47. Kecurigaan Mulai Melebar Tanpa Aturan

2134 Kata
Selama seminggu tidak sadarkan diri, Tim Investigasi Khusus pun diberhentikan sementara oleh Listanto untuk mengamakan keadaan, akhirnya Jenny pun kembali sadar. Gadis itu pertama kali sadar melihat kakak keduanya berada di ruangan, membuat Jenny antara terkejut sekaligus tidak mempercayai bahwa lelaki itu benar-benar berada di hadapannya. “Jen, kok lo bisa nge-bug dulu ngenalin keluarga lo sendiri?” ungkap Yuni nyaris tidak mempercayai bahwa Jenny sempat terdiam melihat sang kakak berada tepat di hadapannya. Jenny mendengkus kesal, lalu mengelak, “Ya ... lo pikir aja, Yun. Habis enggak sadar selama beberapa hari, tahu-tahu bangun malah ngelihat orang yang udah lama banget pisah sama kita. Wajar gue nge-bug dulu takutnya masih enggak sadar. Ternyata emang kenyataannya Bang Fajri datang.” Sedangkan Fajrian yang mendengar sang adik telah banyak berbicara seperti semula hanya tertawa. Sesekali lelaki itu melemparkan pandangannya pada seseorang yang berada di antara mereka berdua. “Oh ya, Bang, kenalin dulu!” Yuni menunjuk ke arah seorang lelaki tampan dengan kharisma cukup kuat. “Dia Alister, ketua tim kita. Ini Akhtar atasan Jenny pas masih jadi detektif, lalu Ayres yang selama ini jadi anggota Brimob. Jadi, jangan ngira mukanya cantik gini enggak punya otot, ya, Bang!” “Heh!” sungut Ayres merasa tidak terima dengan candaan yang memang benar adanya. Yuni hanya tertawa bahagia melihat wajah kesal Ayres yang begitu menghibur. “Jadi, dia namanya Akhtar ...,” gumam Fajrian mengangguk beberapa kali. “Kenapa, Bang?” tanya Jenny penasaran. “Kalian berdua saling kenal?” Fajrian menggeleng pelan, lalu menjawab, “Gue sempet ngelihat pas di depan tadi. Ternyata satu rekan kerja sama lo, Jen.” “Lo baru tahu, Bang?” tanya Yuni bingung. “Bukannya pernah ketemu pas ngantar Jenny pelantikan dulu?” “Gue sebenernya emang udah lupa semua,” jawab Fajrian mengembuskan napas panjang. “Tapi, berusaha buat ingat aja biar enggak dikibulin sama kalian berdua.” “Bang, emangnya gue jahat banget sampai dikibulin,” gerutu Jenny tidak percaya. Fajrian mengabaikan perkataan sang adik, lalu mengalihkan pembicaraan. “Sebenarnya apa yang sedang kalian berlima selidiki?” Suasana mendadak sunyi, tidak ada yang berani menjawab apa pun, termasuk Jenny. Gadis itu terdiam menghindari tatapan sang kakak yang berubah menjadi serius. Memang dibandingkan Fajrian, lebih menyeramkan Debian. Akan tetapi, tidak dapat dipungkiri pula Fajrian sedikit menakutkan ketika serius. “Bang, bukannya kita enggak mau ngasih tahu, tapi prosedur kepolisian memang seperti itu. Apalagi Tim Investigasi Khusus memang bukan tempat umum dengan berbagai macam informasi keluar-masuk. Kita memiliki aturan tersendiri di luar dari itu semua,” ungkap Yuni memberikan pengertian. “Oke, gue paham kalian enggak mau ngasih tahu,” balas Fajrian mengangguk singkat. “Tapi, memangnya kalian enggak pernah mau ngasih tahu juga? Bukannya gue kepo urusan kalian. Ini termasuk penjagaan terhadap diri sendiri. Biar enggak ada kejadian begini lagi yang terulang.” Merasa apa yang dikatakan oleh Fajrian memang benar adanya membuat kelima polisi itu pun saling berpandangan. Tidak dapat dipungkiri bahwa Alister sedikit lega menyadari bahwa Debian masih menjaga rahasia penyelidikannya dengan baik, tanpa memberi tahu adiknya sama sekali. “Bang, lo percaya sama gue, ‘kan?” pinta Jenny memegang kedua tangan sang kakak dengan erat. “Gue percaya, Jen,” balas Fajrian mengangguk pelan. “Tapi, gue juga ragu sama pilihan kalian. Masalah ini mungkin enggak sederhana sampai Jenny mengalami kecelakaan terencana seperti ini.” “Bang, sebenarnya masalah ini udah diurus sama Bang Bian,” ungkap Yuni memberanikan diri untuk bersuara. “Kita memang ngerasa kalau misalnya diterus pasti bakalan ada bencana yang lebih besar lagi. Tapi, kita juga enggak bisa berhenti, Bang. Masalah enggak akan selesai kalau bukan kita sebagai sosok terbesarnya yang ngelakuin semua ini.” Fajrian kehabisan kata-kata mendengar penuturan yang terkesan keras kepala dari kedua gadis di hadapannya. Lelaki itu memang sedikit tidak mempercayai bahwa Jenny dan Yuni begitu tegas dalam pilihannya, sampai tidak goyah dengan segala macam omongan yang dilakukan oleh Fajrian. “Oke, gue enggak ngerti apa yang menjadi motivasi kalian semua buat nyelidikin masalah ini. Tapi, apa pun alasannya, gue minta untuk jangan membahayakan diri sendiri,” ucap Fajrian tegas. “Terlebih lo, Jen. Jangan sampai ngebuat Bang Bian ngelukain dirinya sendiri lagi.” Mendengar hal tersebut, Jenny pun terdiam membisu. Gadis itu tampak terkejut sekaligus tidak mempercayai perkataan kakak keduanya yang sedikit membingungkan. Terlebih ketika ia menoleh ke arah Yuni, seakan gadis itu mengalihkan pandangannya. “Memangnya apa yang terjadi?” tanya Jenny tidak mengerti. Sementara itu, di sisi lain terlihat Debian tengah melangkah dengan santai memasuki restoran pertemuan kalangan elit. Kedua lelaki itu diantar oleh pelayan memasuki salah satu ruangan yang tertutup rapat. “Pak Debian, akhirnya kamu datang juga!” ungkap seorang lelaki bertubuh gempal dengan tersenyum lebar menyambut kedatangan seorang lelaki yang duduk dipersilakan oleh sekretaris pribadinya. Sejenak Debian dan Mike mengisi dua bangku kosong tersebut. Mereka berdua menatap ke arah pemimpin berbagai macam perusahaan tersebut dengan serius. “Maafkan saya, Pak Bara. Tadi agak macet di luar,” sesal Debian berpura-pura. Walaupun jauh dari lubuk hatinya merasa begitu jijik menatap seorang lelaki yang bermain kotor dalam setiap bisnisnya. Sebenarnya Mike telah melakukan kesalahan dalam penjadwalan yang lelaki itu susun dengan baik. Entah bagaimana caranya, Mike memasukkan agenda pertemuan bisnis antara Debian dengan Bara, sang pengusaha batu bara yang diam-diam mengekspor batu bara tersebut secara ilegal untuk mendapatkan keuntungan lebih banyak. “Tidak apa-apa. Asal Pak Debian bisa datang, saya tidak akan keberatan menunggu lebih lama lagi,” balas lelaki paruh baya tersebut dengan tertawa lepas, karena ini kali pertama Debian mau mendatangi acara pertemuannya. Sejenak Mike mulai menuangkan minuman untuk sang bos, tetapi pergerakan Debian langsung terhenti ketika mencium aroma alkohol yang cukup kuat dari minuman tersebut. Membuat lelaki itu hanya mengecapnya di ujung gelas untuk menghincari kecurigaan. “Bukankah Pak Bara sedang menerima keuntungan lebih banyak? Ayolah, adakan pesta meriah agar saya bisa melakukan istirahat dari pekerjaan kantor yang menumpuk!” ungkap Debian dengan tertawa lepas sembari menaruh kembali gelas tersebut tanpa menimbulkan kecurigaan. Sedangkan Mike yang menemukan sikap mencurigakan dari sang bos pun memilih untuk tidak menyentuh apa pun. Ia merasa kalau isi meja ini memang sangat menyeramkan. Mungkin di depan mereka tampak seperti malaikat yang begitu baik, tetapi tidak dengan hatinya yang terasa begitu panas dan menyeramkan. “Pesta? Saya akan membuatkan pesta meriah untuk kalian semua!” seru Bara begitu percaya diri, kemudian mengisi kembali gelasnya dengan air beraroma alkohol tersebut. Membuat Debian samar-samar tersenyum miring. *** Pesta yang dimaksud oleh Debian nyatanya sebuah pukulan mematikan. Hal tersebut membuat Bara dan beberapa kolega bisnis lainnya menyadari bahwa sifat kenekatan yang dilakukan oleh Debian memang benar adanya. Kali ini Mike yang mendapatkan giliran untuk menghabisi mereka semua pun tanpa pikir panjang langsung melakukan suruhan Debian. Sekretaris sekaligus asisten terdekat Debian itu memang pandai bela diri, tidak dapat dipungkiri ketika Debian rekrut Mike tengah menyalahi dirinya sendiri, akibat kemampuan bela dirinya di atas rata-rata orang biasa. Selesai melakukan pesta dengan sedikit melelahkan, akhirnya Debian dan Mike pun melenggang keluar. Kedua lelaki tampan itu melewati beberapa pelayan yang menatap penuh kekaguman, meski tanpa mereka sadar ternyata merekalah yang membuat keributan di dalam. Sayangnya di dalam ruangan restoran privat memang tidak pernah dipasangkan kamera pengawas, sehingga untuk mencurigai Debian dan Mike membutuhkan alasan kuat. Terlebih kedua lelaki itu memang tidak pernah memiliki ikatan apa pun terhadap semua orang yang berada di dalam. “Bos, sekarang kita ke mana lagi?” tanya Mike tepat mendudukkan diri di dalam mobil. Kegiatan sibuk yang mereka berdua maksud adalah mengunjungi satu per satu kolega bisnis Debian untuk melakukan balas dendam. Terlebih kebanyakan dari mereka memang menjadi tersangka utama dibalik kecelakaan yang menimpa Jenny. Namun, ketika kedua lelaki itu hendak bergegas ke tempat lain, tiba-tiba ponsel milik Debian berdering pelan. Membuat lelaki itu langsung mengambilnya dan menatap sebuah nama yang terpampang jelas di layar. “Halo, Faj! Ada apa?” tanya Debian tepat menempelkan benda pipih tersebut di telinga kirinya sembari menatap ke arah luar jendela mobil. “Ke rumah sakit sekarang! Jenny udah siuman,” jawab Fajrian sedikit keras. “Beneran?” Debian menegakkan tubuhnya terkejut, lalu mengkode pada Mike untuk segera menyalakan mobil. “Gue ke rumah sakit sekarang!” Tepat mengatakan hal tersebut, Debian tersenyum senang sembari memasukkan ponselnya ke dalam kantung. Wajah lelaki itu tampak tidak mempercayai bahwa sang adik sudah kembali sadar membuat Debian tidak ingin menunggu lama lagi dan langsung bergegas ke rumah sakit. Sepanjang perjalanan, Debian tiada henti-hentinya tersenyum. Ia merasa bersyukur akhirnya Jenny kembali sadar, meski memakan waktu cukup lama akibat gadis itu terlalu betah berada di dalam bawah sadarnya. Tak lama kemudian, mobil yang dinaiki Debian pun sampai tepat di depan rumah sakit. Membuat lelaki itu bergegas turun meninggalkan Mike yang baru saja membuka sabuk pengamannya. Sedangkan Mike yang melihat sang bos begitu bersemangat untuk melihat Jenny hanya tersenyum tipis. Setidaknya lelaki itu merasa sedikit lega bahwa Debian akan mengurungkan niat membalaskan dendamnya hari ini. Terlebih bisa dikatakan Debian bertindak nekat dengan semua pekerjaannya menjadi pebisnis sekaligus tukang pukul balas dendam untuk keluarganya. Apalagi sampai diketahui menyakiti Jenny yang menjadi satu-satunya adik perempuan bagi lelaki tersebut, Debian. Suara pintu ruangan yang terbuka cukup keras membuat semua pandangan teralihkan mendapati tengah berdiri dengan tersenyum lebar melihat Jenny benar-benar dalam keadaan sadar. Bahkan gadis itu memakan buah pemberian dari Fajrian. “Jen, akhirnya lo sadar!” ucap Debian langsung menghamburkan pelukan pada sang adik. Ia benar-benar bersyukur sekaligus merasa lega menyadari Jenny yang tidak pernah menyerah dalam kesembuhannya. “Abang khawatir banget pas tahu kamu kecelakaan.” Jenny tertawa pelan menepuk-nepuk pundak lelaki itu beberapa kali, lalu membalas, “Gue enggak apa-apa, Bang. Ngapain khawatir. Lagi pula sekarang gue udah siuman, ‘kan?” Debian melepaskan pelukannya dengan mengangguk pelan. “Syukurlah kalau lo emang udah sadar, Jen. Gue bener-bener lega dengarnya.” Fajrian mengernyit bingung menyadari sang kakak bersama Mike pun langsung bertanya, “Lo habis dari mana, Bang?” “Kenapa emangnya?” tanya Debian balik dengan menoleh ke arah adik pertamanya yang terlihat penasaran. “Lo ke sini dalam waktu lima belas menit, sedangkan seharusnya kalau lo dari perusahaan bisa memakan waktu setengah jam. Memangnya lo tadi lagi di sekitar sini?” “Iya, gue ada di sekitar sini tadi.” Debian mengangguk mantap menghindari kecurigaan sang adik, terlebih Mike menyembunyikan tangannya yang sedikit terluka dan memerah akibat pertarungan tadi. “Udah jangan banyak tanya, gue lagi bersyukur Jenny bisa sadar lagi.” Tidak dapat dipungkiri semua orang yang menunggu kesadaran Jenny pun mengangguk mantap. Membuat Jenny sendiri menyadari bahwa semua orang benar-benar menyayangi dirinya terlebih sang kakak yang tidak pernah ragu dalam setiap tindakan untuk adiknya sendiri. “Jen, sebenarnya hari itu apa yang terjadi?” tanya Debian menatap lekat-lekat ke arah sang adik yang mendadak terdiam. Sejenak tidak ada jawaban apa pun, selain keterdiaman Jenny yang seakan menjawab semuanya. Terlebih gadis itu memang sedikit takut untuk mengingat kejadian dengan jelas. “Kalau lo enggak bisa sekarang juga enggak masalah, Jen. Kita semua bisa nunggu sampai lo tenang,” ungkap Alister menenangkan. Hal tersebut sukses membuat Jenny mengangkat kepalanya lagi. Gadis itu menatap ke arah satu per satu orang yang berada di ruangannya. Memang terlihat cukup ramai, sebab mereka begitu memedulikan kesadaran Jenny sampai menunggu tanpa lelah. “Mobil itu yang nabrak gue duluan,” jawab Jenny pelan, kemudian mengembuskan napasnya sesaak. “Gue benar-benar kaget pas tahu dia naikin kecepatan mobilnya tepat gue memutar balik.” “Lantas, apa yang terjadi selanjutnya, Jen?” tanya Yuni penasaran. Jenny menggeleng pelan, lalu menjawab, “Gue enggak tahu. Yang gue rasain tubuh gue terangkat dan dihempaskan gitu aja. Sampai terakhir gue dengar beberapa polisi yang ngamanin kendaraan berbincang satu sama lain. Terdengar seperti mereka agak terkejut tahu gue polisi juga.” Mendengar hal tersebut, Debian mengepalkan tangan kanannya kuat membuat Fajrian langsung menepuk pundak lelaki itu. Seakan memberikan kode untuk tidak merasa emosi, terlebih musuh mereka yang menyakiti Jenny belum memunculkan diri. “Lo ingat siapa orangnya atau ... plat nomor polisinya?” tanya Yuni mendadak serius. Jenny mengangguk patah-patah, lalu menjawab, “Orang ini seperti yang kita lihat ketika berada di pulau.” “Hah? Pulau apaan?” sela Fajrian mendadak bingung sekaligus tidak mengerti. “Pulau ini tempat yang menjadi penyelidikan kita, Bang,” ungkap Ayres berusaha memberikan pengertian. “Jadi, kemungkinan jelas ini ada kaitannya dengan kasus kita, Jen?” “Entah.” Jenny menggeleng bingung sekaligus tidak mengerti. “Tapi, gue yakin banget kalau orang itu bener-bener yang kita temuin di pulau. Kalian inget, ‘kan? Nelayan yang ngantar kita itu!” “Astaga, yang itu!?” seru Yuni terkejut sekaligus menggeleng tidak percaya. “Jadi, sebenarnya dia bukan nelayan asli, melainkan orang yang menyamar?” “Gue curiga kalau sebenarnya pulau itu memang enggak bener-bener ditinggalin, walaupun terbengkalai cukup lama,” gumam Alister menatap serius. Sedangkan Fajrian yang belum mengetahui apa pun hanya terdiam dan sesekali mengernyit bingung layaknya orang bodoh. 0o0
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN