Gadis cantik tersebut terusik karena sinar mentari masuk begitu saja melalui celah hordeng meyilaukan matanya. Tia menarik selimutnya untuk menutup matanya dan menggusar kesana kemari mencari posisi nyaman untuk kembali tertidur, hingga dimana gedoran pintu membuat Tia membuka selimutnya kembali dan berkata, "Argh! Siapa si!" seru Tia dengan nada sedikit kesal.
"De, bangun!" Suara bass tersebut jelas sangat dikenal Tia, yaps siapa lagi kalau bukan abang keduanya Revan yang selalu jahil.
Revan terus mengetuk pintu kamar sang adik namun tidak ada sahutan yang membuat laki-laki tersebut sontak terdiam sebelum akhirnya ia memutuskan untuk masuk ke kamar adiknta sambil berkata, "Gue masuk." Laki-laki tersebut menatap sambil menggelengkan kepalanya pelan ketika melihat gadis tersebut masih memejamkan matanya dibawah selimut yang nyaman.
"De, bangun! Astaga lu gadis-gadis bangun siang mulu, calon suaminya di patok ayam lu nanti," celoteh Revan sambil melangkahkan kakinya untuk membuka hordeng yang masih tertutup.
Tia jelas menghalau sinar mentari dengan tangannya sambil berkata, "Ah silau Bang! Tutup lagi, gue masih ngantuk." Sambil kembali menutup tubuhnya dengan selimut yang membuat Revan sontak melotot tidak percaya.
"Sekolah De, sudah siang ini. Astaga," kata Revan yang kini berdiri tepat disamping ranjang sang adik, namun Tia masih setia menutup tubuhnya dengan selimut. "Gue mau bolos aja Bang, asli ngantuk banget," balas Tia dengan suara seraknya.
Revan menatap lekat gadis tersebut sambil menggelengkan kepalanya pelan sebelum akhirnya berkata, "Bolas bolos, Alex udah nungguin lu noh di depan."
"Suru– hah siapa lu bilang?" tanya Tia dengan mata yang membelalak kaget, gadis tersebut kini memposisikan dirinya duduk di atas kasur. "Alex teman lu?" tanya Tia seolah meyakinkan.
Revan menatap heran lalu menyahut, "Iya Alex teman gue, calon suami lu." Gadis tersebut jelas melongo tidak percaya. "Ya Allah ngapain si tuh cowok, bisa enggak si Bang teman lu jangan jemput gue mulu, sudah tahu gue males bangun pagi," cetus Tia yany kini merebahkan tubuhnya kembali di atas kasur.
"Bilang sendiri sana, sudah sana lu mandi daripada nanti Bubu yang nyamperin lu," kata Revan yang kini beranjak keluar dari kamar sang adik, Tia sontak kesal hingga menendang selimutnya. "ARGHHHH!!!" Gadis tersebut memukul kasur sebelum akhirnya ia beranjak turun dari kasur dan melangkah ke kamar mandi dengan malas.
Revan melangkah menuruni anak tangga menuju ruang keluarganya. "Loh, Tia mana Van?" tanya Rifan dengan bersandar disofa dengan kaki disilang.
"Lagi mandi Yah," jawab Revan yang kini duduk tepat berada di samping Alex yang menunggu sang adik.
Rifan hanya menggelengkan kepalanya pelan sambil berkata, "Anak itu kebiasaan banget bangun siang."
"Nurun Bubu," ujar Revan yang mmebuat Caca yang melangkah ke arah mereka sambil membawa minuman serta cemilan sontak menyela, "Heh, apaan bawa-bawa Bubu segala." Anak laki-laki tersebut hanya menyengir kuda saja membuat wanita paruh baya tersebut sontak memutar bola matanya jengah.
"Silahkan dinikmatin nak Alex sambil menunggu Tia," ucap Caca dengan lembut yang membuat Alex tersenyum manis lalu menyahut, "Iya Tan, makasih."
Revan menyahut, "Jangan malu-malu, lu kan beberapa tahun lagi jadi bagian keluarga sini." Caca dan Rifan sontak terkekeh pelan mendengarnya, sedangkan Alex sedikit terkejut namun akhirnya tersenyum kikuk karena diperhatikan.
"Adik kamu belum bangun Bang?" tanya Caca sambil sesekali melihat ke arah anak tangga.
"Lagi mandi Bu, dia mah cepat preparenya. Sebentar lagi juga turun," kata Reva, tak selang berapa lama benar saja suara derap langkah kaki menuruni anak tangga terdengar membuat mereka semua menoleh dengan secara bersamaan. "Tuh benarkan," kata Revan ketika melihat Tia kini sudah terlihat rapih dengan memakai seragam serta sweater creamnya.
Tia memicingkan matanya lalu berkata, "Ngomongin gue ya lu!" Dengan nada sarkas menatap ke arah sang abang.
"Dih ge'er lu," kata Revan yang jelas meledeknya, Tia hanya menatap garang sebelum akhirnya memutar bola matanya dengan jengah. Gadis tersebut kini mengalihkan pandangannya ke arah Alex yang berwajah datar namun harus ia akui kalau tampannya benar-benar nyata.
Tia berkata, "Ayuk berangkat, lu kesini mau jemput gue kan." Dengan nada yang sedikit sarkas yang membuat kedua orang tuanya sontak menoleh lalu berkata, "Queen! Kenapa kamu bicara seperti itu." Nada tegas dari sang ayah membuatnya terdiam membisu.
Alex beranjak berdiri lalu berkata, "Om, Tante kalau gitu kita berangkat sekolah ya." Sambil berpamitan.
"Kalau gitu Revan juga berangkat," kata Revan yang kini beranjak berdiri lalu menghampiri kedua orangtuanya untuk berpamitan, gadis tersebutpun juga berpamitan sebelum akhirnya melangkah keluar rumahnya.
Caca menggelengkan kepalanya pelan menatap anak gadisnya yang ia akui emang mirip denganya. "Mas, kamu yakin mau menjodohkan Queen dengan Alex?" tanya Caca sambil menatap ke arah sang suami.
Rifan mengerutkan keningnya lalu bersandar di sofa sebelum berkata, "Kenapa harus enggak yakin? Alex anak yang baik, keluarga besarnya juga kita kenal semua. Aku saja bisa menaklukkan kamu, masa Alex enggak bisa menaklukkan Queen." Caca yang mendengar reflek menoleh ke arah gadisnya yang kini menaikkan kedua alisnya.
"Kamu mah malah banggain diri kamu sendiri," cetus Caca sambil menyenderkan tubuhnya ke bahu sang suami, Rifan mengusap pelan pucuk rambut sang istri sambil tersenyum tipis. "Bagaimana kalau kita liburan ke Paris, nenikmati waktu berdua," ucap Rifan.
Caca sontak menyela, "Kaya anak muda saja kamu Mas ngajak liburan."
"Ya enggak papa, lagipula aku sudah pesan tiketnya. Minggu depan kita berangkat," kata Rifan dengan entengnya yang membuat Caca menegapkan tubuhnya menatap terkejut ke sang suami.
Sedangkan di sisi lain Rifan, Revan melajukan motornya beriringan menuju ke sekolahan mereka. Hingga 15 menit berselang, dengan kecepatan penuh dan menyelip sana sini mereka akhirnya sampai di gerbang sekolah tanpa pikri panjang 2 motor tersebut terparkir di tempat parkiran biasa. "Lu marah?" tanya Alex ketika melihat raut wajah gadis tersebut seolah tidak ceria.
Tia memberikan helm tersebut setelah turun dari motor kepada Alex, setelahnya ia berlalu begitu saja tanpa berbicara apapun, jels Alex mengerutkan keningnya bingung. "Kayanya dia marah sama lu gara-gara lu jemput dia mulu," kata Revan sambil menepuk bahu sahabatnya.
"Orang-orang mau dijemput, lah ini malah marah," cetus Alex yang tidak habis pikir.
Revan jelas terkekeh mendengarnya lalu berkata, "Nah itulah bedanya adik gue sama cewek lain." Dengan nada sedikit bangga, ia tersenyum manis sambil menaikkan kedua alisnya.
Kedua laki-laki tersebut melangkahkan kakinya bersama nenyusuri koridor sekolahan, jelas siapa yang tidak tertarik untuk melihat kedua laki-laki yang menyandang status mostwanted sekolahan dengan tingkat ketampanan tiada taranya. "Lu kapan mau nembak Queen?" tanya Revan tiba-tiba yang membuat Alex menoleh sambil mengernyitkan dahinya.
"Kenapa lu tiba-tiba nanya gitu?" tanya Alex.
Revan menyahut, "Ya enggak papa, emang si Queen dijodohin sama lu tapi enggak ada kemungkinan kalau Queen nemu pacar terus bisa batalin perjodohannya." Dengan nada santai yang membuat Alex terdiam sejenak menghentikan langkah kakinya.