Bab 5

2134 Kata
Sinar mentari kini mengambil alih gelapnya malam, silaunya mentari kini memasuki kamar gadis yang masih terlelap dibawah selimut namun dering alarm membuatnya terusik dan membuka matanya perlahan. Tia merentangkan tangannya, ia terduduk di kasurnya lalu mengucek matanya perlahan. Tanpa pikir ia turun dari kasurnya dan berjalan ke arah kamar mandi, karena ini hari biasa untuk sekolah. Di sisi lain keempat orang sedang berkumpul diruang makan. "Tia belum bangun?" tanya Rey sambil melihat ke arah tangga. Revan menghendikkan bahunya. "Sebentar lagi juga turun Bang," ujar Caca. "Abang takut dia kesiangan Bu," ucap Rey. Tak selang berapa lama gadis tersebut melangkah menuruni tangga dengan seragam yang telah ia pakai, dan tas yang digendong disebelah kanan. "Morning semua," ucap Tia kepada semua keluargany, mereka yang mendengar jelas menoleh ke arah sumber suara. Rey tersenyum tipis lalu menjawab, "Morning De." "Morning bocil," balas Revan yang membuat Tia menatap kesal. "Morning anak cantik," ujar kedua orang tuanya dengan kompak, Tia lalu menarik kursi dan duduk bersama keluarganya. Caca bertanya, "Kamu mau sarapan apa Kak?" "Roti aja Bu," ujar Tia. Sang Ayah yang mendengar jelas berkata, "Sarapan nasi Kak, roti mulu kamu." "Lagi enggak pengen Yah, nanti malah sakit perut," jelas Tia yang membuat Rifan hanya menggelengkan kepalanya. Sang Ibu kini memberikam roti yang telah di olesin selai kepada anak gadisnya. "Biarin Mas, daripada enggak sarapan," ucap Caca. Tia berkata, "Terimakasih Bu." Ketika menerima roti tersebut. Keluarga tersebut menikmati sarapan bersama sambil sesekali mengobrol tentang apapun. Rey bertanya, "Mau Abang anterin De?" Ketika melihat sang adik melihat ke arah jam tangan yang dikenakan. Tia terdiam sejenak, sempat ragu namun ia sedang malam membawa mobil sendiri apalagi motor. "Boleh deh Bang, Tia lagi males bawa mobil," cetus Tia. "Terus kamu pulang nanti mau dijemput?" tanya Rifan. Reya menoleh ke arah adik keduanya. "Revan, nanti pulang bareng Tia," ucap Rey memerintah, Revan yang sedang asik melahap sarapannya menoleh ke arah sumber suara lalu mengangguk pasrah yang membuat Tia menaikkan kedua alisnya. "Ayuk Bang," ajak Tia yang membuat Rey hanya mengangguk sambil tersenyum. Rey berkata, " Yah, Bu, Rey duluan ya." Sambil mengecup singkat punggung tangan kedua orang tuanya, tidak lupa cipika cipiki kepada sang Ibu yang sudah menjadi hal biasa. "Tia juga ya," ujar Tia lalu berpamitan juga. Mereka berdua kini melangkah keluar dan langsung menaiki mobil. Tanpa pikir panjamg Rey melajukan mobilnya dengan kecepatan standar keluar dari perkarangan rumahnya. "Bang, tadi sampai gerbang saja ya," ucap Tia. Laki-laki dengan rahang tegas nan tampan tersebut jelas menoleh ke arah sumber suara. "Kenapa?" tanya Rey. "Enggak papa Bang, biar Abang langsung pergi kerja nanti," balas Tia. Rey mengerutkan keningnya bingung, namun beberapa detik kemudian ia mengangguk mengikuti saja perkataan sang adik perempuannya. "De, kalau ada apa-apa kabarin ke Abang ya, kamu tahulan Abang enggak suka ada yang ngusik kamu," jelas Rey yang membuat gadis tersebut hanya mengangguk dengan raut wajah menggemaskan. "Tia bakal jaga diri kok Bang, lagi jugakan ada abang Revan," balas Tia. 20 menit kemudian, Rey menghentikan laju mobilnya setelah sampai di gerbang sekolah sang adik. Gadis tersebut lalu melepas seatbelt-nya ketika sang abang menghentikan laju mobilnya. "Dah Abang," ucap Tia, gadis tersebut lalu turun dari mobil diiringi senyuman tampan dari Rey. Setelah sang adik perempuannya turun dari mobilnya, ia belum melajukan mobilnya ia mengambil handphonenya lalu menelepon seseorang yang bulan lain adalah Rega. "Halo Bang, kenapa?" "Lu dimana?" "Di sekolah nih, kenapa bro? Ada perlu?" "Jagain Tia, kabarin kalau ada apa-apa, orang suruhan gue juga jaga-jaga dari jarak jauh." "Siap." Rey lalu mematikan teleponnya setelah mendengar jawaban dari Rega. Setelah itu ia melajukan mobilnya menjauh dari gerbang sekolah sang adik, Rey memanglah family - man, apalagi jika menyangkut adik perempuan satu-satunya, Siapapun yang menganggu di pastikan tidak akan aman dan tidak akan bisa lari dari pantauannya. Rega menghela nafasnya. "Bisa-bisanya gue terjebak di antara adik dan abang yang sama-sama kejam." Sambil menggelengkan kepalanya pelan, ia lalu memasukkan handphonenya ke saku celananya. Di sisi lain gadis tersebut melangkah melewati lorong sekolah, namun bisikan-bisikan yang membuat ia emosi terdengar nyaring ditelinganya. Lihat deh tadi dia di anter mobil mewah. Abis di anter g***n ya. Om mana lagi nih. Gilaa ya enggak malu di anter Om depan gerbang pisan. Enggak tau malu. Gue jadi dia? Udeh hengkang dari ini sekolah. Pantes bisa masuk sekolah sini, ternyata di biayain sama Om. Gadis tersebut jelas tersenyum miring, mereka melihat namun tidak tahu kebenarannya. Ia terus berjalan menyusuri lorong sekolah tanpa memperdulikan bisikan-bisikan yang membuat kupingnya panas. Bruk! Tia memegang bahunya yang di tubruk dengan sengaja oleh seseorang, soorot mata Tia tajam ke arah seseorang yang ada di hadapannya, ia menyeringai membuat siapapun yang di sana dapat merasakan hawa ngeri. Kali ini mungkin orang yang ada di hadapannya tidak akan selamat dari tangan gadis tersebut. "Hai Nona murahan," kata Rika. Yaps itu Rika yang berkali-kali mencari masalah kepada seorang Tia dan tidak ada kapok-kapoknya. Tia hanya mengeluarkan smirknya, sambil menatap tajam ke arah Rika dkk. Rika mencengkram keher Tia yang membuat gadis tersebut sedikit tercekat namun masih dengan tatapan tajamnya. "Lu enggak bisa apa-apa sekarang," cetus Rika, ia semakin mencengkram lehe Tia. Tanpa pikir panjang gadis tersebut juga langsung mencengkram leher Rika, lalu menyudutkannya ke tembok yang membuat Rika hampir kehabisan nafas. "Hey kalian! Hentikan!" seru Seorang guru yang melihat mereka saling mencengkram. Tia pun melepaskan cengkramannya lalu pergi dengan sengaja menubruk bahunya Rika dengan kasar. Tia kini melangkah memasuki ruang kelasnya, ia langsung di suguhi oleh tatapan jijik oleh satu kelas terutama para siswi. Tia merasa bodo amat, dan melanjutkan kembali untuk duduk ke tempat duduk yang sudah ada teman-temannya. Namun ia lihat ketiga temannya diam seolah tak menganggap ia tak ada. "Kalian kenapa?" tanya Tia, namun mereka bertiga tidak menggubris. Tia lalu duduk dengan perasaan bingung, sebenarnya hati nya bertanya apa yang terjadi kepada tiga sahabatnya. Waktu berjalan begitu lambat bagi gadis tersebut ketika ketiga sahabatnya masih diam membisu kepadanya selama pelajaran berlangsung. Kini bell istirahat berbunyi, Siska yang sebangku dengan Tia beranjak berdiri lalu berjalan ke arah belakang, tanpa meminta ataupun menegur gadis tersebut. Siska, Rayna, Rima berjalan keluar tanpanya, Tia yang melihat jelas merasakan sakit hati, tangannya terkepal namun sudut matanya juga mengeluarkan air mata. Tia keluar sendiri ke arah kantin tanpa mereka, tentu mendapat bisikan-bisikan yang negatif. Eh kok sendirian, di jauhin ya. Eh kasihan deh di jauhin. Beruntung deh mereka bertiga sadar dari sekarang, dari pada malu temenan ama dia. Hahaha kasian yaa di jauhin. Emang pantes si di jauhin. Itulah seidkit bisikan-bisikan yang Tia dengar, Ia mengepalkan tangannya sepanjang jalan menahan emosi, ia sungguh tidak perduli, ia yakin tiga sahabatnya tidak mempercayai gosip murahan yang tersebar begitu saja. "Hei." Tia melambaikan tangan ke mereka bertiga yang terlebih dahulu duduk di tempat mereka biasa duduk. Ia menghampiri sahabatnya, namun ketiga sahabatnya masih tak menggubris kehadirannya, malah ia mengobrol tanpa menganggap gadis tersebut ada di samping mereka. "Gue si Sis enggak mau punya temen yang main sama g***n," sindir Rima. "Iya lah gue juga, mencoreng nama baik aja ish," nimbrung Siska. Rayna menyela, "Kenapa harus murahan kaya gitu ya." Tia yang mendengar jelas menyeringai sinis ke arah mereka, sungguh lucu baginya ketika tiga orang yang ia anggap sahabat malah kemakan gosip yang tidak benae. Sedangkan di sisi lain, segerombolan pria sedang duduk dipojok meja kantin yang menjadi tempat mereka nongkrong. Revan dan Rega saling menatap satu sama lain ketika melihat bahwan Tia dari kejauhan. Bary berkata, "Van adik lu lagi digosipin satu sekolahan." Alex yang awalnya tidak mau menimbrung merapatkan duduknya ke arah sahabatnya. "Lu diem aja Van?" tanya Riko. Rega tersenyum miring lalu berkata, "Lu percaya gak? Tia bisa selesaikan masalahnyan sendiri dengan tuntas tanpa tersisa." Sambil menatap ke arah Tia yang membuat mereka juga mengikuti arah pandang Rega, laki-laki tersebut sangat tahu apapun soal Tia melebih abang kandungnya. "Kaco si kalo ini sampe fitnah mah," cetus Bary. "Eh tapi bener tadi Tia di anter mobil mewah, lu tau siapa Van?" tanya Riko, Revan yang mendengar pertanyaan sahabatnya tak menggubris, ia masih memperhatikan sang adik dengan sangat lekat, ia berfikir kenapa tidak melawan, namun ia tahu adiknya pasti sudah merencanakan hal besar. Semua penghuni kantin menatap ke arah gadis yang masih setia berdiri di tengah-tengah sahabatnya dengan tatapan seolah ingin mematikan, namun Tia sama sekali tak menggubris. Tia lalu tertawa sinis yang membuat semua penghuni kantin menatap heran terutama mereka bertiga yang ada dihadapan gadis tersebut. Raut wajahnya kini berubah menjadi datar lalu bertanya, "Ini nama nya sahabat?" Hatinya sesak mempertanyakan hal tersebut terutama menatap mereka bertiga yang kini terdiam. "Gue percaya sama lu bertiga untuk jadi sahabat gue, tapi nyatanya pas gue di timpa gosip kaya gini kalian sama sekali enggak berpihak ke gue, malah kalian nyalahin gue seolah gue ngelakuin hal murahan kaya gitu. Gue enggak perduli sama omongan orang, karena gue yakin gue ada sahabat, tapi sekarang kalian ngebuktiin kalo ternyata gue enggak ada sahabat." Nafasnya terasa tercekat mengungkapkan semuanya. Tia menarik nafasnya dalam-dalam sebelum kembali berkata, "Satu hal, kalo kalian kecewa sama gue atas gosip yang belum tentu benar, gue jauh lebih kecewa di banding kalian." Air matanya sudah tidak tertahan lagi, ia melangkah keluar dari kantin dengan deraian air mata yang membuat ketiga orang tersebut saling menatap satu sama lain dan tertunduk lesu. Rega jelas terlihat emosi, ingin beranjak berdiri ingin menghampiri gadis tersebut namun tepukan bahu darinAlex membuatnya menoleh. "Biar gue aja," ucap Alex, tanpa pikir panjang laki-laki tersebut menyusul Tia. "Kasih kesempatan buat doi," ucap Bary. "Van, gue enggak terima kalau adiknya sahabat gue digituin," cetus Riko. Revan berkata, "Kita cari tahu siapa yang buat ulah kaya gini.", "Gue ngeri kalau Rey yang turun tangan," bisik Rega yang membuat Revan menoleh, ia lupa kalau sang abang adalah orang yang berbahaya jika tahu kalau Tia di gosipin kaya gini. Dering telepon membuat Rega menoleh ke arah Revan, begitu juga dengan kedua sahabat lainnya. "Siapa Van?" tanya Bary "Sebentar, gue angkat telepon dulu," ucap Revan lalu beranjak berdiri dan menjauh dari ketiga sahabatnya. "Halo Bang." "Tia baik-baik saja? Perasaan gue enggak enak soal dia." Revan terdiam sejenak sambil sesekali melihat ke arah sahabatnya yang sedang mengobrol kecuali Rega yang memperhatikannya. "Baik kok Bang." "Duh, maaf bang gue bohong. Demi kebaikan," batin Revan. "Oke, kabarin kalau ada apa-apa. Rega gue telepon enggak di angkat soalnya." "Iya Bang." Revan bernafas lega ketika teleponnya sudah dimatikan oleh sang abang, ia kembali bersama sahabatnya yang menatap penasaran kecuali Rega. Riko bertanya, "Siapa Van? Kok muka lu pucat habis teleponan." "Biasalah," balas Revan. Riko menyela, "Si bambank ditanya siapa malah biasalah. Ora nyambung lu kamperet." Revan lalu tertawa mendengarnya seolah untuk mengalihkan pembicaraan tersebut. "Pesan makanan ayok," ujar Riko, Bary lalu menaikkan kedua alisnya. Mereka berdua lalu beranjak untuk memesan makanan. Rega bertanya, "Bang Rey pasti nanyain Tia ya?" "Iya, gue bilang Tia baik-baik saja," kata Revan. "Lu bohong?" tanya Rega tidak percaya. Revan menoleh ke arah sahabatnya lalu berkata, "Mau gimana lagi Ga? Kalau gue jujur, bisa bahaya buat orang yang nyari masalah sama Tia. Lu tahukan Bang Rey gimana." Rrga terdiam sejenak mendengar perkataan Revan, yang dikatakan sahabatnya ada benarnya juga. "Van, Bang Rey punya suruhan buat ngejaga Tia, gimana kalau mereka tahu dan ngadu ke Bang Rey?" tanya Rega yang membuat Revan terdiam, mereka saling menatap dan tanpa sadar Bary Riko telah datang kembali. "Lu berdua masih normalkan?" tanya Riko. Revan langsung menatap ke arah sumber suara. "Masih lah anjrot!" seru Revan. Bary menyela, "Syukur deh. Habisnya lu berdua tatap-tatapan gitu si. Jadi ngerikan gue." Gadis tersebut berlari ke arah kelasnya, jelas semua yang melihat hanya memandang bingung terlebih air mata yang terus mengalir dari sudut matanya. Tia mengambil tasnya dan kembali keluar. Sedangkan disisi lain Alex mencari dari sudut kamar mandi. "Ada Tia di dalam enggak?" tanya Alex. "Enggak ada." Alex menghela nafasnya lalu berlari, tujuannya kini ke kelas gadis tersebut, semua yang melihat laki-laki yang terkenal dengan ketampanan tersebut hanya melongo saja menganggumi. "Tia!" seru Alex ketika berada didepan pintu kelas gadis tersebut. Alex bertanya, "Tia mana?" Mereka saling menatap satu sama lain membuat Alex menghela nafasnya dengan tatapan percuma. "LU SEMUA PADA NGELIHAT TIA ENGGAK?!" seru Alex yang membuat mereka yang mendengar jelas terkejut dan takut. "Tia tadi keluar, bawa tas," jawab seseorang dengan nada takut. Alex tanpa pikir panjang berlari kembali mencari Tia, namun kini ia berlari ke arah kelasnya terlebih dahulu untuk mengambil hoodie lalu melangkah ke arah parkiran. Ketiga wanita terdiam atas perkataan Tia, mereka memikirkan perkataan gadis tersebut hingga makanan yang ada dihadapan mereka hanya di aduk-aduk saja. "Apa kita udah keterlaluan?" tanya Rayna. "Kita jugakan enggak tahu kebenarannya," sela Rima. Siska berkata, "Kita harus minta maaf kayanya." "Kenapa tadi kita bisa sejahat itu ya, padahal kita enggak tahu yang sebenarnya. Selama ini Tia baik sama kita, dan percaya sama kita," cetus Rayna. "Gue salah banget udah ngomong kaya gitu," ujar Rima. Siska berkata, "Sama." Mereka berdua menunduk saling merasa bersalah telah termakan dengan gosip yang mereka tidak tahu kebenarannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN