36. Penyelidikan Yang Nyaris Ketahuan

1915 Kata
Dengan diam-diam memasuki kamar orang tuanya, Jenny hanya berharap bahwa sang kakak tidak akan menyadari kegiatannya. Terlebih lelaki itu berada tepat di samping kamar dengan sekat jalan menuju jendela yang menghadap tepat pada samping rumah. “Jen, lo yakin ini enggak apa-apa? Gue kok malah jadi ngerasa kalau semua ini bakalan jadi masalah,” celetuk Yuni meringis pelan. Jenny menggeleng pelan sembari memasang wajah kaku yang terlihat ikut sedikit khawatir. “Sebenarnya enggak masalah, tapi Bang Bian pasti bakalan nanya lebih banyak. Apalagi gue yang bawa kalian semua ke sini.” “Kalian berdua mendingan ke sini dulu!” ucap Ayres mengkode untuk mendekat. “Coba lo lihat apa ini, Jen?” Mendengar hal tersebut, Jenny pun mengambil buku catatan yang ternyata milik sang ayah. Gadis itu mengangguk mengerti, kemudian mulai membuka buku tersebut dengan penasaran. “Apa isinya, Jen?” tanya Yuni penasaran, lalu mendudukkan diri tepat di samping Jenny. Jenny menoleh sesaat menjawab, “Semua catatan orang tua gue. Kebiasaan Alm. Papah kalau misalnya lagi banyak kegiatan, pasti langsung dicatat biar enggak ada yang lupa. Tapi, belakangan ini Alm. Mamah selalu bilang kalau catatannya rusak langsung diganti. Jadi, masih kelihatan baru walaupun aslinya udah lama banget.” Sejenak Jenny mulai membuka satu per satu catatan tersebut sampai tanpa sengaja sebuah foto terjatuh begitu saja. Hal tersebut menarik perhatian Alister yang langsung memungut foto tersebut dengan kening berkerut bingung. “Ini bukannya … Pabio?” celetuk Alister menatap seluruh bawahannya yang ikut terkejut. “Berarti memang benar, Jen. Kalau selama ini orang tua lo juga sebenarnya ada kaitan dengan Pabio,” timpal Yuni terdengar masuk akal. “Ya udah, simpan fotonya. Siapa tahu nanti berguna!” usul Akhtar ada benarnya membuat Alister mengangguk dan mulai memasukkan foto tersebut ke dalam buku catatan yang sengaja dibawa oleh lelaki itu. Namun, di saat Jenny hendak mengembalikan buku catatan tersebut tiba-tiba terdengar suara panggilan dari luar kamar. Membuat gadis itu melebarkan matanya terkejut, kemudian mengkode pada seluruh rekan kerjanya untuk diam. “Jen!” panggil Debian cukup keras mencari keberadaan sang adik, terdengar suara pintu beberapa kali terbuka membuat Jenny mendadak panik. “Gue harus ngapain ini!?” seru Jenny pelan sembari berusaha berpikir keras. Alister memegang pundak gadis itu dengan menatap penuh, lalu berkata, “Lo sekarang keluar, tapi jangan sampai gugup. Apalagi sesekali menoleh ke arah sini. Tetap bersikap biasa aja, abang lo enggak akan cemas. Sejenak Jenny pun mengangguk patuh mendengar perkataan Alister, kemudian ia membuka pintu kamar bertepatan Debian baru menutup kamarnya. Spontan lelaki itu pun menoleh mendapati sang adik baru saja keluar dari kamar orang tuanya. “Kamu ngapain di dalam, Jen? Abang cariin dari tadi,” tanya Debian melangkah mendekat membuat Jenny ikut menghampiri sang kakak. “Mana rekan kerja kamu? Katanya mereka lagi istirahat.” “Iya, lagi istirahat di atap,” jawab Jenny berusaha terlihat santai. “Tadi Jenny baru selesai nyapu kamar. Abang nyari tadi mau nyuruh apa?” Debin mengangguk singkat, lalu berkata, “Abang cuma mau nanya, nanti makan siang mau apa? Biar Abang juga ikutan nitip. Soalnya besok pagi baru ke perusahaan.” “Oh, makan siang.” Jenny mengembuskan napasnya lega. “Beli order aja, Bang. Kebetulan stok persediaan udah habis. Tadinya Jen mau beli hari ini, tapi nunggu sore. Jadi, kalau misalnya Abang mau nemenin, nanti sore ikut ke swalayan.” “Order? Mau pesan apa?” tanya Debian mulai mengeluarkan ponselnya untuk melakukan menu pemesanan. “Makan sate ayam enak enggak, Bang?” Jenny menatap manja dengan mengerucutkan bibirnya menggemaskan. “Oke, satu ayamnya satu porsi isi 10 tusuk,” putus Debian mengangguk singkat. “Sama sop enggak?” “Iya, sama sop juga,” balas Jenny mengangguk senang. “Kalau rekan kerja Jen beliin mie ayam 4 sama pangsitnya juga.” “Ada lagi?” Debian tampak sibuk memesan di aplikasi pemesanan makanan antar-jemput. “Udah itu aja,” pungkas Jenny mengangguk singkat. “Tungguin makanannya datang, ya. Abang mau mandi dulu, tadi baru selesai ngerapiin baju,” pinta Debian tersenyum singkat sembari mengacak rambut sang adik dengan penuh kasih sayang. “Kalau mau oleh-oleh ambil aja di kamar. Tadi mau Abang keluarin ada teman kamu, jadi kamu pilih duluan sisanya kasih ke mereka.” “Oke, Bang!” Tanpa berpikir panjang lagi, Jenny langsung membuka pintu kamar sang kakak yang ternyata masih berantakan. Lelaki itu benar-benar hanya merapikan pakaiannya saja, tetapi tidak dengan barang-barang yang masih berserakan. Bahkan berkas penting pun tampak digelontorkan begitu saja di bawah ranjang membuat Jenny yang melihatnya hanya menggeleng pelan. Jenny mulai membongkar koper berwarna abu-abu gelap yang terlihat cukup besar. Gadis itu melebarkan senyumannya menatap makanan serta pernak-pernik khas luar negeri yang tidak ada di Indonesia. Gadis itu mengambil beberapa makanan ringan dalam bungkus besar, kemudian memeluknya dengan erat membawa keluar dari kamar. Ia hendak menghampiri rekan kerjanya yang masih berada di dalam kamar orang tua, sebab gadis itu perlu menyelamatkan mereka lebih dulu. Kedatangan Jenny membawa banyak makan itu pun langsung dibantu oleh Ayres dan Yuni yang mengambil sebagian makanan dengan wajah tercengang. Tidak dapat dipungkiri Yuni pun merasa terkejut mendapati Jenny kembali membawa banyak makanan. “Kita harus keluar mumpung abang gue mandi!” ajak Jenny membuka pintu kamar dan mulai menunggu satu per satu dengan Yuni lebih dulu keluar disusul Ayres, Akhtar, dan terakhir Alister. Akhirnya, Jenny pun mengajak seluruh rekan kerjanya untuk menunggu makan siang datang di ruang tengah sambil menikmati tontonan dari aplikasi berbayar. Salah satu film yang menjadi playlist Jenny ketika sedang tidak bekerja ataupun mengisi waktu luang. Hal tersebut membuat ketika lelaki yang bersama gadis itu tampak mulai menikmati jajan luar negeri terasa renyah. Bahkan Ayres pun nyaris menghabiskan satu bungkus penuh jajanan ringan tersebut. Membuat Jenny tersenyum geli dan mengalihkan perhatiannya ketika mendengar suara bel pintu rumah berbunyi. *** Dengan diam-diam memasuki kamar orang tuanya, Jenny hanya berharap bahwa sang kakak tidak akan menyadari kegiatannya. Terlebih lelaki itu berada tepat di samping kamar dengan sekat jalan menuju jendela yang menghadap tepat pada samping rumah. “Jen, lo yakin ini enggak apa-apa? Gue kok malah jadi ngerasa kalau semua ini bakalan jadi masalah,” celetuk Yuni meringis pelan. Jenny menggeleng pelan sembari memasang wajah kaku yang terlihat ikut sedikit khawatir. “Sebenarnya enggak masalah, tapi Bang Bian pasti bakalan nanya lebih banyak. Apalagi gue yang bawa kalian semua ke sini.” “Kalian berdua mendingan ke sini dulu!” ucap Ayres mengkode untuk mendekat. “Coba lo lihat apa ini, Jen?” Mendengar hal tersebut, Jenny pun mengambil buku catatan yang ternyata milik sang ayah. Gadis itu mengangguk mengerti, kemudian mulai membuka buku tersebut dengan penasaran. “Apa isinya, Jen?” tanya Yuni penasaran, lalu mendudukkan diri tepat di samping Jenny. Jenny menoleh sesaat menjawab, “Semua catatan orang tua gue. Kebiasaan Alm. Papah kalau misalnya lagi banyak kegiatan, pasti langsung dicatat biar enggak ada yang lupa. Tapi, belakangan ini Alm. Mamah selalu bilang kalau catatannya rusak langsung diganti. Jadi, masih kelihatan baru walaupun aslinya udah lama banget.” Sejenak Jenny mulai membuka satu per satu catatan tersebut sampai tanpa sengaja sebuah foto terjatuh begitu saja. Hal tersebut menarik perhatian Alister yang langsung memungut foto tersebut dengan kening berkerut bingung. “Ini bukannya … Pabio?” celetuk Alister menatap seluruh bawahannya yang ikut terkejut. “Berarti memang benar, Jen. Kalau selama ini orang tua lo juga sebenarnya ada kaitan dengan Pabio,” timpal Yuni terdengar masuk akal. “Ya udah, simpan fotonya. Siapa tahu nanti berguna!” usul Akhtar ada benarnya membuat Alister mengangguk dan mulai memasukkan foto tersebut ke dalam buku catatan yang sengaja dibawa oleh lelaki itu. Namun, di saat Jenny hendak mengembalikan buku catatan tersebut tiba-tiba terdengar suara panggilan dari luar kamar. Membuat gadis itu melebarkan matanya terkejut, kemudian mengkode pada seluruh rekan kerjanya untuk diam. “Jen!” panggil Debian cukup keras mencari keberadaan sang adik, terdengar suara pintu beberapa kali terbuka membuat Jenny mendadak panik. “Gue harus ngapain ini!?” seru Jenny pelan sembari berusaha berpikir keras. Alister memegang pundak gadis itu dengan menatap penuh, lalu berkata, “Lo sekarang keluar, tapi jangan sampai gugup. Apalagi sesekali menoleh ke arah sini. Tetap bersikap biasa aja, abang lo enggak akan cemas. Sejenak Jenny pun mengangguk patuh mendengar perkataan Alister, kemudian ia membuka pintu kamar bertepatan Debian baru menutup kamarnya. Spontan lelaki itu pun menoleh mendapati sang adik baru saja keluar dari kamar orang tuanya. “Kamu ngapain di dalam, Jen? Abang cariin dari tadi,” tanya Debian melangkah mendekat membuat Jenny ikut menghampiri sang kakak. “Mana rekan kerja kamu? Katanya mereka lagi istirahat.” “Iya, lagi istirahat di atap,” jawab Jenny berusaha terlihat santai. “Tadi Jenny baru selesai nyapu kamar. Abang nyari tadi mau nyuruh apa?” Debin mengangguk singkat, lalu berkata, “Abang cuma mau nanya, nanti makan siang mau apa? Biar Abang juga ikutan nitip. Soalnya besok pagi baru ke perusahaan.” “Oh, makan siang.” Jenny mengembuskan napasnya lega. “Beli order aja, Bang. Kebetulan stok persediaan udah habis. Tadinya Jen mau beli hari ini, tapi nunggu sore. Jadi, kalau misalnya Abang mau nemenin, nanti sore ikut ke swalayan.” “Order? Mau pesan apa?” tanya Debian mulai mengeluarkan ponselnya untuk melakukan menu pemesanan. “Makan sate ayam enak enggak, Bang?” Jenny menatap manja dengan mengerucutkan bibirnya menggemaskan. “Oke, satu ayamnya satu porsi isi 10 tusuk,” putus Debian mengangguk singkat. “Sama sop enggak?” “Iya, sama sop juga,” balas Jenny mengangguk senang. “Kalau rekan kerja Jen beliin mie ayam 4 sama pangsitnya juga.” “Ada lagi?” Debian tampak sibuk memesan di aplikasi pemesanan makanan antar-jemput. “Udah itu aja,” pungkas Jenny mengangguk singkat. “Tungguin makanannya datang, ya. Abang mau mandi dulu, tadi baru selesai ngerapiin baju,” pinta Debian tersenyum singkat sembari mengacak rambut sang adik dengan penuh kasih sayang. “Kalau mau oleh-oleh ambil aja di kamar. Tadi mau Abang keluarin ada teman kamu, jadi kamu pilih duluan sisanya kasih ke mereka.” “Oke, Bang!” Tanpa berpikir panjang lagi, Jenny langsung membuka pintu kamar sang kakak yang ternyata masih berantakan. Lelaki itu benar-benar hanya merapikan pakaiannya saja, tetapi tidak dengan barang-barang yang masih berserakan. Bahkan berkas penting pun tampak digelontorkan begitu saja di bawah ranjang membuat Jenny yang melihatnya hanya menggeleng pelan. Jenny mulai membongkar koper berwarna abu-abu gelap yang terlihat cukup besar. Gadis itu melebarkan senyumannya menatap makanan serta pernak-pernik khas luar negeri yang tidak ada di Indonesia. Gadis itu mengambil beberapa makanan ringan dalam bungkus besar, kemudian memeluknya dengan erat membawa keluar dari kamar. Ia hendak menghampiri rekan kerjanya yang masih berada di dalam kamar orang tua, sebab gadis itu perlu menyelamatkan mereka lebih dulu. Kedatangan Jenny membawa banyak makan itu pun langsung dibantu oleh Ayres dan Yuni yang mengambil sebagian makanan dengan wajah tercengang. Tidak dapat dipungkiri Yuni pun merasa terkejut mendapati Jenny kembali membawa banyak makanan. “Kita harus keluar mumpung abang gue mandi!” ajak Jenny membuka pintu kamar dan mulai menunggu satu per satu dengan Yuni lebih dulu keluar disusul Ayres, Akhtar, dan terakhir Alister. Akhirnya, Jenny pun mengajak seluruh rekan kerjanya untuk menunggu makan siang datang di ruang tengah sambil menikmati tontonan dari aplikasi berbayar. Salah satu film yang menjadi playlist Jenny ketika sedang tidak bekerja ataupun mengisi waktu luang. Hal tersebut membuat ketika lelaki yang bersama gadis itu tampak mulai menikmati jajan luar negeri terasa renyah. Bahkan Ayres pun nyaris menghabiskan satu bungkus penuh jajanan ringan tersebut. Membuat Jenny tersenyum geli dan mengalihkan perhatiannya ketika mendengar suara bel pintu rumah berbunyi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN