Bell pulang sekolah berbunyi, semua berhamburan untuk bergegas keluar ruang kelas tentunya setelah sang guru yang mengajar telah keluar terlebih dahulu, sebagian juga masih sibuk memasukkan barang-barangnya ke dalam tas mereka. "Kita mau ngomong sama lu!" kata Rima dengan sorot mata yang penug selidik membuat Tia yang kini menutup tasnya mendongak menatap heran satu sama lain.
"Yasudah ngomong," kata Tia dengan santainya, ketiga sahabatnya menatap satu sama lain yang membuat Tia semakin memgernyitkan dahinya. "Kita ke cafe` yang dekat sekolah," ujar Siska.
Rayna menimbrung, "Iya kita ngobrol di situ saja." Gadis tersebut sempat terdiam sejenak sebelum akhirnya membalas, "Oke." Mereka berempat kini melangkahkan kakinya keluar ruang kelasnya beriringan.
"Kita bertiga mau ngobrol dulu sama Tia, kalau lu mau bareng dia nanti jemput dia di cafe` dekat sekolah setelah kita selesai ngobrol," jelas Siska ketika melihat Alex.
Bary bertanya, "Ngobrolin apasi kayanya penting banget?"
"Mau tahu aja urusan orang!" ketus Rayna yang membuat Bary menoleh dengan sorot mata yang terkejut, Riko hanya mengelus pelan punggung sahabatnya.
Tia berkata, "Nanti gue chat kalau sudah kelar."
"Kita bareng," balas Alex yang membuat ketiga sahabat Tia sontak melotot tidak terima. "Eng–" perkataan Tia untuk menolak jelas dipatahkan oleh Rima, "Silahkan tapi beda meja, dan jauhan dikit."
Rega tersenyum senang lalu menyahut, "Deal!" Sambil merangkul Alex yang kini menoleh dengan sorot mata yang heran, namun kode mata dari Rega. "Udah iyain saja," bisik Rega sambil menyengir kuda.
Mereka bersembilan kini melangkahkan kakinya menuju parkiran dan naik ke motor masing-masing, dan Tia memutuskan untuk naik motor bersama Rayna. "Kok lu naik disitu?" tanya Alex dengan bingung.
"Ribet, gue kan mau ngobrol sama mereka," kata Tia.
Delapan motor melaju dengan kecepatan standar menjaug dari area gerbang sekolahan, mereka saling beriringan dengan motor cewek di depan sedangkan The Boy's dibelakang. Hingga beberapa menit kemudian, mereka telah sampai disebuag cafe` temoat nongkrong anak sekolahan, selain karena wifi gratis disini makanannya enak dan harganya terjangkau. "Ingat jauhan," ucap Rima memperingati ketika mereka berada didepan pintu cafe` tersebut.
"Bawel banget. Iya jauhan, asal jangan hati kita yang jauhan," kata Rega yang membuat keempat sahabatanya menoleh dengan raut wajah yang tidak percaya.
Revan menoyor dengan mulusnya lalu mencetus, "Enggak pante ego lu gombal receh kaya gitu."
Keempat gadis tersebut kini memasuko cafe` tersebut lalu memilih meja yang pas untuk mereka berbicara, Tia hanya mengikuti saja walau dirundung kebingungan seolah ingin rapat besar. "Sebenarnya kalian mau ngomong apa si sampai harus ke cafe` dan mereka enggak bisa gabung?" tanya Tia dengan nada serius dan sorot mata yang mengarah ke arah kelima laki-laki yang duduk sedikit jauh dari meja mereka.
"Enggak bisa jauh banget sama pacar emang?" tanya Rayna dengan sedikit letus yang membuat Tia terdiam sejenak lalu menjawab, "Apaan si lu Na, kok jadi bahas pacar." Ketiga sahabatnya menghela nafasnya secara gusar menatap lekat ke gadis tersebut.
Rima bertanya, "Dari kapan lu jadian sama Alex?" Dengan nada yang serius membuat Tia kini menatap secara berganti ke arah ketiga sahabatnya yang menatapnya penuh selidik. "Jadian apa si, orang enggak!" seru Tia menolak yang membuat Rima, Rayna serta Siska menatap satu sama lain.
"Enggak jadian gimana? Orang jelas-jelas tadi dikantin Alex bilang kalau lu udah jadi hak milik dia," jelas Rayna dengan serius.
Gadis tersebut terdiam sejenak lalu menoleh ke arah laki-laki yang kini sedang menatap seraya memperhatikan. "Jujur saja si, lu berdua sudah jadian kan?" tanya Siska dengan sorot mata yang meminta jawaban.
"Gue enggak jadian, tapi gue dijodohin sama dia," kata Tia dengan lancarnya membuat ketiga sahabatnya jelas terkejut hingga teriak kompak berkata, "Hah? Apa! Lu seriusan?!" Semua pengunjung yang berada disana sontak menoleh ke arah keempat gadis tersebut, begitu juga dengan kelima laki-laki yang mendengar.
"Mereka ngapain teriak gitu si?" tanya Bary.
Tia berkata, "Bacot kalian tolong ya di kontroll!" Dengan sedikit berbisik, setelahnya ia melihat ke arah pengunjung sambil tersenyum canggung seolah meminta maaf atas teriakan ketiga sahabatnya. "Lu seriusan? Ini buian aprilmop loh Ti!" seru Siska.
Rima menimbrung, "Lu jangan ngerjain kita ya Ti!"
"Gue serius," kata Tia yang membuat ketiga sahabatnya menatap satu sama lain sebelum akhirnya menoleh ke arah Alex yang menatap mereka bingung. "Mata lu pada mau gue colok?" tanya Tia dengan nada serius.
Rayna menyela, "Kenapa lu baru jujur sama kita?"
"Ya karena terkadang mulut kalian kan lambe," cetus Tia, gadis tersebut lalu melambaikan tangannya untuk memanggil pelayan cafe` tersebut. "Mbak saya mau milkshake, sama cemilan yang recommend disini bawain saja," kata Tia tanpa melihat bukun menu yang di bawa oleh pelayan tersebut.
"Ada lagi Kak tambahannya?" tanya Pelayan tersebut, Tia sontak menatap ke arah ketiga sahabatnya yang masih terdiam atas apa yang mereka dengar. "Kalian mau pesan apa?" tanya Tia dengan sorot mata yang datar.
"Saya orange juice saja."
"Saya es kopi saja."
"Es lemon tea.* Pelayan tersebut mencatata apa yang diucapakan oleh ketiga gadis tersebut, hingga ia mengulang pesanan mereka agar tidak salah. "Sudah semua Kak?" tanya Pelayan tersebut yang membuat Tia tersenyum tipis lalu mengangguk.
Pelayan tersebut berkata, "Kalau gitu ditunggu ya Kak pesanannya." Setelahnya pelayan tersebut melangkahkan kakinya menjauh dari keempat gadis tersebut.
"Awal ceritanya gimama Ti? Kok bisa lu tiba-tiba dijodohin gitu? Terus nikahnya kapan?" tanya Siska cerocos dengan santainya membuat Tia yang mendengar hingga bersandar di kursi yang ia duduki.
Rima menoleh ke arah Siska sambil memutar bola matanya dengan jengah. "Lu beon banget si, Tia sama Alex itu masih sekolah anju, lu udah tanyaon kapan nikahnya," kata Rima yang tidak habis pikir akan pertanyaan sahabatnya.
"Ya kali saja gitu," balas Siska yang membuat Rima menggelengkan kepalanya pelan.
Rayna menyela, "Tapi emang gue penasaran."
"Gue juga enggak tahu gimana ceritanya bokap nyokap gue kepikiran mau jodohin gue, berasa tinggal di jaman siti nurbaya t*i enggak si gue!" kesal Tia.
"Terus lu nikah kapan?" tanya Siska yang membuat kedua sahabatnya memutar bola matanya jengah, sedangkan Tia hanya menatap datar kalu menghendikkan bahunya sambil berkata, "Manaketehe, cuman gue mau batalin perjodohan itu."
Rima bertanya, "Kenapa? Lu enggak naksir sama Alex?"
"Heh lu serius nolak cowok ganteng?" tanya Siska, Tia terdiam sejenak sebelum akhirnya melirik ke arah Alex yang masih memperhatikan ke arah meja. "Gue takut ngecewain dia," jawab Tia yang lalu menghela nafasnya gusar.
Ketiga sahabatnya yang mendengar sontak menatap satu sama lain lalu tertawa secara bersamaan, Tia yang melihat jelas mengerutkan keningnya dengan bingung. "Apa? Seorang Tia takut kecewain laki-laki? Aduh mbak, bukannya itu sudah sering terjadi," cetus Siska dengan entengnya.
Rayna berkata, "Kayanya lu seriusan suka deh sama Alex."
Tia menyela, "Yang enggak suka sama cowok model Alex siapa? Buta berarti matanya, gue mah enggak munafik si." Rayna yang mendengar sontak terkekeh pelan saja.
"Ya terus kenapa?" tanya Rima yang menatap dengan raut wajah bingung sekaligus meminta jawaban.
"Banyak yang enggak dia ketahui soal gue," jawab Tia yang menbuat ketiga sahabatnya menatap lekat lalu menoleh ke arah Alex yang kini beranjak berdiri. "Eh Alez kayanya mau kesini deh," bisik Siska.
Gadis tersebut yang mendengar sontak menoleh ke arah Alex yang memang sedang melangkah ke arah meja mereka dengan raut wajah datar yang tampan dan memposan, bahakan pengunjung sana yang sebagian anak-anak sekolah darimanapun memperhatikan dengan kagum ke Alex. "Sudah selesai?" tanya Alex.
"Belum, lu enggak lihat makanan gue saja belum datang," jawab Tia sambil melirik ke arah mejanya yang kosong, Alex hanya terdiam saja berdiri tepat disamping Tia yang membuat gadis tersebut sedikit risih.