Emak-emak Cluster Magnolia punya kebiasaan baru. Ngumpul, terus masak bareng dan makan ramai-ramai beralaskan daun pisang. Dari lauk sederhana hanya sambal jengkol dan lalap daun singkong rebus, hingga menu serba seafood ala-ala resto di pinggir pantai. Nggak ada jadwal khusus kapan acara makan bersama akan diadakan. Nggak ada keharusan juga mau ikutan atau enggak di setiap acara makan-makan. Bebas saja. Seperti Mak Noah, kalau ada rencana mau pada bakar ikan, dia pasti nggak ikutan. Mak Noah nggak suka sama aroma ikan yang dibakar. Katanya bikin mual.
Besarnya iuran pun beragam. Tergantung menu yang akan dimasak. Kalau hanya sekadar sambal jengkol, sepuluh ribu saja cukup. Nasi bawa dari rumah masing-masing. Sepuluh ribu untuk satu keluarga. Yang punya anak banyak, tetap saja bayarnya sama. Untung, kan? Yang penting kebersamaannya. Dan jangan ngomongin diet di acara seperti ini. Bisa rusak selera makan.
Demi lancarnya aliran informasi, emak-emak yang biasa berpartisipasi dalam setiap acara sepakat untuk membentuk WAG. Di grup tersebut akan dishare menu apa saja yang selanjutnya akan dicoba. Juga berapa iuran dan kapan pelaksanaannya. Tidak semua emak-emak cluster masuk di grup itu. Termasuk Nyonya. Dia memilih nggak ikutan dalam setiap acara masak dan makan bersama.
Walaupun mentasbihkan dirinya sebagai sosialita cluster, Nyonya termasuk pemilih soal berteman. Dia bukan pendukung Ibu RT yang saat ini menjabat. Kebetulan di grup makan ini, Ibu RT termasuk partisipan aktif. Sebagai gantinya, Nyonya membentuk grup tandingan yang beranggotakan tetangga dekat dan teman-teman satu gengnya. Sialnya, Mak Noah termasuk orang yang dimasukkan Nyonya ke dalam grup. Entah apa maksudnya. Mungkin dia sengaja, supaya Mak Noah bisa menjadi corong, menyampaikan apa-apa saja kegiatan Nyonya kepada Ibu RT. Yah, kayak manas-manasin gitu.
Sayangnya Mak Noah bukan tipe emak-emak cepu. Tapi dia tipe pasir hisap. Menyerap informasi dari sana sini dan membocorkannya jauh-jauh di tempat antah berantah yang nggak terdeteksi radar. Misalnya bikin akun anonim di media sosial cuma buat bikin status sampah.
Setelah minggu kemarin nggak ada kegiatan makan bersama karena hujan terus, anggota grup sepakat untuk mengadakan makan bersama siang ini. Cuaca yang sedikit mendung membuat mereka pengen makan yang anget-anget seger. Mereka pun berencana membuat soto ayam dan mendaulat Bu RT sebagai koki utamanya.
Sudah menjadi rahasia umum, kalau soto buatan Bu RT terkenal lezat. Kaya bumbu dan rempah, gurih, dan kuahnya juga kental. Ditambah tempe tepung yang renyah dan pedasnya cabe setan, membuat semangkok soto nggak akan pernah cukup. Emak-emak yang makan siang itu begitu bersemangat dengan muka penuh keringat karena pedas yang nikmat.
Selesai acara, Bu RT bilang kalau kuah sotonya masih banyak. Yang mau bungkus dipersilakan. Tinggal beli isiannya, sudah bisa menikmati soto Bu RT yang maknyus. Mak Noah termasuk salah satu emak yang bersemangat cari tempat buat bungkus kuah beserta tulang-tulang rawan yang banyak tersisa di dasar panci. Mak Noah sudah membayangkan bakalan berbagi soto nikmat Bu RT dengan seluruh keluarganya. Kedua anaknya, Noah dan Adam, nggak suka mengekor ibunya ke setiap acara. Kalau ada acara seperti ini, mereka pasti menolak ikut. Cuma ada syaratnya ….
"Bungkusin, ya, Mah!" kata mereka kompak sebelum Mak Noah pergi ke acara makan bareng.
Dengan hati-hati Mak Noah pun pulang dengan baskom kecil yang dipinjamkan Bu RT untuk membawa pulang kuah soto yang masih panas. Jarak dari rumah Bu RT yang berada di depan fasum dengan rumah Mak Noah nggak terlalu jauh. Jadi nggak memakan waktu lama, dia sudah sampai di depan rumahnya dengan berjalan kaki. Di depan rumah, entah sengaja atau enggak, ada Nyonya sedang menyapu halaman yang sudah bersih. Sepertinya dia tahu kalau ada acara makan bareng hari ini dan sedang menunggu Mak Noah pulang supaya bisa mencari tahu. Sesuai dugaan, begitu Mak Noah sudah dekat, tiba-tiba Nyonya menghalangi jalannya.
"Dari mana Mak Noah?" tanyanya menyelidik.
"Dari fasum, Mak Rani."
Nama anak kedua Nyonya adalah Rani. Seumuran Noah. Di sini, ibu-ibu dipanggil berdasarkan nama anak yang biasa terlihat bermain. Anak sulung Mak Noah, yaitu Adam nggak suka keluar rumah dan lebih memilih main game atau membaca buku daripada bermain di jalan atau di fasum. Berbeda dengan adiknya. Noah sangat mudah mendapatkan teman. Setiap hari ada saja temannya yang datang ke rumah mencari. Di cluster ini, orang lebih mengenal Noah ketimbang Adam.
"Ada acara apa di fasum?" tanya Nyonya lagi.
"Biasa, ibu-ibu pada ngumpul makan-makan." Mak Noah bersiap melangkah tapi sapu lidi Nyonya menghalangi. Sepertinya Nyonya belum puas ngorek-ngorek.
Mulutnya Nyonya membentuk huruf 'O' dan kepalanya mengangguk-angguk ketika mendengar jawaban Mak Noah. Sepertinya dia mengerti, tapi sorot matanya seolah ingin bertanya sesuatu lebih lanjut.
"Masak apa?" Akhirnya rasa ingin tahu itu meledak juga.
"Soto. Bu RT yang bikin. Maknyus!" Sengaja Mak Noah menyebutkan siapa yang masak. Meski sudah tahu seperti apa reaksinya, tetap saja asyik melihat muka kepo Nyonya.
"Oh, ya? Kayak apa maknyusnya? Itu yang dibawa sotonya Bu RT?" tunjuknya pada baskom kecil di tangan Mak Noah.
Wanita sedikit subur itu mengangguk. "Iya. Tapi cuma kuahnya doang."
"Saya mau coba, ya. Sedikit juga nggak apa. Penasaran sama maknyusnya. Sebentar, ya!"
"Tapi nggak ada isi, lho, Mak! Kosongan!" teriak Mak Noah pada Nyonya yang sudah membalikkan badan.
"Nggak masalah. Tunggu di sini jangan ke mana-mana!" Dia pun menghilang ke dalam rumah. Mungkin mau ambil mangkok. Mak Noah mendesah, jadi menyesal karena tadi memuji Bu RT di depan Nyonya.
Tidak lama, Nyonya pun keluar rumah sambil membawa ... Sendok? Mak Noah mengernyitkan kening melihat sendok di tangan Nyonya. Perasaannya sudah nggak enak tapi dia masih tetap berpikiran positif. Mungkin cuma sekali celup.
"Saya mau cicip, sedikit saja, kok," kata Nyonya sambil langsung mencelupkan sendok ke dalam baskom tanpa menunggu izin dari Mak Noah.
"Hmm. Kurang terasa, ya kalau cuma sesendok," katanya lagi sambil mencelupkan sendok untuk kedua kalinya.
Perbuatan Nyonya bikin adrenalin Mak Noah melonjak tiba-tiba. Enak saja main celup berulang-ulang. Emang teh celup bisa berkali-kali? Mak Noah pun mengatur napas, siap melontarkan kata-kata protes atas ulah tetangga no akhlaknya itu.
"Kenapa nggak ambil mangkuk saja, sih, Mak? Emangnya saya mau makan bekasan situ? Ini pas pelajaran budi pekerti pasti sering bolos, ya makanya sopan santunnya nggak ada!" kata Mak Noah sebal sambil meletakkan baskom kuah soto di tangan Nyonya, lalu pergi meninggalkannya tanpa menoleh lagi.
‘Adam, Noah, maaf, ya, Mamah nggak bawa apa-apa. Gagal, deh kita makan soto enak buatan Bu RT.’
Malamnya, sebuah cuitan muncul di akun fake dengan kata-kata yang lumayan mendebarkan jiwa.
‘TETANGGA SINTING NGGAK PUNYA OTAK. MAIN CELUP SEENAKNYA SAJA!’
Capslok jebol sodara![]