Keesokkan paginya, Jenny pun melenggang keluar dari kamar dengan mengenakan kaus putih polos dibaluti celana panjang hitam bahan. Gadis itu menggantungkan kemejanya di leher sambil memasukkan beberapa perlengkapan ke dalam tas.
Gadis cantik dengan rambut diikat ponytail itu tampak mengernyit bingung melihat kakak pertamanya asyik membaca koran diselingi meminum kopi yang berada di dalam cangkir dekat jendela besar mengarah pada taman kecil di samping rumah.
“Bang Bian enggak berangkat ngantor lagi?” tanya Jenny mengambil piring berisikan dua potong sandwich yang telah siapkan oleh sang kakak dan segelas s**u putih.
Sejak keberadaan Debian di rumah, memang seluruh pekerjaan rumah yang dilakukan oleh Jenny sedikit lebih ringan. Ketika Debian memasak dan memperhatikan nustrisi tubuh, lain halnya dengan Jenny yang memilih untuk membersihkan rumah. Meskipun hanya sekedar menyapu, mengepel, dan mengelap beberapa furniture ruangan yang terlihat kotor.
Gadis itu memilih untuk duduk di samping sang kakak pertamanya yang terlihat asyik. Bahkan ketika Jenny mendekat, Debian tampak tidak mengalihkan perhatiannya sama sekali. Membuat Jenny mulai menggigit roti tersebut dengan sesekali mengangguk pelan merasakan kenikmatan dari mayonnaise yang benar-benar pecah di mulut.
“Gue berangkatnya lebih siang,” jawab Debian tanpa mengalihkan pandangan dari koran edisi terbaru yang diantarkan oleh petugas surat kabar langganan.
“Bukannya lo cerita hari ini bakalan ada meeting?” Jenny mendadak penasaran dengan jadwal sang kakak pertamanya yang sering kali berubah tanpa arah. Bahkan lelaki itu beberapa kali membatalkan pertemuan secara mendadak. Untung saja tidak ada yang protes, meski terlihat menyebalkan.
“Mike udah ngabarin ke gue kalau klien lagi ada urusan pagi ini, jadi meeting diundur.”
“Tumben banget lo ngasih toleransi, Bang. Biasanya kalau enggak bisa langsung get out!”
Debian menyudahi bacaannya dengan melipat kembali koran tersebut, kemudian tertawa pelan menyadari Jenny begitu menggemaskan pagi ini.
“Lo hari ini sibuk enggak?” tanya Debian mengalihkan pembicaraan.
“Mau ngapain?” Jenny menoleh bingung sebelum akhirnya meneguk s**u putih hingga setengah gelas. “Gue kemungkinan ada jadwal penyelidikan sampai mampi ke Polres tempat kerja Delvin. Karena gue sekarang dipindahin ke markas, jadi gue harus sesekali ke sana mantau jalannya penyelidikan.”
“Emangnya lo sekarang kerjanya ngapain?”
“Sama aja, Bang.” Jenny terdiam sesaat. “Cuma lebih ringan aja dibandingkan sebelumnya. Tapi, pekerjaan gue yang sekarang itu menarik perhatian walaupun santai, karena kerjanya juga bareng senior, udah pasti bakalan jadi pengawasan langsung dari atasan.”
“Tertekan kerja pertama kali di sana?” tanya Debian setengah menebak tipikal sang adik yang memang tidak mudah berbaur dengan orang baru.
Jenny mengangguk pelan sembari tersenyum malu, lalu menjawab, “Sekitar seminggu gue baru bisa membuka diri, Bang. Karena canggung banget rasanya pindah ke atasan sendiri. Walaupun ada rasa kehormatan bisa ditunjuk jadi rekan mereka.”
Debian tersenyum bangga menyadari sang adik benar-benar sudah berubah menjadi dewasa. Bahkan tidak dapat dipungkiri bahwa sedikit tingkah Jenny memang lebih tertutup, tidak seperti ketika gadis itu masih kecil.
“Lo mau berangkat sekarang, Jen?” tanya Debian menyadari sang adik telah siap mengenakan pakaiannya yang sudah lepas dari seragam. “Tapi, kok lo udah lepas seragam gitu. Memangnya sekarang berubah, ya?”
Jenny mengangguk singkat, lalu menjawab, “Iya, Bang. Sekarang gue kalau ngantor biasa pakai baju begini. Di sana seragam cuma buat acara resmi aja, selebihnya mau pake seragam atau enggak itu jarang ada yang komplen. Apalagi gue yang kerjanya di lapangan, pasti emang udah disuruh begini.”
Debian mengangguk mengerti. Setelah itu, mengikuti langkah kaki Jenny yang melenggang keluar dari rumah. Gadis itu tampak memundurkan mobil mobil berwarna putih yang menjadi hasil pertama Jenny bekerja sekaligus hadiah untuk memperlihatkan pada kedua kakaknya bahwa pekerjaan yang dilakukan membuahkan hasil.
“Gue berangkat dulu, Bang!” pamit Jenny bergerak secara perlahan seiring dengan gerbang otomatis terbuka mempersilakan gadis itu keluar.
Sedangkan Debian hanya melambaikan tangannya sesaat, kemudian kembali melenggang masuk. Tanpa disadari lelaki itu mulai membalikkan lemari pajangan yang berada di ruang tamu. Memperlihatkan ruangan gelap dengan lemari pajangan tersebut kembali menutup. Menyimpan sebuah rahasia besar yang sebentar lagi akan terbongkar.
Jenny tampak mengetuk-ngetukkan jemarinya santai menikmati alunan musik yang terdengar mengalun indah sampai telinga gadis itu menangkap suara nada dering dari ponselnya membuat gadis itu langsung mengambil benda pipih yang berada di dalam tas mungilnya. Kebetulan lampu merah sedang menyala sehingga dengan cepat Jenny mengambil benda tersebut.
Gadis itu mulai menyambungkan panggilan dengan airpods, tepat selesai menempelkan benda mungil yang terasa pas di telinga. Secara perlahan Jenny kembali melajukan mobil miliknya menuju markas yang cukup jauh dari rumah. Membutuhkan waktu selama beberapa menit.
“Halo, Jenny!”
“Aah, kenapa, Yun?”
Terdengar suara Yuni membuat Jenny mengangguk mengerti, sebab ia memang tidak sempat melihat nama sang penelepon tadi. Sehingga hanya mengandalkan ingatan pada suara seseorang.
“Lo udah di jalan, ‘kan?”
“Iya, gue lagi nyetir sekarang. Lo mau ngapain?”
“Jangan ke markas!” ucap Yuni secara mendadak. “Langsung ke rumah Pabio aja. Sekarang kita harus nyelidikin apa yang terjadi dulu.”
Mendengar hal tersebut, Jenny pun langsung memasang sein arah ke kanan untuk memutar menepikan mobil sekaligus memutar arah balik pada plang papan jalan yang kebetulan tersedia. Gadis itu berhenti selama beberapa menit, sampai memutuskan untuk melajukan mobilnya.
Akan tetapi, siapa sangka kalau dari arah sebelah kirinya melaju sebuah mobil cukup kencang sampai Jenny tidak memperhatikan keadaan pun terhempas begitu saja. Membuat tubuh gadis itu terguncang hebat di dalam mobil.
Jenny merasakan dunianya berputar seiring stir mobil mendadak sangat ringan, tetapi gadis itu masih mengingat tentang pekerjaannya. Membuat Jenny berusaha menginjak rem sekuat tenaga. Namun, sayang sekali dari arah yang sama pula terdapat mobil melaju dengan kecepatan tinggi tidak memperhatikan keadaan sekitar.
Keadaan mendadak runyam dengan mobil yang dikemudikan Jenny mendadak berbalik akibat tabrakan untuk kedua kalinya. Banyak saksi mata melihat kejadian menyeramkan tersebut. Sampai polisi lalu lintas langsung mengamankan tempat kejadian sekaligus mengirimkan Jenny yang nyaris tidak sadarkan diri untuk ke rumah sakit.
Gadis itu tampak mengerjap lemas selama beberapa kali, lalu berkata, “Saya harus ke kantor.”
Semua tim penyelamat yang berada di tempat kejadian langsung memasukkan tubuh Jenny ke dalam ambulance dan bergerak cepat menuju rumah sakit terdekat. Sedangkan polisi tersebut memeriksa bagian dalam mobil milik Jenny dan menemukan dompet pengenal khusus kepolisian, membuat salah satu dari mereka memandang penuh serius.
Tidak sedikit orang merasa sangat kasihan, karena mereka menyaksikan dengan penuh bagaimana mobil Jenny berhenti, sebelum akhirnya gadis itu bergerak memutar balik dan dihantam secara kuat oleh mobil jeep yang kini supirnya sudah tidak sadarkan diri.
***
Yuni menangis sesenggukkan ketika mendengar kabar dari rumah sakit sekaligus kepolisian menyatakan bahwa Jenny kecelakaan lalu lintas. Membuat Alister, Akhtar, dan Ayres segera menyusul ke sana. Kedatangan mereka pun disambut oleh polisi berseragam lalu lintas yang terlihat sedang berbincang dengan beberapa perawat.
“Apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Alister tidak percaya mendengar kecelakaan pagi ini.
Polisi itu tampak memberikan ponsel sekaligus dompet tersebut sembari menjawab, “Pagi ini, Petugas Jenny menjadi korban kecelakaan lalu lintas saat hendak berputar balik. Banyak saksi mata yang mengatakan bahwa ada mobil dari arah lain melaju cukup kencang. Sekarang kami hanya membutuhkan kesaksian dari kamera pengawas yang terpasang untuk mengetahui lebih lanjut.”
Mendengar hal tersebut, tatapan Akhtar berubah menjadi gelap. Lelaki itu tampak sangat menyeramkan membuat Ayres langsung menepuk pundak dan menggeleng pelan. Seakan memberikan kode untuk tidak memperpanjang masalah.
Namun, siapa sangka kalau Alister mendadak emosional dan dengan cepat menarik kerah polisi tersebut sambil memojokkannya ke dinding. Lelaki itu membuat semua yang ada di sana melebarkan matanya terkejut.
“Anda harus mencarinya sampai dapat, sebelum pihak dari Mabes Polri yang turun tangan secara langsung. Saya tidak peduli apa yang akan terjadi, karena di sini harga diri kepolisian akan dipertaruhkan!” kecam Alister tajam nan serius.
Di saat yang bersamaan pula, terdengar suara langkah kaki gemuruh dan cepat-cepat dari arah berlawanan membuat Alister melepaskan tarikannya dengan menoleh mendapati kedatangan Debian bersama seorang lelaki yang terlihat tidak asing, Mike.
“Bagaimana keadaan Jenny?” tanya Debian terdengar cemas pada semua orang yang ada di sana, sampai tatapan lelaki itu jatuh pada seorang polisi menunduk ketakutan. “Apa yang terjadi sebenarnya di sini?”
Yuni mendekati Debian, lalu menarik lengan lelaki itu pelan. “Belum tahu, Bang. Sekarang keadaan Jenny kemungkinan masih diperiksa dokter. Tapi, masalah ini bakalan diusut tuntas sama kepolisian.”
Debian menghela napas kasar, kemudian menoleh ke arah asisten pribadinya. “Batalkan semua pertemuan hari ini!”
“Tapi, Pak,” sela Mike tidak percaya.
“Saya tidak peduli apa pun kerugiannya. Jika sampai Jenny belum sadar, saya akan tetap berada di sini!” putus Debian tanpa bisa diganggu gugat.
Akhirnya, Mike pun memutuskan untuk meninggalkan bosnya. Lelaki itu hendak memberi tahu pada seluruh klien yang telah memiliki jadwal bersama Debian untuk segera dibatalkan menjadi kemudian hari. Akibat Jenny mengalami kecelakaan yang tidak terduga sama sekali.
“Bagaimana dengan yang menabrak Jenny?” tanya Debian pada Yuni, karena hanya gadis itu satu-satunya orang terdekat dari sang adik.
“Kata dokter tadi langsung meninggal di tempat. Dia juga kena benturan cukup keras di kepalanya,” jawab Yuni mengembuskan napas berat.
Debian mengacak rambutnya kesal, kemudian hendak meninju dinding rumah sakit. Namun, digagalkan dengan cepat oleh Ayres. Memang hanya kekuatan lelaki yang jaraknya paling dekat sehingga bisa dengan cepat mencegah Debian menyakiti diri sendiri.
“Jangan, Bang. Gue tahu lo marah. Dan, kita semua di sini juga marah,” ungkap Ayres rendah nan dalam. “Tapi, sebisa mungkin berpikir jernih untuk nemuin pelakunya. Karena gue curiga, masalah ini bukan hanya sebatas kecelakaan lalu lintas aja. Apalagi sampai mengincar Jenny yang kebetulan kita telepon.”
“Sebenarnya, apa yang sedang kalian semua selidiki sampai terjadi seperti ini?” tanya Debian menegakkan tubuh menatap satu per satu dari tiga polisi dengan satu hacker perempuan di hadapannya.
Tidak ada yang bisa menjawab, sebab rahasia kepolisian ketika menyelidiki sesuatu memang tidak boleh keluar sama sekali. Terlebih mereka melakukan kegiatan secara rahasia, tetapi tetap saja masih diketahui oleh yang mungkin sekarang mulai terancam.
“Ketua Tim, bagaimana kalau Bang Bian kita kasih tahu aja?” usul Yuni merasa tidak enak telah mengecewakan lelaki itu sampai mengorbankan Jenny yang kini terbaring lemah di rumah sakit.
Alister menggeleng pelan, lalu membalas, “Biar gue sendiri aja yang ngejelasinnya.”
Setelah itu, Alister pun melenggang pergi dari ketiga rekannya dengan diikuti Debian di belakang. Kedua lelaki itu benar-benar meninggalkan Yuni, Akhtar, dan Ayres yang masih setia berdiri di ruang ICU menunggu seorang dokter keluar.
Yuni tampak terduduk lemas dengan kembali menangis. Gadis itu memang tidak menyangka bahwa panggilanya tadi kemungkinan telah disadap oleh orang lain sampai bertepatan menjadi seperti ini.
“Seharusnya gue enggak nelepon Jenny tadi,” ucap Yuni mulai menyalahkan dirinya sendiri sembari menutup wajahnya menangis.
Hal tersebut membuat Ayres merasa bimbang dan mendorong tubuh Akhtar. Lelaki itu mengkode sahabatnya untuk menghibur Yuni, sebab memang gadis itu yang terakhir kali menghubungi Jenny sebelum kejadian. Akan tetapi, kegiatan telepon itu diketahui oleh Alister, Akhtar, dan Ayres. Sehingga mereka bisa mendukung bahwa Yuni memang tidak bersalah, karena mereka memang memiliki keperluan untuk saling berkomunikasi.
Sejenak Akhtar mendudukkan diri tepat di samping Yuni. Lelaki berwajah kaku itu tampak sedikit gugup ketika Yuni mulai menaruh kepalanya di pundak milik Akhtar. Gadis itu menangis sejadi-jadinya hingga bersuara.
Sedangkan Ayres mulai melenggang pergi meninggalkan mereka berdua. Ia hendak membeli air minum untuk Yuni yang kemungkinan merasa syok ketika mendengar kabar sahabatnya kecelakaan, tepat setelah mereka berdua saling menelepon tadi.
Sementara itu, tepat di rooftop rumah sakit yang terlihat kosong dan hanya berisikan beberapa bangku ruang tunggu sudah rusak. Baik itu patah kaki ataupun sandarannya yang terasa goyang. Sehingga membahayakan bagi beberapa penunggu pasien yang datang.
Debian terdiam mendengarkan semua penjelasan yang dikatakan oleh Alister. Apalagi lelaki itu sama sekali tidak menyangka adiknya akan kembali menyelidiki sesuatu yang ditakuti oleh kedua orang tuanya. Sejak Jenny memutuskan untuk menjadi seorang polisi.
“Sampai mana kalian nyelidikin masalah ini?” tanya Debian mengembuskan napas panjang.
“Sekarang kita niatannya ingin ke rumah Pabio mencari petunjuk yang kemungkinan bisa menjadi bukti selanjutnya,” jawab Alister jujur.
“Jadi, kedatangan kalian kemarin itu hanya untuk masalah ini?” tebak Debian tepat sasaran.
Alister tidak bisa mengelak bahwa memang Jenny yang membawa mereka ke rumah peninggalan kedua orang tuanya. Membuat Debian yang menyadari keterdiaman itu pun langsung mengerti.
“Apa yang terjadi kalau Jenny berhenti di sini?” tanya Debian serius.
Alister melebarkan matanya terkejut, lalu menjawab, “Tidak bisa! Jenny sudah terikat kontrak kerahasiaan masalah ini. Kalau sampai melanggarnya bisa di-blacklist.”
“Astaga, apa yang harus gue lakuin!” keluh Debian mengacak rambutnya kesal. Ia benar-benar tidak bisa melakukan apa pun. “Kalian semua tahu, bukan? Kalau masalah ini tidak sesederhana kelihatannya?”
“Iya, kami semua tahu kalau kepolisian ada di belakang masalah ini,” balas Alister tersenyum miris. Terkadang tidak bisa dipercayai bahwa ketakutannya benar-benar terjadi sampai menimpa Jenny yang tidak bersalah dalam kasus ini sampai harus dikorbankan dan nyaris melayangkan nyawanya.
Debian memejamkan matanya sesaat, lalu berkata, “Bawa semua informasi yang kalian dapat ke perusahaan hari ini! Saya ingin melihat sejauh mana kalian menemukan bukti.”
0o0