bc

FOTO DI DALAM DOMPET

book_age18+
350
IKUTI
2.3K
BACA
dark
twisted
bxg
mystery
small town
cheating
illness
affair
wife
husband
like
intro-logo
Uraian

Sejak kematian anak-anaknya, Shanen jadi mengurung diri. Enggan bersosialisasi dan jadi takut berada di keramaian. Meski sudah minta bantuan psikiater untuk mengatasi kecemasannya, tetap saja tak ada perubahan dalam diri Shanen.

Sebagai suaminya, Pras ikut khawatir dengan kondisi Shanen. Awalnya dia selalu menyemangati Shanen supaya bisa normal lagi. Tapi lama-lama, Pras bosan. Dia mulai sering keluar rumah dan meninggalkan Shanen sendirian.

Tanpa sepengetahuan Shanen, Pras berbuat curang dan berhubungan dengan banyak wanita. Dia merasa aman karena yakin Shanen tak akan memergokinya. Sampai Pras melakukan kelalaian yang membuat Shanen mengetahui perbuatannya.

Shanen marah, tapi dia tak berniat menceraikan Pras. Dia membuat Pras terkurung bersamanya.

chap-preview
Pratinjau gratis
Kematian Kedua
Kematian. Ini kematian kedua seorang wanita yang terjadi di kompleks ini. Walau kelihatannya wajar, desas desus menyebar seperti wabah penyakit. Orang-orang bergunjing di kedai kopi, sudut jalan, tak peduli dia lelaki atau perempuan. Kabar yang beredar mengatakan kalau kematian kedua wanita itu saling berkaitan. Selain jaraknya yang bisa dibilang dekat, mereka berdua meninggal ketika kabar perselingkuhan berembus di antara warga kompleks. Bagaimana tidak diduga selingkuh, mereka berdua kerap terlihat dijemput diam-diam oleh sebuah mobil yang sama. Meski keduanya berusaha tak terlihat di mata warga, tapi mereka lupa bagaimana hebatnya dunia media sosial zaman sekarang. Sekali sepasang mata mencurigai gerak gerik tak wajar, langsung kamera bekerja dan berita pun menyebar. "Kamu nggak mau takziah? Nggak enak, lho. Tetangga dekat soalnya," kata Pras pada istrinya yang sedari tadi mengamati keramaian di seberang rumah. "Nggak. Kasihan mayatnya. Kalau aku datang, pusat perhatian bukan ke almarhum lagi tapi bakal beralih ke aku." Shanen menjawab tak peduli. Matanya terus mengawasi sekelompok ibu-ibu yang berdiri di depan rumah almarhum. "Coba kamu lihat! Belum juga aku muncul, pandangan mereka sudah ke sini terus dari tadi." "Sudahlah. Kamu sudah tau apa masalahnya. Kalau kamu nggak pergi, biar aku saja." Shanen mendengkus mendengar jawaban suaminya. Tentu saja suami tercintanya yang tampan bakalan menjadi pembela istrinya yang anti sosial. Istri yang tak pernah mau keluar rumah dan merasakan matahari pagi yang menyehatkan. "Kenapa? Kamu keberatan kalau aku pergi? Aku nggak punya masalah sama mereka dan aku juga nggak takut keluar rumah. Kalau kamu nggak mau berusaha mengatasi rasa takutmu, jangan suruh aku selalu di rumah menemanimu," kata Pras tanpa emosi. Shanen memandang Pras sinis lalu berjalan melewati lelaki itu. Mereka tidak sedang bertengkar. Pras hanya berharap dia menjadi istri yang normal seperti istri-istri lain. "Aku nggak minta kamu selalu di rumah. Kamu saja yang merasa begitu." "Tapi kamu selalu mau tahu ke mana aku pergi, Shan. Beda sama kamu yang dulu. Kita berdua sama-sama sibuk. Ketemu kalau malam. Kamu bahagia dengan kehidupanmu, aku juga begitu." "Apa itu salah?" tanya Shanen sedih. "Yang mana?" "Mau tau ke mana suami pergi, apa itu salah?" Pras sadar dia sudah mengatakan sesuatu yang keliru. Hal yang wajar kalau seorang istri ingin tahu ke mana suaminya pergi. Pras hanya belum terbiasa dengan keberadaan istrinya yang selalu di rumah terus. "Maafkan aku. Aku nggak bermaksud begitu. Aku cuma–" "Sudahlah. Aku nggak mau bikin panjang. Kalau kamu pergi, kunci pintunya. Mungkin aku sedang tidur sewaktu kamu kembali." "Shan," panggil Pras dan berjalan mendekati istrinya. "Maafkan aku, oke? Aku mencintaimu dan peduli padamu." Pras mengulurkan tangan dan merengkuh tubuh istrinya ke dalam pelukan. Dulu, Shanen wanita yang cemerlang. Bukan hanya cerdas, tapi juga cantik dan seksi. Sekarang dia seperti wanita tua yang menunggu ajal. Tubuhnya kurus dan bunga menjadi layu jika berada di dekatnya. "Aku merindukanmu yang dulu," kata Pras sambil mengecup ujung kepala Shanen. "Kita sama-sama tau kalau nggak bisa kembali ke masa lalu. Aku sudah–" "Sssttt! Berhenti menyalahkan diri sendiri. Bukan salahmu. Yang terjadi bukan salahmu." "Salahku. Karena kelalaianku anak-anak kita meninggal. Dan kamu nggak tau gimana rasanya dipandang mereka-mereka di luar sana! Mulut mereka bilang bersimpati di depanku! Tapi di belakangku, mereka semua menghinaku! Mengejekku! Aku nggak tahan, Pras! Aku nggak tahan!" Shanen mulai menggerakkan kepalanya ke segala arah. Tangannya menarik-narik rambutnya dengan kuat. Helai demi helai rambut tersangkut di sela jemarinya. Pras berusaha menghentikan tingkah istrinya yang kalau dibiarkan akan semakin menggila. "Shanen. Shanen, sadarlah. Jangan lakukan ini. Jangan sakiti diri sendiri. Sadar Shanen. Aku minta maaf, ya. Aku minta maaf. Sudah, ya, Shanen. Cukup.' Pras menahan dua tangan istrinya agar tak terus menarik rambutnya yang semakin tipis. Dipeluknya tubuh istrinya kuat-kuat hingga wanita itu tak bisa berkutik lagi. Shanen menangis sesenggukan dalam pelukan Pras. Ketika dirasa tak ada lagi perlawanan dari istrinya, Pras membopong tubuh itu ke kamar. Membaringkannya di tempat tidur dan menghapus air matanya. Dikecupnya kening Shanen. Wanita itu masih menangis. Pras mengambil obat di dalam laci dan membantu Shanen untuk duduk. Dimintanya Shanen membuka mulut. Wanita itu menggeleng. "Buka mulutnya Sayang," bujuknya. Shanen semakin kuat menggeleng. Pras langsung memasukkan obat kecil itu ke mulutnya dan menaruhnya di ujung lidahnya. Tangannya bergerak cepat menekan leher belakang Shanen dan tangan satunya memencet hidung istrinya. Lalu dia pun mencium wanita itu dan lidahnya memaksa masuk. Meletakkan obat kecil itu di mulut Shanen dan memaksa wanita itu menelannya. Rasa pahit membanjiri mulut Shanen. Pras melepas ciumannya dan menyodorkan segelas air putih yang selalu tersedia di meja kecil di samping tempat tidur. "Istirahatlah. Setelah melayat, aku langsung pulang. Aku nggak akan lama." Obat yang diberikan Pras membuat syaraf-syaraf tegang Shanen menjadi lebih relaks. Dia mengangguk lemah dan mendesah panjang. Matanya pun menjadi berat. Pras duduk sebentar memastikan istrinya benar-benar tidur. Dia tak bisa membiarkan istrinya tetap terjaga dan tak bisa menguasai diri. Baru setelah dengkuran halus terdengar dan napasnya lebih teratur, Pras berdiri dan memandang sejenak ke arah istrinya. "Seharusnya kamu yang mati. Bukan dua wanita itu," katanya lirih. Kepalanya berdenyut pelan. Kondisi Shanen cukup merepotkannya. Untungnya dia punya usaha sendiri jadi tak harus selalu ke kantor dan meninggalkan Shanen. Tapi dia tak punya cukup keberanian untuk menyingkirkan Shanen. Wanita ini alibi terbaiknya untuk bersikap seperti malaikat. Pras memejamkan mata. Berusaha mengembalikan ketenangannya lagi. "Aku harus segera keluar kalau nggak mau semakin digunjingkan orang." Lelaki itu pun keluar kamar. Berjalan ke pintu depan dan membukanya. Suasana di luar semakin ramai. Sepertinya jenazah baru saja selesai dimandikan dan dikafani. Siap untuk disolatkan ke masjid. "Baru muncul, Bro? Kenapa? Kumat lagi?" sapa Dody, tetangga sekaligus teman nongkrongnya. "Biasalah. Nggak mau ditinggal." "Repot banget ya. Kayak punya bayi aja." "Mirip. Kudu diboboin dulu baru bisa ditinggal." "Kalau bayi minum ASI, kalau bayi gedemu minum pe–" "Hush! Kontrol lu kalau ngomong. Kita lagi di acara duka. Bukan kedai kopi," kata Pras mengingatkan sahabatnya yang hampir keceplosan. Dody langsung menutup mulutnya. Mereka berdua berdiri tegak karena keranda sedang dimasukkan ke dalam mobil jenazah. "Kasian, ya, Bro. Masih muda, cantik, belum punya anak, ehh udah meninggal. Apes banget suaminya cuma bisa mantab mantab sebentar aja," kata Dody di dekat telinga Pras. "Malah enak suaminya bisa cari lagi," kata Pras acuh. Matanya fokus menatap seorang lelaki yang berada di antara para pelayat. Lelaki itu asing, tapi Pras merasa pernah bertemu dengannya entah di mana. Dan itu sangat mengganggunya.[] *diperbarui tanggal 23 September 2022*

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Akhir Pertama (Bahasa Indonesia) (TAMAT)

read
29.5K
bc

Kubalas Hinaan Kalian! (Rahasia Menantu Miskin yang Dituduh Mandul)

read
4.3K
bc

23 VS 38

read
294.4K
bc

Sweetest Pain || Indonesia

read
75.4K
bc

Istri yang Kutemukan

read
79.3K
bc

Azela

read
19.3K
bc

Growing Pains || Indonesia

read
34.1K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook