Bab 53

1252 Kata
Waktu silih berganti hingga kini jam menunjukkan 13.00 WIB. Tia berada di kamsr tidurnya merebahkan tubuhnya dengan televisi yang menyala walau ia tak menontonnya, menurutnya ramai saja dan membuatnya merasa di temani. Hingga ketukan pintu berulang kali membuatnya ia berkata, "Masuk." Gadis tersebut hanya melihat ke arah ponselnya sambil membaca pesan grup camping yang ramai dan heboh. "Ya Allah Siska, Siska," ucap Tia sambil menggelengkan kepalanya pelan. "De, lu jadi ikut enggak si?" tanya Revan ketika memasuki kamar sang adik dab melihat Tia masih merebahkan tubuhnya tanpa bersiap apapun. Gadis tersebut terdiam sejenak lalu menoleh ke arah sang abang sejenak sebelum akhrinya memfokuskan kembali ke layar ponselnya. "Lu enggak lihat tuh tas gue," kata Tia sambil melihat ke arah tas yang berada di sofa kamarnya, Revan sontak mengikuti arah pandang sang adik lalu manggut-manggut. "Terus kenapa enggak turun?" tanya Revan yang kini duduk di pinggir kasur sang adik. "Lah emang ngapain turun ke bawah? Kan berangkatnya aja sore, titik kumpul di rumah Rega," jelas Tia yang membuat Revan terdiam sejenak lalu menggelengkan kepalanya pelan. "Makanya kalau punya grup itu di baca, jangan asal lihat-lihat aja," cetus Revan yang membuat gadis tersebut terdiam sejenak sambil mengernyitkan dahinya lalu bertanya, "Dari tadi gue juga baca ini, lagi ramai banget. Emang kenapa?" Dengan nada penasaran. Revan kini merebahkan tubuhnya tepat di samping adiknya. "Titik kumpulnya di rumah kita," ucap Revan yang membuat Tia sontak terkejut dan memposisikan dirinya duduk, Revan yant melihat jelas kaget. "Astaga, kenapa si De?" tanya Revan yang kini kembali duduk karena kaget. "Lu bilang apa? Titim kumpulnya di rumah kita?" tanya Tia, Revan hanya mengangguk saja untuk menjawabnya. "Makanya baca yang teliti, scroll doang si enggak di baca," cetus Revan yang kini menggelengkan kepalanya pelan. Gadis tersebut kini mulai mengecek kembali ponselnya dan membuka pesan grup dengan teliti bahkan ia menscroll dari atas. "Dih kenapa jadi dirumah kita si, emang rumah Rega kenapa?" tanya Tia yang seolah masih tidak terima akan keputusan tersebut. "Lu kaya enggak tahu keluarga kita saja si, apalagi Bang Rey," ujar Revan yang membuat Tia terdiam sambil mengerutkan keningnya bingung sebelum akhirnya ia berkata, "Jadi maksut lu–" belum juga melanjutkan laki-laki berparas tampan tersebut mengangguk untuk menjawabnya. "Ya Allah Ya Tuhanku," ucap Tia sambil merebahkan kembali tubuhnya dengan hempasan yang pasrah. Revan hanya terkekeh pelan saja mendengarnya. "Kan dia tahu ya gue pergi juga sama lu, mana mungkin juga bohong si," cetus Tia dengan tidak habis pikir akan abang pertamanya, Revan hanya menoleh lalu menghendikkan bahunya. Sedangkan keempat cowok sudah berkumpul dirumah Revan, ia menekan bell dan berdiri tepat di depan pintu masuk rumah tersebut. "Iya sebentar," sahut suara wanuta paruh baya dari dalam, hingga kini pintu terbuka dengan leluasa. "Wah banyak banget brondong," kata Caca dengan senyuman tipis yang membuat keempat laki-laki tersebut hanya tersenyum juga, Rega mendahulukan bersalaman kepada wanita paruh baya tersebut dan yang lainnya pun melakukan hal yang sama. Caca tersenyum tipis lalu bertanya, "Kemana aja Ga, baru kelihatan? Gimana kabar Papah kamu?" "Baik Bu, masih kaya biasa Papah mah," jawab Rega sambil senyam-senyum tipis. "Nanti kapan-kapan kita kumpul bareng, Bubu juga kangen sama Papah kamu. Mau mukul rasanya kalau ketemu," kata Caca sambil tertawa pelan yang membuat Rega ikut tertawa. Ketiga laki-laki tersebut hanya terkekeh pelan walau dalam hati bingung akan keakraban Rega dan wanita paruh baya tersebut, walau ia tahu Rega dekat dengan keluarga abang adik tersebut namun mereka tidak menyangka kalau sedekat itu ternyata. "Eh diam saja, ayuk masuk-masuk. Kalian langsung ke atas saja, Revan sama Tia kayanya ada di kamar," ucap Caca sambil mempersilahkan keempat laki-laki tersebut melangkah masuk. "Kita masuk ya Tan," kata Bary yang membuat Caca hanya manggut-manggut dengan senyuman tipis di bibirnya. Keempat laki-laki tersebut sontak menaiki anak tangga untuk mencari keberadaan sahabatnya setelah ia bersalaman dengan Rifan dan Rey yang berada di ruang keluarga tadi. "Ga, lu sedekat itu emang sama keluarga Revan?" tanya Bary yang penasaran. Rega menyahut, "Lu lihatnya gimana?" "Menurut gue si dekat banget, berasa kaya saudara aja," sela Riko yang membuat Rega hanya terkekeh pelan. "Bokap gue dulu sahabat sekaligus kepercayaan nyokapnya Tia, ya nerus sampai sekarang gue di anggap anak sama keluarga ini," jelas Rega yang membuat Riko dan Bary hanya manggut-manggut ber Oh ria seolah mengerti. Hingga dimana mereka telah sampai di lantai yang ada 3 pintu kamar dan ada juga tangga yang menunju rooftop rumah tersebut. "Van." "Revan! Yuhuuu dimana dikau," ucap Bary seolah memanggil yang membuat Revan yang berada dikamar sang adik terdiam sejenak menoleh ke arah Tia. "Teman lu tuh, sana keluar!" seru Tia seraya mengusir sang abang, tanpa pikir panjang Revan kini melangkahkan kakinya keluar kamar sang adik. Revan membuka pintu dan melihat ke arah keempat sahabatnya yang sudah membelakangi kamar sang adik. "Woy," kata Revan yang membuat mereka sontak menoleh ke arah sumber suara. "Lah itu kamar lu Van?" tanya Bary, laki-laki tersebut melangkah menghampiri keempat sahabatanya tersebut. "Bukan, kamarnya Tia itu," jawab Revan. Riko mencetus, "Lagi butaa emang mata lu, itu aja tulisan segeda gaban Queen berarti kamar perempuan." "Lah kali aja Revan mau jadi Queen," sela Bary yang membuat mereka yang mendengar sontak menggelengkan kepalanya pelan, keempat laki-laki tersebut kini melangkahkan kakinya mengikuti Revan yang membuka pintu yang berada di tengah. Harum wangi serta nuansa hitam putih jelas terlihat dimata mereka, Riko dan Bary lantas langsung melangkah ke arah kasur king sizenya dan merebahkan tubuhnya. "Masha Allah enak banget," ucap Bary. Rega bertanya, "Bar, lu enggak papakan?" Bary yang mendengar sontak memposisikan dirinya duduk di pinggir kasur lalu bertanya, "Emang gue kenapa?" Dengan nada tang bingung. "Soalnya lu ngucap masha Allah," nimbrung Alex yang membuat Bary sontak menatap kesal ke arah sahabatnya yang kini tertawa. "Siyalan lu emang," cetus Bary yang kini merebahkan tubuhnya kembali di atas kasur milih Revan. Alex dan Rega duduk di sofa yang berada di kamar tersebut, sedangkan Revan kini masih sedikit prepare akan barang yang belum sepenuhnya ia masukkan. "Adik lu jadi ikut?" tanya Alex tiba-tiba yang membuat Revan terdiam sejenak lalu menyahut, "Jadi, sudah prepare juga dia." Bary mencetus, "Yailah takut banget ayang lu enggak ikut si." "Ko lu enggak bawa cewek?" tanya Rega. Riko menjawab, "Ketemuan disana." Mereka sontak melihat ke arah Riko dengan raut wajah terkejut, terutama Bary yang berada disampingnya. "Ketemuan disana? Lah lu nyuruh dia nyusul kesana?" tanya Revan. "Dia camping juga sama teman-temannya," jawab Riko dengan santai, sambil melipat tangannya kebelakang untuk menjadikan bantal kepalanya. "Jadi lu ketemuan doang disana?" tanya Rega. Riko terdiam sejenak lalu berkata, "Ya kalau dia mau gabung sama kita ya gabung saja." Bary menyela, "Asli pasangan enggak jelas lu." "Yang pentingkan ada," balas Riko sambil menyeringai seolah ia menyidir Bary. "Yeuh si bangkee, nanti kalau gue ada lu iri lagi," cetus Bary yang membuat Riko hanya terkekeh pelan mendengarnya. "Cewek-cewek udah pada otw belum?" tanya Rega. "Lagi otw si ini," ucap Bary. Alex menyenderkan tubuhnya di sofa yang ia duduki sebelum akhirnya bertanya, "Mereka bawa mobil, titip dirumah ku enggak papa?" "Ya enggak papa, santai aja." Hingga dimana waktu berlalu bergitu cepat, kini jam sudah menunjukkan jam 14.30 WIB membuat mereka yang berada di atas beranjak menuruni anak tangga karena para gadis-gadis juga sudah tiba dan disambut hangat oleh Tia. Bary bertanya, "Sudah semua nih?" Ketiga gadis tersebut lantas memeriksa bawaan mereka masing-masing sebelum akhirnya mengangguk atas pertanyaan Bary. "Siska lu mau camping apa pulang kampung si?" tanya Tia ketika melihat bawaan sahabatnya emang terlihat banyak. Siska menyela, "Ih ini makanan semua, emang lu mau kelaparan tengah malem apa pas kitalagi deep talk kan pasti butuh cemilan." Tia yang mendengar hanya tersenyum geli saja.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN