50. Rencana Licik Bel Nyaris Gagal

1050 Kata
“Nona Bel, semua pengiriman telah selesai. Apakah kita sekarang ke rumah sakit?” Kedatangan Max membawa buku laporan sekaligus menghadap ke arah seorang wanita yang mengenakan kacamata hitam menatap pada jendela besar di ruangan kerja milik sang ayah. Bel membalikkan tubuh dengan melepaskan kacamata hitam miliknya. “Iya, kita harus mengurus Jonathan. Jangan sampai dia mengacaukan semua rencana kita.” Tepat mengatakan hal tersebut, Bel melenggang keluar diikuti dengan Max tepat di belakangnya. Sikap wanita itu tampak dingin dan mendominasi, membuat semua pengawal yang mengikutinya begitu hormat. Terkadang sikap Bel tidak bisa ditebak membuat siapa pun menyangka wanita itu tampak begitu mudah, tetapi tidak pernah bisa ditaklukkan, kecuali oleh seseorang yang hingga kini masih mengisi hatinya. Bel beranjak memasuki mobil mewah yang menjadi kendaraan pribadinya. Wanita itu berangkat bersama Max dengan pengawalan satu mobil jeep berisikan enam pengawal yang berjalan tepat lima menit setelah Bel keluar dari perusahaannya. Selama beberapa menit berkendara membelah jalanan ibukota yang cukup ramah, akhirnya Bel pun sampai di depan rumah sakit yang menjadi tempat rawat inap Jonathan sebagai tahanan. Membuat wanita itu tidak beranjak dari jok penumpang mobil. Max membalikkan tubuh, lalu berkata, “Nona, aku akan memeriksa situasi dulu.” Bel diam tanpa menjawab apa pun. Tepat ketika Max beranjak turun, Bel menurunkan kaca mobilnya dengan tetap mengenakan kacamata hitam. Wanita itu menatap pengawal pribadinya dihampiri oleh seorang perawat lelaki. Mereka berdua tampak berbincang serius sampai Max kembali melenggang pergi menghampiri ke arah Bel. “Nona, di dalam ada lima polisi dari Mabes Polri yang hendak menanyakan masalah ini pada Jonathan. Apa kita akan memantaunya saja?” ucap Max membungkukkan tubuh menyamakan kepalanya dengan bos wanita yang sudah diikuti sejak masih berusia muda. “Kita tunggu di sini sampai mereka selesai!” putus Bel lugas. “Baik,” tukas Max menegakkan tubuhnya, kemudian mengangguk singkat memberikan koda pada perawat yang kini membungkuk hormat dari kejauhan. Selesai memberi tahu, Max pun melangkah memutari kap mobil dengan mendudukkan diri seperti semula. Mereka semua tampak berdiam diri di dalam mobil tanpa melakukan apa pun, termasuk Bel yang kini mulai penasaran mendengar lima polisi menghampiri Jonathan tanpa alasan jelas. “Apa yang dilakukan polisi itu?” tanya Bel memecahkan keheningan. “Tidak ada yang tahu secara pasti, Nona. Tapi, semua bawahan kita sudah bergerak di sekitar pintu ruangan untuk memastikan keadaan Jonathan agar tetap bungkam tanpa mengatakan sesuatu yang memperkeruh suasana,” jawab Max mengangguk singkat. Bel menghela napas kasar. “Sebenarnya apa yang dilakukan oleh Zayan!? Mengapa dia sangat payah dalam menangani masalah ini saja? Benar-benar polisi yang mementingkan uang!” “Jangan marah dulu, Nona. Kita masih harus memanfaatkan Zayan untuk semua perkembangan kasus ini,” ungkap Max meringis pelan menyadari bosnya sudah kehilangan kesabaran. Mendengar hal tersebut, Bel melirik sesaat. “Aku ingin turun! Jangan ada yang mengikutiku.” Tepat memutuskan turun, Max yang awalnya hendak membuka pun kembali mengurungkan niat. Lelaki tanpa membantah apa pun hanya memperhatikan kepergian Bel seorang diri dengan melepaskan kacamatanya santai. Sejenak Bel terlihat menatap pada beberapa petugas yang menundukkan pandangan mereka membuat wanita itu mengedipkan matanya singkat. Seakan memberikan respon melalui bahasa isyarat bahwa mereka berdua saling mengenal. Kedua langkah kaki jenjang milik Bel menyusuri setiap lorong rumah sakit. Wanita itu menaiki anak tangga satu per satu menuju lantai keberadaan rawat inap milik Jonathan yang berada di lantai 3. Sebuah kamar rawat inap umum dengan kelas murah dan fasilitas tidak terlalu memadai. Bel sesekali melirik beberapa orang yang melangkah tepat di sampingnya. Wanita itu jelas menarik banyak perhatian dengan pakaiannya begitu nyetrik dan ketat memperlihatkan kaki jenjang mulus tanpa bulu sama sekali. Sampai tanpa sengaja salah satu gadis berpakaian seragam SMA menabrak tubuh Bel hingga terbentur dinding di belakangnya. Membuat wanita itu terhuyun sesaat dengan merasakan punggungnya berdenyut nyeri. “Maafkan saya, Kak! Saya tidak tahu,” sesal gadis itu bolak-balik membungkuk meminta penyesalan sekaligus toleransi Bel terhadap kecerobohannya. Akan tetapi, sayang sekali sikap Bel bukanlah memperkenalkan diri sebagai malaikat, melainkan wanita itu secara perlahan melangkah mendekati seorang gadis mengenakan ransel yang kini mulai memundurkan langkah menjauhi Bel. “Adik manis, gue enggak tahu maksud lo nabrak tadi seperti apa,” ucap Bel tersenyum miring yang menyeramkan. “Tapi, tindakan lo tadi bener-bener mengganggu gue sebagai pengunjung di sini juga.” “Maafkan saya, Kak!” sesal gadis berseragam itu mulai menatap dengan mata berkaca-kaca menahan tangis. Bel menyentuh pundak kanan gadis tersebut, lalu berkata, “Gue tahu lo pasti enggak sengaja atau buru-buru. Tapi, dengan minta maaf juga belum bisa menyelesaikan masalah.” “Saya harus apa, Kak?” tanya gadis berseragam tersebut mulai putus asa. “Lo mau ngelakuin sesuatu buat gue?” Bel menatap penuh berusaha memastikan bahwa gadis polos di depannya bisa dimanfaatkan dengan baik, tanpa dirinya harus mengotori tangan dengan tindakan gila tanpa arah. Gadis berseragam itu pun mengangguk kuat. Ia benar-benar memperlihatkan keseriusannya dalam berucap, meski terdengar sedikit ketakutan ketika melihat tatapan menyeramkan dari Bel. “Gue mau lo sekarang ke ruangan yang dijaga polisi dan bilang kalau lo butuh bantuan udah ngelakuin kesalahan sama gue,” ucap Bel menukik alis kanannya sesaat. “Gimana? Lo mau, ‘kan?” “Kenapa saya harus ke sana, Kak?” tanya gadis berseragam itu dengan kening berkerut penasaran. “Gue nyuruh lo buat ke sana ngelakuin apa pun yang lo bisa tebus dari kesalahan diri sendiri,” jawab Bel sekenanya. “Tapi ..., kalau lo enggak mau juga ... enggak masalah. Karena gue cuma menawarkan apa pun di dunia ini yang selalu ada bayaran mahal.” Gadis berseragam yang melakukan kesalahan tanpa sengaja itu tampak terdiam berpikir. Membuat Bel tersenyum miring menyadari permintaan sedikit membingungkan sampai harus melibatkan seorang polisi. “Saya cuma harus bilang begitu doang, Kak?” tanya gadis tersebut berusaha memberanikan diri mengambil keputusan konyol. “Lo mau nambah lagi?” “Jangan, Kak!” jawab gadis itu cepat. “Segini aja udah lebih rumit.” “Ya udah, sekarang lakuin!” titah Bel mengangguk santai. Sesaat kemudian, tatapan gadis itu berubah menjadi serius sekaligus ketakutan membuat Bel yang berada tepat di belakangnya tampak tersenyum seakan sedang baik-baik saja. Meskipun pada kenyataannya Bel tengah memikirkan rencana pada gadis itu yang kemungkinan akan dianggap sebagai permainan belaka, terlebih berpikir tentang logika caranya gadis itu datang tanpa petunjuk apa pun. “Mari, kita lihat permainan kita seberapa melucunya, Jo,” gumam Bel santai.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN