Tia mengabaikan dan berusaha tidak emosi, namun lagi-lagi emosinya di pancing ketika tangannya di tarik paksa dan ia di dorong hingga pojok dinding toilet, raut wajah Tiara jelas menahan amarahnya.
"Lu tau enggak lu cuman cewek recehan," ucap Rika, yaps wanita tersebut kembali berulah kepada Tia. Sedangkan Tia hanya memandang dengan tatapan jijik kepada wanita tersebut, tangan Rika kini berada di leher Tia membuatnya sedikit meringis kesakitan.
Girly berkata, "Gimana rasanya tidur sama om-om." Dengan senyuman menyeringai meledek.
"Ya enak lah, secara kan nyokapnya juga tidur sama om-om alias murahan juga kaya anaknya. Oh apa mungkin keturunan?" tanya Rika dengan simis, Tanpa sadar ucapan wanita tersebut membuat Tia sungguh emosi, sorot mata yang tajam, aura yang tiba-tiba mencekam. Tia tiba-tiba melawan, ia kembali mencengkram leher dari Rika dan Girly hingga kepojok pintu masuk keluar toilet.
"Lu boleh ngehina gue, lu boleh ngatain gue. Tapi kalo lu bawa -bawa orang tua gue. Lu udeh nyari mati sama gue," kata Tia dengan nada yang dingin, dengan sorot mata yang tajam menahan emosi. Ia mencengkram leher keduanya dengan sangat kencang, hingga muka mereka memerah hampir kehabisan napas, Tia melepaskan tangannya, dan membiarkan mereka terjatuh duduk. Tia mencuci tangannya, bagi ia mereka berdua hanyalah debu.
"Bera..anni bera..ani nya l...u-" ujar Rika dengan nafas yang tersenggal.
Tia menoleh ke arah mereka berdua lalu berkata, "Matiin lu sekarang gue mampu." Sambil menyeringai yang membuat mereka berdua bergedik ngeri.
"Lu cuman enggak tahu bermain sama siapa, jaga sikap lu. Lu cuman sampah, karena cara lu sampah buat ngejatuhin gue," lanjut Tia. Sedangkan kedua wanita tersebut kini memegang lehernya yang sedikit perih karena cengkraman Tia.
"Besok lu liat kehancuran lu." Tia berbisik ketika melangkah keluar dari toilet. Sebenarnya ia masih sangat emosi ingin sekali menghabisi saat itu juga. Namun Tia masih berbaik hati untuk melihat kehancuran mereka esok hari, ia berjalan keluar sambil tersenyum miring.
"Dari mana aja lu, lama banget," Rega ketika melihat sahabatnya berjalan dengan wajah datar, Rega tahu bahwa ia dalam mode senggol bacok. Tia tak menjawab, ia langsung meminum minumannya yang telah tersedia , mereka yang di dekat wanita tersebut merasa heran, namun mereka mengerti.
"Gue ke mansion," ucap Tia, ia lalu mengambil kunci mobilnya dan melangkah keluar, tak peduli tatapan aneh yang mengarah padanya dari pengunjung cafe tersebut.
Tia mengendarai mobilnya dengan kecepatan penuh. Setelah beberapa menit ia melaju di jalan, ia sampai di mansion Om Dimas kembali, semua yang ada di sana menatap bingung karena gadis tersebut kembali lagi. Tanpa pikir panjang ia memarkirkan mobilnya, dan menutup kasar pintu mobil, hingga yang berada di sana tersontak kaget.
"HUAAAAA BRENGSEKKKKK!!!" seru Tia berteriak ketika masuk ke dalam mansion tersebut, ia lalu memukul samsak dengan sembarangan berkali-kali hingga tangannya memerah.
"LU BAKAL HANCUR DI TANGAN GUE!" Tia kembali berseru dengan lantang, mata sorot yang memerah tajam, seolah menandakan ia sangat marah. Semua berbisik sedang apa, dan apa yang terjadi. Salah satu di antara mereka melangkah menuju ke atas, untuk memberitahu sang pemimpin mereka.
Ketukan pintu membuat Dimas yang sedang bersantai menyahut dengan malas. "Masuk." Pria dengan umur yang sudah memasuki usian 40'an namun masih dengan wajah tampannya menoleh lalu bertanya, "Ada apa?"
"Nona Tia dibawah Tuan, sepertinya sedang emosi." Dimas yang tadinya bersandar kini beranjak berdiri, tanpa pikir panjang ia langsung keluar ruangannya dan menuruni tangga dengan tergesa-gesa.
Pria tersebut melihat dengan jelas gadis yang sedang emosi nan amarah tersebut dari ujung tangga. "TIA STOP!" kata Dimas sedikit lantang, gadis tersebut yang mendengarnya memberikan pukulan terakhir dengan sangat kencang membuat samsak tersebut berayun dengan kencang.
"Tarik nafas," ucap Dimas, Tia mengikuti perkataan pria yang sudah ia anggap sebagai Om-nya. Ia menarik nafas, dan menghembuskannya perlahan.
Dimas lalu berkata, "Ada apa kamu? Dateng-dateng kaya orang kesurupan."
"Kesel aja," balas Tia, Dimas yang mengerti lalu memeluk anak sahabatnya itu untuk menenangkan. Hampir satu jam Tia berada di mansion Dimas, ia tiduran, memakan cemilan milik Rega, dan menonton kartun.
Disisi lain Rega kini memasuki mansion sang Papah, matanya jelas melotot tidak percaya ketika melihat gadis yang sudah ia anggap sebagai adiknya srdang tiduran di sofa. "Belum pulang lu?" tanya Rega, Tia bangun sejenak untuk melihat Rega namun setelahnya ia merebahkan tubuhnya kembali.
"Belum, tanggung," jawan Tia, laki-laki tersebut melepas jaketnya dan melempar ke sofa.
Rega melihat ke sekitar gadis tersebut sebelum duduk, cemilan berserakan dimana-mana, namun ia seperti tidak asimg dengan bungkusan cemilan. Pok! Pukulan pelan mendarat di paha Tia yang membuat gadis tersebut meringis lalu mencetus, "Apaan si anjinc, sakit kamperet."
Rega menyela, "Lu malan cemilan gue kan! Udah gue bilang Tia, jangan makan cemilan gue!" Dengan nada kesal .
"Astaga Ga, sama adik sendiri pelit amad si lu!" seru Tia.
Rega mencetus, "Ogah lagi gue punya adik kaya lu!"
"OM! REGA JAHAT SAMA TIA!" seru Tia yang membuat Rega reflek menutup mulutnya lalu berkata, "Ngaduan mulu bangcat!" Gadis tersebut lalu memeletkan lidahnya seraya meledek ke laki-laki tersebut.
Rega kini bersandar di sofa, ia memakan cemilan sisa dari gadis tersebut. "Lu kenapa? Siapa lagi yang buat masalah?" tanya Rega, gadis tersebut hanya menoleh sambil mengerutkan keningnya.
Tia menjawab, "Biasa."
"Biasanya lu kan, enggak biasanya gue," balas Rega sambil memutar bola matanya dengan jengah.
"Rika," ujar Tia, Rega yang mendengar namanya langsung menengok ke arah gadis tersebut.
"Jangan bilang-"
Tia menyela, "Apapun yang lu pikirin semuanya benar." Sambil memakan ciki yang berada digenggamannya.
"Brengsekkk!"
"Berani-beraninya dia main-main sama lu," lanjut Rega. Tia hanya tersenyum miring mendengarnya.
"Fitnah itu?" tanya Rega, sedangkan gadis tersebut menatap kesal ke arahnya.
"Kan gue udeh bilang apapun yang lu pikirin bener, fitnah, dan soal gue abis balik dari toilet, semuanya bener. Lu tahu gue tanpa harus gue jelasin," ujar Tia lalu memutar bola matanya dengan malas. Rega hanya menyengir saja, lalu menggaruk tenguk lehernya yang tidak gatal.
Rega bertanya, "Terus gimana?" Lalu Tia tersenyum jahil yang membuat laki-laki tersebut bergedik ngeri.
"Gue mau mutilasi gimana? Terus gue kasih si cita," ucap Tia lalu tersenyum miring, Rega yang mendengar terlonjak kaget dan menatap horor ke arah gadis tersebut, sedangkan Tia meledek dengan memainkan kedua alisnya.
"Belajar gila lu!" seru Rega tidak habis pikir.
Tia menatap lekat ke arah Rega selaku sahabat yang sudah ia anggap sebagai abangnya sendiri lali berkata, "Gue udeh lolos untuk gila, jadi gak usah belajar." Lalu tertawa. Membuat Rega menatap ngeri ke arah yang sudah ia anggap sebagai adiknya, memang Tia di mata Rega adalah malaikat kematian jika sudah dalam mode amarah.
"Ya gak mutilasi juga Ti," cetus Rega.
"Yak enggak lah, gue juga masih inget dosa." Sambil menaikkan kedua alisnya.
"Gue buat babak belur doang, sama buat malu. Itu pelajaran paling pantes buat mereka," lanjut Tia. Sedangkan laki-laki tersebut hanya menggelengkan kepalanya ketika mendengar penuturan dari Tia.
Rega berkata, "Jangan nyari masalah Ti, ingat tujuan lu bela diri bukan untuk menjadi jagoan."
"Siap Tuan Rega." Ia lalu tertawa yang membuat Rega juga ikut tertawa, namun tawanya terhenti ketika handphone Tia berdering tanpa pikir panjang ia mengambil handphonenya untuk melihat siapa yang meneleponnya.
Gadis tersebut lalu mengangkat teleponnya.
"Halo."
"Kamu dimana?
"Masih di Om Dimas."
"Sama siapa kamu kesana dan disana?"
"Sendiri, ini ada Rega yang nemenin disini." Tia lalu melirik ke arah Rega, sedangkan laki-laki tersebut hanya mengucap 'Siapa?' Tanpa suara.
"Kapan balik?"
Tia sejenak melihat ke arah jam tangannya. "Sebentar lagi juga balik, kenapa bang?"
"Jangan sampai malam." Tia yang mendengar hanya berdehem saja, dan telepon mati secara sepihak.
Rega bertanya, "Siapa?"
"Bang Rey," jawab Tia, Rega hanya ber Oh ria saja mendengarnya.
"Lu kan kesayangannya Bang Rey, pantes kalo dia khawatir tiap saat. Gilanya sama kaya lu dia, apalagi kalo berurusan sama lu. Aduh ampun dah gue, angkat tangan," ujar Rega, sedangkan gadis tersebut hanya tersenyum karena yang dikatakan Rega benar adanya, abang pertamanya emang sungguh kejam jika menyangkut keluarga apalagi jika menyangkut tentang dirinya.
Tia berkata, "Maklum cewek sendiri." Sambil menaikkan kedua alisnya.
"Iya, tapi jangan bandel juga kalau dibilangin, emang kaga pusing apa mikirin jawaban kalau lu kenapa-napa," cetus Rega.
Gadis tersebut hanya tertawa pelan mendengarnya. "Kalau enggak bandel bukan Tia namanya," ucap Tia.
Rega yang mendengar tanpa pikir panjang menjitak kepala gadis tersebut. "Terus lau mau balik jam berapa?" tanya Rega.
Tia menoleh dengan tatapan tajam yang membuat Rega menatap takut. "Lu ngusir gue? Gue bilangin ya sama Om Dimas," cetus Tia, lalu ia ingin bersiap untuk berteriak namun Rega dengan reflek menutup mulutnya.
"Lemes banget mulut lu asli," ujar Rega yang membuat Tia hanya bermenye-menye lalu bersedikap.
Gadis tersebut beranjak berdiri lalu merambet kunci mobilnya yang berada dimeja, ia melangkah melewati Rega yang terdiam menatap bingung. "Lu mau kemana maemunah?" tabya Rega.
"Balik, kan tadi lu ngusir gue," jawab Tia yant membuat Rega melotot tidak percaya.
Rega lalu berkata, "Gue kan tadi cuman nanya Ti, jangan marah yaelah lu." Tia terus melanjutkan langkahnya sambip menahan ketawanya, gadis tersebut lalu melajukan mobilnya keluar dari perkarangan mansion tersebut.
"Aish benaran pulang dia, ah bisa berabe kalau dia ngadu ke Bang Rey," ucap Rega seraya frustasi ketika melihat laju mobil Tia sangat kencang.
"Besok gue beliin ciki kesukaannya ajalah biar ngambeknya hilang," lanjut Rega dengan raut wajah pasrah sambil menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal.
Rega mengacak-ngacak rambutnya seraya frustasi karena gadis tersebut. "AISSSSHHH!!!"
Dimas baru saja selesa dengan pekerjaannya, ia melihat raut wajah sang anak yang tidak enak di lihat. "Kamu kenapa?" tanya Dimas, yang membuat Rega hanya mendongak saja namun tidak menggubris.
"Loh Tia mana?" tanya Dimas.
"Pulang," balas Rega dengan lesu.
Dimas berkata, "Tumben banget dia enggak pamitan." Dengan raut wajah heran, Rega yang mendengar hanya menghela nafasnya pasrah.
Sedangkan Tia kini melajukan mobilnya sambil menikmati lagu untuk menemani perjalanan pulangnya. "Gue yakin banget dia lagi ketakutan gue ngadu ke Bang Rey," gumam Tia sambil tertawa pelan.
Hanya butuh waktu 25 menit untuk Tia sampai dirumahnya, ia memarkirkan mobilnya di garasi setelah gerbang dibuka lebar oleh Pak Uta - Satpam. Gadis tersebut melangkahkan kakinya setelah keluar dari mobil dengan kunci mobil yang ia putar disela jemarinya. "Selamat sore, Tia cantik tiada tara sudah pulang," ucap Tia dengan lantang.
Rey dan Revan yang berada diruang keluarga jelas menoleh ke arah sumber suara. "Yeh si cempreng baru balik," ucap Revan, Tia yang mendengar jelas memanyunkan bibirnya.
"Langsung mandi sana kamu," ucap Rey, Tia yang mendengar hanya mengangguk saja lalu melangkahkan kakinya menaiki anak tangga namun sebelum itu ia memeletkan lidahnya ke arah Revan.
Revan yang melihat jelas berkata, "Yehu bocil!" Membuat Rey menatap ke arah belakang lalu menggelengkan kepalanya ketika kenapa adik keduanya berkata seperti itu.
"Tia." Gadis tersebut yang mendengar namanya jelas menghentikan meledek Revan, gadis tersebut lalu melanjutkan langkahnya menaiki anak tangga.
Sedangkan disis lain Alex kini sedang berada di balkon kamarnya, ia menatap sorenya langit sambil menikmati rokok ditangannya, laki-laki tersebut menghembuskan kepulan asap dari mulutnya. "Kenapa dia cantik banget si," guman Alex sambil menatap foto gadis yang membuatnya jatuh hati, ia tersenyum tipis.
"Woy!"
Alex jelas terlonjak kaget lalu menoleh ke arah belakang. "Ngapain lu disini?" tanya Alex dengan santai, Bary yang mendengar pertanyaan sahabatnya tidak menggubrisnya, ia kini duduk di kursi yang berada dibalkon tersebut.
Laki-laki tersebut lalu melangkah dan duduk di kursi sebelah sahabatnya. "Tumben lu ngerokok, ada apa nih? Masalah atau lagi pengen aja," cetus Bary lalu sambil mengambil sebatang rokok.
"Kepo banget si lu," ujar Alex yang membuat Bary menoleh melotot tidak percaya.
Kedua laki-laki tersebut menikmati langit yang mulai menggelap dengan sesekali menghembuskan kepulan asap dari mulutnya. "Gue nginep ya Lex," ucap Bary.
"Gue larang juga enggak akan mempan kan," cetus Alex yang membuat Bary tertawa pelan yang tanpa sadar membuat laki-laki tersebut juga tertawa.
Bary menoleh singkat ke sang sahabat lalu bertanya, "Lex lu serius suka sama Tia?" Alex yang mendengar pertanyaan tersebut jelas menatap sahabatnya dengan lekat.
"Pikiran lu jangan aneh-aneh, gue cuman nanya," cetus Bary.
Alex yang mendengar lalu tersenyum menyeringai. "Entahlah, tapi gue senang kalau melihat dia senyum, gue tenang kalau ngelihat dia baik-baik saja," jelas Alex.
Bary yang mendengar hanya manggut-manggut saja, sambil sesekali tertawa. "Gue baru kali ini lihat lu ngomongin cewek sampai segitunya, apalagi pas lu marah waktu lalu," ujar Bary.
"Rasanya nyaman banget kalau ngelihat dia Bar," ungkap Alex sambil tersenyum manis yang membuat Bary yang melihat juga ikut tersenyum.
Tia kini telah selesai membersihkan tubuhnya, ia memakai baju santai lalu keluar kamar menuruni anak tangga, tujuannya apalagi kalau tidak mencari cemilan di kulkas bawah. "Nyari apa sayang?" tanya Rey ketika melihat samg adik berdiri di depan kulkas yang terbuka.
"Cemilan, tapi enggak ada," ucap Tia denganraut wajah cemberut.
Rey mengelus pelan kepala sang adik laku berkata, "Kita belanja sekarang." Tia menatal membinar ke arah sang abang pertama.
"Yea. Ayuk Bang," ucap Tia dengan senang, ia langsung merangkul tangan Rey dan menggeretnya keluar jelas itu membuat Rey hanya menggelengkan kepalanya dan menatap gemas.
Rey berkata, "Iya iya sabar dong, Abang ambil kunci dulu." Tia langsung melepas rangkulan tangannya dan membiarkan sang abang mengambil kuncinya.
Setelah itu, mereka berangkat untuk berbelanjan cemilan dengan diiringi lagu yang menemani perjalanan mereka. "Besok abang pesanin kulkas ya," ucap Rey.
"Buat apaan Bang?" tanya Tia sambil mengerutkan keningnya.
Rey menjawab, "Ya buat kamu stok cemilan dan Abang enggak suka penolakan kali ini." Tia hanya tersenyum lalu mengangguk pasrah mendengar perkataan sang abang pertama.
"Atau kita sekalian nyari kulkasnya sekarang," lanjut Rey.
Tia jelas menoleh ke arah sumber suara. "Bang, besok aja enggak papa kok," balas Tia.
"Sekalian De, biar kamu yang pilih," kata Rey, Tia hanya menghela mafasnya pasrah, bagaimana pun ia tidak bisa menolak karena menolakpun percuma baginya.