“Ster, jadi benar dugaan lo kalau yang ngasih foto di pulau itu adalah orang suruhan Arkan?”
Sebuah pertanyaan terlontar dari Ayres. Ketiga lelaki itu baru saja keluar dari ruangan membuat Jenny dan Yuni spontan bangkit melangkah mendekat. Tentu saja kedatangan mereka didukung dengan suasana rumah sakit yang mendadak sepi. Entah semua orang sibuk atau memang tidak ada siapa pun yang memiliki urusan.
Alister mengangguk singkat, lalu menatap semua anggota timnya satu per satu. “Kita omongin lagi di markas. Tapi, sebelum itu kita harus nemuin Arkan dulu di perusahaannya. Gue curiga kalau dia juga yang ternyata dalang dari kecelakaan Jenny.”
“Hah? Memangnya kenapa?” tanya Jenny terkejut.
Mendengar hal tersebut, Akhtar dan Ayres tampak terdiam. Kedua lelaki itu mengerti maksud dari pekerjaan ketua timnya yang memang sedikit masuk akal.
Namun, Alister hanya menggeleng pelan dan melanjutkan langkah kakinya membuat Jenny merasa ditinggalkan tanpa jawaban. Gadis itu pun tersenyum kecut dengan tersenyum tipis melihat ke arah Yuni yang menepuk pundaknya pelan.
“Ayo, kita ke markas! Biar semuanya jelas,” ajak Yuni menggandeng sahabatnya agar tidak kesal.
Jenny mengangguk singkat, dan menautkan jemari sahabatnya erat.
Sepanjang perjalanan menuju markas, seisi mobil terasa sunyi. Tidak ada yang membuka percakapan sama sekali, termasuk Jenny dan Yuni sesekali melemparkan tatapan. Apalagi Alister dan Akhtar yang berada di depan terlihat saling terdiam satu sama lain.
Tak lama kemudian, mobil yang dikemudikan oleh Alister berhenti tepat di depan gedung markas. Mereka berlima pun turun secara bersamaan dengan Jenny yang paling terakhir, akibat gadis itu duduk di tengah-tengah jok penumpang.
Setelah memastikan semua anggota timnya turun, Alister pun melenggang masuk diikuti empat orang di belakangnya. Kedatangan mereka semua jelas mengundang banyak tatapan tidak suka, terlebih sejak berita mengenai Jenny tersebar, meskipun bukan kesalahan gadis itu sepenuhnya. Akan tetapi, semua yang telanjur melihat media hanya bisa mempercayai para wartawan pencari uang dibandingkan kenyataan didapat.
“Kalian ke ruangan dulu, gue sama Akhtar mau laporan ke Pak Listanto!” ucap Alister memberikan pengarahan pada Ayres dengan mengangguk penuh.
“Ya udah, gue bawa Jenny sama Yuni ke ruangan! Kalian cepat laporannya,” balas Ayres menepuk pundak Alister singkat.
Kemudian, berbalik mendorong pelan punggung Jenny dengan Yuni agar melangkah secara bersamaan. Terlebih mereka berdua memang masih belum mengerti tentang situasi yang terjadi. Apalagi ketika mereka melakukan interogasi diputuskan untuk menjaga pintu, agar tidak terjadi sesuatu.
Sesampainya di ruangan, Ayres langsung membuka lemari pendingin. Lelaki itu tampak mengambil salah satu botol air mineral dan meneguknya beberapa kali, sebelum mendudukkan diri di kursi milik Jenny. Lain halnya dengan gadis itu yang melipat kedua tangannya menatap Ayres kesal.
“Kenapa, Jen?” tanya Ayres tidak menoleh sama sekali, seakan ia sudah mengetahui bahwa gadis di hadapannya secara terang-terangan merasa kesal.
“Sebenarnya kalian bertiga itu ngomongin apa di dalam?” tanya Jenny mencondongkan tubuh dengan menaruh kedua tangannya di atas meja dan menatap Ayres penuh. “Ada apa dengan konspirasi kecelakaan gue minggu lalu? Mengapa ada sangkut-pautnya sama Arkan? Bukannya selama ini dia yang bantuin kita untuk mendapatkan semua bukti?”
Ayres menghela napas pendek, lalu mengangkat kepalanya membalas tatapan Jenny. “Semua orang yang pernah berhubungan dengan bisnis seperti ini, tidak bisa dipercaya, Jen. Ada kalanya kita saling mencurigai, terlebih jangan pernah mempercayai sepenuhnya dengan seseorang yang memiliki kemungkinan untuk berkhianat.”
“Apa maksudnya?” sahut Yuni ikut penasaran.
“Arkan memang di depan kita seperti orang yang membantu, tapi siapa yang bisa menduga kalau ternyata dia cuma mempermainkan polisi untuk mencapai tujuannya sendiri?” balas Ayres tertawa remeh. “Menurut kalian, bagaimana caranya pemilik pulau tahu kalau kita datang ke sana?”
“Bukankah udah pernah dibahas kalau semuanya pasti diawasi?” Yuni mulai melangkah mendekat dengan rasa penasaran tinggi.
Ayres menggeleng singkat. “Bukan sesederhana itu. Kalian tahu, bukan? Ketika kita datang ke sana, suasana pulau begitu kotor dan tidak terurus. Nyaris tidak ada jejak kaki sama sekali yang bergerak di sana. Tapi, mengapa pas kita datang malah ada orang yang mengirimkan foto ini?”
Sejenak Jenny dan Yuni pun saling berpandangan. Kedua gadis itu tampak mengangguk bersamaan, seakan menganggap bahwa apa yang dikatakan oleh Ayres cukup masuk akal.
“Jadi, sekarang kita yang perlu mencurigai Arkan?” tanya Jenny.
“Jangan secepat itu!” sahut Alister yang baru saja masuk ke ruangan tempat Tim Investigasi Khusus. Ia datang bersama Akhtar yang terlihat mengunci pintu ruangan.
Mendengar perkataan tersebut, Jenny dan Yuni terlihat penasaran.
“Sekarang semuanya masih simpang siur, tapi kita juga jangan terlalu mempercayai perkataan Jonathan. Karena dia memiliki tipu daya dalam ungkapannya, jadi kita memang perlu mempercayai dua orang dalam waktu bersamaan,” tutur Alister mendudukkan diri di atas meja menatap satu per satu anggota timnya yang terlihat penasaran.
“Jadi, sekarang siapa yang menjadi dalang dari kecelakaan Jenny?” tanya Yuni melangkah lebih dekat ke arah ketua timnya.
Akhtar yang sejak tadi diam menjawab, “Dari pengakuan Jonathan tadi, semua ini memang dilakukan oleh Arkan. Karena memang sedikit mencurigakan bahwa hanya dia yang mengetahui lokasi persis keberadaan Jenny ketika hendak berangkat ke kantor sekaligus Perumahan Griyah Indah.”
“Memang ada alasan jelas bukan berarti pasti dalam setiap tindakan Arkan bisa menjadi pelaku dibalik kesialan kita!” timpal Ayres bangkit dari tempat duduk milik Jenny membuat sang pemiliknya menoleh sesaat. “Terkadang memiliki musuh itu tidak mudah ditangani. Kita harus bermain cerdik, agar tetap merasa aman.”
“Maksudnya ... Arkan membantu kita, tapi juga tetap mencelakai kita?” tukas Yuni berusaha mencerna perkataan ketiga lelaki di hadapannya yang membingungkan.
Jenny mengangguk pelan, lalu berkata, “Sebenarnya kalau dipikir memang ada benarnya. Arkan jelas dalam situasi darurat telah menjadi pusat perhatian pemilik pulau. Tapi, bukan berarti dia juga takut kalau akan menjadi sasaran selanjutnya dalam rencana besar. Jadi, mau tidak mau dia ngelakuin semua itu demi tuntutan keadaan.”
“Bagaimana dengan sekarang? Apa kita akan tetap mempercayainya sebagai informan?” tanya Yuni memejamkan matanya sesaat. Jelas mereka dalam situasi yang merugikan sekaligus menguntungkan.
“Biarkan saja dia melakukan semua itu,” jawab Alister tegas. “Karena dia masih berguna dalam kasus kita. Belum ada kerugikan penuh dalam semua rencana yang kita lakukan bersama Arkan. Untuk sekarang, kita harus membiarkannya sampai sejauh mana dia melangkah.”
“Bagaimana kalau dia akhirnya melanggar lebih banyak?” Jenny bertanya dengan tatapan membunuh sekaligus tajam.
“Maka jangan salahkan keadaan,” jawab Alister tersenyum miring, sebab terlintas rencana di kepala lelaki itu tentang pembalasan yang akan dilakukan pada Arkanio.
0o0