saat aku pulang kau malah pergi ketempat lain"gerutu Adrian ketika Hera berdiri di hadapannya. "Aku menyiapkan ini untukmu, cepat berdoa dan tiup lilinnya"ucap Hera seraya menyodorkan kue ulang tahun ke arah Adrian. "Terima kasih"ucap Adrian senang, bahkan kelewat senang. Adrian memejamkan matanya sesaat, hingga akhirnya meniup lilin dan suara tepukan tangan terdengar. "Ayo paman, Allea mau tiup lagi"rengek Allea, Adrian menoleh ke arah sang Putri. Allea sedang berada dipangkuan Evan dengan lilin yang berada di atas piring kecil. Allea meniup lilin dan bertepuk tangan, seolah hari ini ada dua orang yang sedang merayakan ulang tahun. "Yeahhh"sahut Evan senang. Adrian terkekeh melihatnya.. "Paman apa boleh lagi..?" "Tidak, jangan sering-sering meniup lilin, kalau paman Deren hilang bisa gawat ckckck" "Hei"protes Deren seraya menjitak kepala Evan. "Selamat ulang tahun putraku"ucap ibu Adrian, memberikan pelukan hangat dan ciuman pipi pada Adrian. "Terima kasih mommy" "Selamat ulang tahun cucuku, semoga kau tidak keras kepala lagi"ucap nenek dengan pelukan hangat. "Nenek ini. Terima kasih nenek" "Adrian.. Selamat ulang tahun"ucap Elena seraya menyodorkan kado dan menepuk bahu Adrian. "Adik ipaar... Selamat atas bertambahnya umurmu, ini kadonya, maaf.. Alfian tidak bisa datang" "Tidak apa.. Aku tahu suamimu itu begitu sibuk, cerai saja dengannya, suruh dia menikah dengan lembar kertas kerjanya"ucap Adrian PLETAK! "Kau sedang ulang tahun, tapi tetap saja menyebalkan.. Hera, pukul saja kepala pria ini kalau ucapannya kelewatan"Sella menjitak kepala Adrian, begitu kesal dengan kata-kata pria itu yang kelewat batas. "Aku selalu melakukannya sungguh"jawab Hera yang di balas Adrian dengan tatapan melotot ke arahnya. "Dasar wanita”gerutu Adrian. "Selamat bertambah tua, maaf aku tidak muncul hari ini di kantor, istrimu menyewaku untuk membantunya menyiapkan hal ini semua"ucap Evan seraya memberikan ucapan selamat dengan memeluk dan menepuk bahu pria itu ala pria. "Tidak apa-apa,... Taruh surat pengunduran dirimu besok di mejaku" "Hei, kau kejam sekali.. Aku kan membantu istrimu.. Aish"ucap Evan memelas. "Aku hanya bercanda bodoh.. Terima Kasih untuk hari ini"Adrian menjitak kepala Evan, Adrian terkekeh, merasa lucu saat melihat Evan merajuk bak anak kecil padanya. "Selamat ulang tahun, maaf atas kekacauan hari ini" "Ya... Aku paham untuk pria yang sedang kasmaran seperti mu"ucap Evan. "Aaishh..  bisa saja, terima kasih. Lagi pula itu ide istrimu aku disuruh untuk melakukannya, bahkan dia menyarankan aku untuk membakar laptop mu sekalian.. Tapi aku tidak mau melakuannya, aku tidak mau mati di tanganmu ckckck"Deren terkekeh. Adrian melirik Hera sinis yang berada di sebelahnya, tapi wanita itu malah pura-pura tidak melihatnya. Dan mengibaskan rambutnya. "Selamat ulang tahun suamiku... Maaf aku kabur ke rumah mommy malam ini, terima kado dariku.. "Ucap Hera seraya menyodorkan sebuah kado pada Adrian. "Terima kasih... Tapi terima hukumanmu setelah ini"ucap Hera dengan penekanan pada kata hukumanmu setelah ini. "Eoh... Apa itu? "Tanya Hera bingung. "Lihat saja nanti"ucap Adrian dengan smirk di sudut bibirnya. Dan hal itu membuat Hera bergidik ngeri. "Aku jadi takut membayangkannya" "Kalau begitu... Ayo kita makan. Kue nyaaaaa"ucap Hera kemudian. *** Kini semuanya tengah duduk di ruang tamu, menikmati kue ulang tahun Adrian. "Bukankah Putri mommy mau mengatakan sesuatu pada daddy?"ucap Hera yang membuat Allea terkekeh. "iya"Jawabnya semangat. "Ohh.. Allea mau bilang apa ke daddy"tanya Adrian penasaran, Adrian mengarah pada Allea, melihat gadis kecilnya yang turun dari pangkuan Evan dan berjalan ke arahnya. Allea berdiri diantara kedua kaki Adrian, kedua tangan kecilnya meraih pipi Adrian dan memegangnya kuat. "Daddy... Selamat ulang tahun, semoga panjang umul, selalu sehat, telus banyak uang bisa buat jajan Allea.. Telus jangan lupa makan, dan pelgi jalan-jalan sama Allea dan mommy hali minggu besok. Allea sayang daddy"Allea mencium kedua pipi Adrian bergantian. "Selamat ulang tahun daddy"ucapnya seraya merentangkan kedua tangannya dan memeluk Adrian erat. Perlakuan kecil dan manis, hal ini membuat Adrian tertegun, seorang Putri kecilnya yang mengucapkan selamat ulang tahun kepadanya benar-benar membuat hatinya seakan damai dan senang bukan main. "Terima kasih Putri daddy yang cantik"ucap Adrian seraya mencium kedua pipi Putri kecilnya secara bergantian. "Daddy lepas, Allea mau makan kue lagi"rengek gadis kecil itu,. "Tidak mau"ucap Adrian seraya mengeratkan pelukannya pada Allea. "Daddy"rengek Allea. "Adrian"protes Hera dan ibu Adrian bersamaan. Adrian terkekeh, lantas melepaskan pelukannya dan mengusap kepala putri kecilnya sebelum Allea pergi dari hadapan Adrian menuju Evan, karena pria itu yang memegang kue miliknya. "Aku tahu hadiah spesial untuk Adrian dari Hera... Sebuah hal. Panas malam ini"goda Rena. "Hei"protes Hera. "Allea cantik, hari ini nginep di rumah tante saja ya... Mommy dan daddy mau buat adik untuk Allea" "Eoh... Buat Adik itu apa ?"tanya Allea polos. "HEI. Jangan katakana hal yang aneh-aneh"protes Hera sementara Adrian, pria itu malah terkekeh geli.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN